Taushiyah KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Agama Tauhid

Selasa, 17 Juni 2025 | 15:29 WIB

Agama Tauhid

Agama Tauhid. (Ilustrasi: NU Online Jabar/freepik).

Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw membimbing umat manusia kembali kepada agama tauhid atau monotoisme. Ajaran para nabi dan rasul dari masa ke masa dalam bidang akidah adalah sama, yaitu mengesakan Allah Swt.


Sebelum agama Islam datang, kepercayaan mayoritas masyarakat Arab dan bangsa-bangsa lain di dunia banyak mempercayai kekuatan berhala-berhala atau paganisme dan dewa-dewa atau animisme sangat dominan. Mereka memperlakukan berhala-berhala itu sebagai Tuhan mereka yang harus disembah dan diagungkan.


Allah Swt menurunkan agama Islam kepada para nabi dan rasul agar semua umat manusia mengembalikan citra mereka sebagai makhluk yang hanya beribadah kepada-Nya. 


وَلَا تَدۡعُ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَنفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَۖ فَإِن فَعَلۡتَ فَإِنَّكَ إِذٗا مِّنَ ٱلظَّٰلِمِينَ  


Artinya: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (QS. Yunus, 10:106).


Allah Swt memerintahkan Nabi dan umatnya agar mempelajari kehidupan umat terdahulu yang berkaitan dengan kepercayaan dan keyakinannya. Dari mempelajari kehidupan umat terdahulu, akan dijumpai bahwa mereka yang mengikuti para nabi dan rasul adalah beragama tauhid. 


وَاسْئَلۡ مَنۡ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رُّسُلِنَآ أَجَعَلۡنَا مِن دُونِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ءَالِهَةٗ يُعۡبَدُونَ  


"Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?" (QS. Al-Zukhruf, 43:45).


Allah Swt tidak pernah mengutus seorang rasul pun kecuali dengan membawa ajaran tauhid. Mengenai hal ini, banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an, antara lain:


وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ  


"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya’, 21:25).


Kemurnian tauhid dalam agama Islam diwujudkan juga dengan penolakan terhadap berbagai pandangan yang menyekutukan Allah, baik bagi mereka yang mempercayai Tuhan lebih dari satu, dua, tiga, dan seterusnya. Akidah Islam yang diajarkan para nabi dan rasul tidak pernah berubah dari masa ke masa dan dari satu rasul ke rasul yang lain. Ajaran itu berupa kepercayaan dan keyakinan bahwa sesungguhnya Allah itu Tuhan yang Maha Esa, Maha Kuasa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupainya. Konsep mengenai akidah islamiyah, disebutkan secara lengkap dalam surat al-Ikhlas. 


Misi para nabi dalam menegakkan akidah itu diperjuangkan secara sungguh-sungguh dan tidak pernah melemah. Namun demikian, umat nabi-nabi itu banyak juga yang menolak ajaran tersebut. Pengalaman para nabi dan rasul dalam menghadapi penolakan kaumnya, hampir sama, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an: 


لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓ إِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٖ  


"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)," (QS. Al-A’raf, 07:59).


Penolakan kaum para nabi yang tidak beriman terhadap ajaran tauhid ini demikian keras, sehingga mereka menuduh para nabi dan rasul dengan tuduhan yang sangat hina, misalnya dituduh sebagai orang sesat, orang gila, atau ahli sihir. Tuduhan-tuduhan seperti itu misalnya disebutkan:


قَالَ يَٰقَوۡمِ لَيۡسَ بِي ضَلَٰلَةٞ وَلَٰكِنِّي رَسُولٞ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ أُبَلِّغُكُمۡ رِسَٰلَٰتِ رَبِّي وَأَنصَحُ لَكُمۡ وَأَعۡلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ  


"Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam". Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu. dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf, 07:61-62).


Nabi Hud As dituduh oleh kaumnya sebagai orang yang bodoh dan pendusta.


قَالَ ٱلۡمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَوۡمِهِۦٓ إِنَّا لَنَرَىٰكَ فِي سَفَاهَةٖ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ  


"Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: "Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta". (QS. Al-A’raf, 07:66).


Dalam rangka membantah tuduhan-tuduhan yang tidak baik dari mereka yang tidak beriman, para nabi memberikan jawaban yang sama sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:


قَالَ يَٰقَوۡمِ لَيۡسَ بِي سَفَاهَةٞ وَلَٰكِنِّي رَسُولٞ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ أُبَلِّغُكُمۡ رِسَٰلَٰتِ رَبِّي وَأَنَا۠ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ  


"Hud herkata "Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu".(QS. Al-A’raf, 07:67-68).


Penjelasan di atas memberikan gambaran, mengenai persamaan yang dialami para nabi dan rasul, baik yang berkaitan dengan ajaran yang dibawa olehnya, maupun pembangkangan mereka. Karena itu, tidak aneh kalau umat nabi yang mengikuti ajarannya juga akan mendapatkan perlakuan yang serupa dari mereka yang tidak beriman.


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU