Ngalogat

Anak Kecanduan Gadget? Ini Cara Bikin Mereka Semangat Ngaji Lagi

Rabu, 2 Juli 2025 | 08:00 WIB

Anak Kecanduan Gadget? Ini Cara Bikin Mereka Semangat Ngaji Lagi

Ilustrasi anak kecil yang sedang bermain gadget. (Foto: NU Online/freepik)

“Ustaz, sebentar ya, ini lagi seru main Mobile Legends, tinggal sedikit lagi menang!”

Begitulah jawaban seorang murid saya saat dipanggil untuk mulai mengaji. Yang lain? Ada yang asyik menonton video prank, ada juga yang tenggelam di TikTok sampai lupa waktu salat.

 

Di zaman digital sekarang, gadget telah menjadi teman setia anak-anak. Mulai dari bangun tidur hingga malam hari, ponsel tak lepas dari genggaman. Sayangnya, Al-Qur’an mulai tergeser dari keseharian mereka. Kegiatan mengaji dianggap ketinggalan zaman, kalah saing dengan game daring dan konten viral di media sosial.

 

Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berjudul “Survei Internet Indonesia 2023” menunjukkan bahwa sekitar 62% anak-anak usia 5—12 tahun di Indonesia aktif mengakses internet selama 3 hingga 5 jam per hari. Baik di kota besar maupun pedesaan, anak-anak kini lebih hafal nama-nama YouTuber gim daripada surat-surat pendek dalam Al-Qur’an.

 

Jika hal ini terus dibiarkan, bukan mustahil tradisi keilmuan Islam dan generasi Qur’ani akan makin terkikis. Karena itu, diperlukan langkah cerdas agar gadget tak sekadar menjadi hiburan, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk mendekatkan anak-anak kepada Al-Qur’an.

 

Dampak Gadget terhadap Minat Mengaji Anak

Gadget ibarat dua mata pisau. Di satu sisi, bisa menjadi media pembelajaran yang baik, namun di sisi lain mampu menggeser kebiasaan positif bila tidak diawasi dengan bijak. Saat ini, banyak anak lebih memilih bermain game di rumah atau nongkrong di warnet daripada ikut pengajian di masjid.

 

Saya pernah mengalami kejadian yang cukup menyentuh. Ketika waktu mengaji tiba, saya memanggil salah satu murid saya, Chandra. Tapi dia malah berkata, “Ustaz, sebentar, tinggal sedikit lagi level up!” Tanpa terasa, waktu Magrib hampir habis. Sementara itu, anak-anak lain asyik menonton video lucu di TikTok, tertawa melihat prank YouTube, dan hanya segelintir yang duduk rapi di musala dengan Al-Qur’an di tangan.

 

Kondisi ini bukan sekali dua kali terjadi. Di sekitar lingkungan saya, anak-anak lebih hapal siapa influencer dan gamer terkenal ketimbang surat-surat pendek. Hal sepele ini jika dibiarkan bisa menjadi ancaman besar bagi pendidikan agama, khususnya dalam membentuk generasi Qur’ani di era modern.

 

Beberapa dampak nyata yang saya temui di lapangan antara lain:

1. Minat anak untuk mengikuti pengajian dan majelis taklim semakin menurun.

2. Kegiatan mengaji dianggap kalah menarik dibanding konten-konten hiburan digital.

3. Kebiasaan membaca dan menghafal Al-Qur’an perlahan memudar karena perhatian anak-anak lebih tersedot ke gadget.

Jika tidak segera diatasi, generasi muda Qur’ani dan tradisi keilmuan Islam bisa terus melemah seiring perkembangan teknologi.

 

Upaya Menumbuhkan Semangat Mengaji Anak

Meski gadget sering dianggap sebagai penyebab masalah, sebenarnya alat ini bisa menjadi sarana dakwah yang efektif jika digunakan dengan cara yang tepat. Kuncinya adalah kreativitas dan metode yang sesuai dengan karakter anak-anak masa kini.

