Ngalogat

Filsafat Imam Al-Ghazali

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 07:36 WIB

Filsafat Imam Al-Ghazali

Ilustrasi: NU Online.

Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111 M), selanjutnya disebut Imam Ghazali, sang argumentator Islam genius dari Thus, Persia, dikenal tidak hanya sebagai ulama ahli kalam (teologi), fikih, logika, dialektika, maupun tasawuf, melainkan juga sebagai ahli filsafat. Salah satu karya terbesar filsafatnya adalah kitab al-Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filsafat). 


Perkenalan Imam Ghazali dengan Filsafat dimulai sejak ia hijrah ke Bagdad, kisaran tahun 1091 M. Selain menjadi guru besar di bidang keagamaan (terutama fikih dan ilmu kalam) di Bagdad, ia banyak mempelajari karya-karya filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Pada saat yang sama, ia juga banyak menyelidiki pemikiran para filsuf Muslim terutama Ibn Sina dan al-Farabi, tokoh-tokoh yang berjasa besar dalam mengenalkan filsafat Yunani pada dunia Islam. 


Permasalahan yang ditemui Imam Ghazali saat berada di Bagdad adalah menyangkut persoalan agama dan filsafat. Pertentangan di antara keduanya yakni terkait dengan  ketuhanan, penciptaan, takdir, dan rasionalitas. Imam Ghazali mengatasi konflik keduanya dengan menyatakan bahwa filsafat itu berguna dan benar, sejauh diletakkan dalam kerangka agama dan hukum-hukum Islam. Tegasnya, filsafat tidak boleh melewati, mengenyampingkan, dan berada di luar hukum yang sudah baku dalam Al-Qur'an. 


Kembali ke kitab al-Tahafut al-Falasifah. Dalam kitab ini Imam Ghazali merinci sekitar dua puluh permasalahan filsafat yang bertolak belakang dengan hukum agama. Sebelum mengarang Tahafut, Imam Ghazali terlebih dahulu menyusun karya mengenai tujuan dan kaidah-kaidah dalam dunia filsafat, yakni dalam kitab Maqashid al-Falasifah (Maksud-maksud filsafat). Sederhananya, kitab Maqashid  al-Falasifah merupakan pijakan pertama, gerbang awal, semacam rambu-rambu atau prinsip dasar bagi seseorang yang ingin mengenal sekaligus memahami dunia filsafat. 


Titik serang Imam Ghazali pada filsafat bukan terjadi pada prinsip-prinsip dasar dari filsafat itu sendiri, yang berpikir dengan kaidah logika yang ketat. Yang menjadi titik serang Imam Ghazali pada filsafat yaitu pada kecenderungan umum orang-orang pada masa itu yang terlalu mendewakan filsafat, terlebih kepada para ahli bid'ah yang sering memakai filsafat untuk membohongi kaum awam.


Imam Ghazali dalam kitab al-Tahafut al-Falasifah mengajak kepada para pembaca untuk berpikir secara logis dan menyarankan untuk menghindari dari yang namanya taklid buta. 


Memang ada dua puluh tema dalam filsafat yang menjadi sasaran kritik Imam Ghazali. Dan ini hanya menyangkut konsep penciptaan alam, mengenai wujud Tuhan, serta masalah akhirat. Imam Ghazali memandang filsafat terbagi menjadi enam: ilmu matematika, logika, ilmu alam (fisika), teologi (metafisika), politik (termasuk ekonomi), dan etika. 


Serangan Imam Ghazali  terhadap filsafat bukan pada filsafat secara umum, tetapi pada dua cabang, yakni teologi dan pada sebagian ilmu alam, terutama yang menyatakan "keabadian alam". 


Bukti lain yang menunjukkan bahwa Imam Ghazali tidak menyerang filsafat secara keseluruhan adalah dengan adanya pengambil alihan struktur manusia menurut para filsuf seperti Aris Toteles, Galen, termasuk Ibn Sina yang dipakai oleh Imam Ghazali sebagaimana ada dalam kitab Ma'arij al-Quds. Dalam menggambarkan struktur manusia, Imam Ghazali membagi jiwa ke dalam tiga kategori, yakni jiwa vegetasi (al-nafs al-nabatiyyah), jiwa sensitif (al-nafs al-hayawaniyyah), dan jiwa manusia (al-nafs al-insaniyyah). 


Namun, namanya juga ilmu pengetahuan yang akan menjadi landasan untuk berfikir, bertindak dan beramal, pemikiran Imam Ghazali tentang filsafat tidak lepas dari hujatan, serangan, dan tantangan. "Filsafat Islam telah mati di tangan al-Ghazali. Ia membuat daya kritis umat manusia menjadi tumpul, umat menjadi jatuh pada taklid buta...". 


Demikian tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Imam Ghazali akibat tulisannya yang menyerang filsafat dalam kitab al-Tahafut al-Falasifah. 


Ditegaskan kembali, padahal yang menjadi titik serang Imam Ghazali pada filsafat terletak pada titik-titik tertentu, bukan pada filsafat secara keumuman sebagaimana telah disinggung di awal. 


Sementara dalam memandang filsafat, beberapa karya Imam Ghazali yang membahas filsafat, terlihat jelas ia sangat menguasai betul ilmu-ilmu filsafat. Imam Ghazali memandang bahwa ilmu filsafat wajib dipelajari, terutama yang menyangkut urusan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan akidah umat. Wallahu a'lam.


(Disarikan dari buku "Mengenal al-Ghazali, Keraguan adalah Awal Keyakinan" karya Humawijaya (2004). 


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga pendidik. Juga penikmat kajian tasawuf dan filsafat