 

Saya pernah mengadakan kuis Islami berhadiah permen dan stiker lucu di akhir sesi mengaji. Hasilnya luar biasa. Anak-anak yang biasanya malas datang, tiba-tiba semangat berebut menjawab hafalan surat pendek, doa harian, hingga berlomba siapa yang paling cepat membaca Ayat Kursi tanpa salah. Ternyata, suasana belajar yang seru bisa kembali menumbuhkan cinta mereka pada Al-Qur’an.

 

Beberapa upaya yang bisa dilakukan di antaranya:

1. Buat Kegiatan Ngaji yang Menyenangkan Gunakan metode yang seru, seperti hafalan berhadiah, kisah nabi, menyanyi lagu Islami bersama, lomba tilawah, hingga kuis Islami. Cara seperti ini membuat anak-anak lebih antusias.

2. Arahkan Gadget ke Konten Positif Alihkan gadget menjadi media edukasi, misalnya memutar video murattal favorit anak, tontonan huruf hijaiyah, tantangan hafalan ayat di TikTok atau Instagram, hingga menggunakan aplikasi Al-Qur’an digital yang menarik bagi anak-anak. Saya punya pengalaman dengan seorang anak bernama Dimas. Awalnya, ia sulit sekali diajak mengaji. Tapi setelah dikenalkan video YouTube murattal qari cilik favoritnya, ia malah minta diajari membaca seperti di video itu. Sejak itu, ia rutin datang ke musala tiap sore.

3. Manfaatkan Pengajian Daring Untuk daerah yang minim aktivitas keagamaan melalui Zoom atau Google Meet bisa menjadi solusi. Dengan demikian, anak tetap bisa mengikuti pengajian tanpa harus keluar rumah.

4. Libatkan Orang Tua secara Aktif Orang tua memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan kebiasaan anak sejak dini.

5. . Mereka perlu mengatur waktu penggunaan gadget di rumah, menyediakan waktu khusus untuk membaca Al-Qur’an bersama, serta memberi teladan dengan rajin tilawah.

 

Peran Guru Ngaji dan Qari di Era Digital

Di zaman teknologi seperti sekarang, guru ngaji dan qari tidak bisa hanya mengandalkan metode mengajar lama. Dibutuhkan pendekatan kreatif dan kekinian agar anak-anak kembali tertarik mengaji.

 

Saya sendiri pernah iseng merekam tilawah Surah Al-Fatihah dengan suara ala karakter kartun ditambah latar musik lucu. Ternyata, video itu viral di grup WhatsApp orang tua santri. Anak-anak langsung penasaran dan minta dibuatkan versi dengan nama mereka. Sejak itu, saya rutin membuat konten murattal berbagai gaya. Alhamdulillah, anak-anak jadi lebih semangat belajar ngaji.

 

Media sosial dan gadget seharusnya dimanfaatkan sebagai alat syiar dakwah Al-Qur’an, bukan dipandang ancaman. Semua bergantung bagaimana cara kita menggunakannya.

 

Sesungguhnya gadget bukanlah ancaman. Alat ini justru bisa menjadi sarana untuk memperkuat dakwah dan pendidikan Al-Qur’an bagi anak-anak. Tugas kita sebagai guru ngaji, qari, orang tua, dan komunitas Muslim adalah mencetak generasi Qur’ani yang tangguh dan siap beradaptasi di era digital.

 

Yuk, kita mulai dari lingkungan terdekat kita. Jadikan gadget sebagai jalan dakwah, bukan sekadar hiburan semata. Dengan cara itu, anak-anak bisa lebih akrab dengan Al-Qur’an meskipun berada di tengah derasnya arus teknologi.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Oleh karena itu, peran keluarga dan lingkungan sekitar sangat penting dalam membimbing anak agar tetap berada di jalan yang benar, termasuk dalam memanfaatkan teknologi.

 

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: "Dan perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan salat dan bersabarlah dalam melakukannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)

 

Semoga Allah senantiasa memberi kita kesabaran dan kekuatan untuk membimbing anak-anak agar mencintai Al-Qur’an di tengah derasnya arus teknologi. Aamiin.

 

Oleh Agil Saputra, Mahasiswa Jurusan Ilmu Al Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakart