Opini

Kebijakan Rombel Tambahan: Ancaman atau Tantangan Baru bagi Masa Depan Pendidikan Swasta di Jabar?

Jumat, 25 Juli 2025 | 13:02 WIB

Kebijakan Rombel Tambahan: Ancaman atau Tantangan Baru bagi Masa Depan Pendidikan Swasta di Jabar?

Kebijakan Rombel Tambahan: Ancaman atau Tantangan Baru bagi Masa Depan Pendidikan Swasta di Indonesia? (Ilustrasi: Freepik).

Dari dulu hingga sekarang, dinamika pendidikan di Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan yang signifikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beragamnya permasalahan pendidikan yang selalu mengemuka ke permukaan. Dari mulai perubahan kurikulum, regulasi kebijakan pendidikan hingga soal anggaran menjadi faktor penyebab maju mundurnya pendidikan di Indonesia. Termasuk di dalamnya soal keberadaan lembaga pendidikan yang kadang mengalami pasang surut di setiap masanya. 


Belum lagi kondisi daerah di Indonesia yang begitu luas serta keterbatasan akses pendidikan, seakan menjadi faktor penyebab belum tercapainya kualitas pendidikan yang menyeluruh sebagaimana mestinya. Selain itu beragam kebijakan yang digulirkan bersamaan dengan  setiap pergantian pemegang kebijakan seolah menambah daftar panjang permasalahan pendidikan. 


Termasuk kebijakan yang saat ini sedang menjadi perbincangan publik, misalnya kebijakan penambahan peserta didik oleh sekolah negeri dalam setiap rombelnya. Kebijakan ini tentu akan berpengaruh kepada keberadaan lembaga pendidikan yang lain. Setidaknya akan terdapat beberapa sekolah yang terdampak. Keniscayaan yang tak bisa dihindari dari kebijakan tersebut adalah kurangnya peserta didik yang diterima di sekolah tertentu misalnya di sekolah swasta.


Padahal jika dicermati lebih jauh, kehadiran sekolah swasta senyatanya menjadi bagian bahwa keberlangsungan pendidikan sepenuhnya tidak bisa dipegang dan dikelola oleh pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan dalam melaksanakan tugas pendidikannya tentu tidak akan bisa berjalan sendirian, maka diperlukan adanya lembaga non pemerintah, dalam hal ini pihak swasta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan tetap terjaga. Oleh karena itu, kebijakan yang bersifat sepihak seharusnya tidak boleh terjadi. Semua pihak mesti sadar bahwa kehadiran pemerintah bersama masyarakat (swasta) pada dasarnya sebagai penjamin pemenuhan pendidikan seluruh rakyat Indonesia yang merata, adil, serta menyeluruh tanpa terkecuali. 


Banyak sekolah swasta yang cermat mengatur beragam strategi demi untuk memaksimalkan pelayanan pendidikan kepada masyarakatnya. Namun jika kondisinya seperti saat ini, peran itu bisa jadi akan memudar. Keterbatasan peserta didik, bantuan pemerintah yang belum merata, biaya pendidikan yang besar akan membuat lembaga pendidikan swasta sedikit demi sedikit akan mulai tenggelam. Bagi sekolah swasta, tetap berpangku tangan pada masyarakat tanpa ada keberpihakan dari pihak pemerintah tentu akan menjadikan sekolah swasta sulit untuk berkembang. Jika hal ini terus terjadi dan dibiarkan begitu saja, besar kemungkinan keberadaan sekolah swasta sebagai mitra pemerintah akan mengalami degradasi peran sehingga usaha untuk menciptakan pendidikan merata dan berkualitas tidak akan sepenuhnya terealisasikan.


Realita di lapangan, pemerintah memang belum bisa mengakomodir semua keperluan sekolah karena banyaknya lembaga pendidikan di Indonesia. Semua perhatian pemerintah saat ini kepada sekolah swasta baik itu berupa tunjangan kesejahteraan guru, bantuan operasional pendidikan, bantuan pendidikan untuk peserta didik, peningkatan sumber daya manusia telah dipahami sebagai bagian usaha untuk menyamaratakan pendidikan negeri dan swasta meskipun belum sepenuhnya maksimal. Namun hal itu seakan menjadi ironis apabila di satu sisi pemerintah menggulirkan kebijakan yang melemahkan mitra pendidikannya. Semestinya setiap kebijakan yang digulirkan harus dipertimbangkan terlebih dahulu secara matang dampak dan akibat yang akan dihasilkan. 


Kini kebijakan penambahan peserta didik dalam setiap rombel telah bergulir dan sudah banyak dirasakan akibatnya. Sekolah yang terdampak berharap hal serupa tidak akan terulang kembali di masa yang akan datang. Begitu pula sekolah yang menjadi penerima manfaat dari kebijakan tersebut harus mampu mengelolanya dengan baik. Di era disrupsi dan kritisnya masyarakat, tak mudah mengelola pendidikan jika yang dikelolanya itu tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah bersangkutan.


Beruntung bagi sekolah swasta yang masih mendapatkan kepercayaan dari masyarakat soal perolahan peserta didik, meskipun kadang fluktuatif. Sebaliknya, bagi sekolah yang sudah berada di titik nadir karena perolehan peserta didiknya terus menurun, beragam cara untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, berbagai kelemahan yang dimiliki harus segera dipetakan dan dicarikan solusinya. Selain itu, melakukan kajian-kajian secara komprehensif terhadap pola pikir, mindset, serta perubahan minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan harus segera dilakukan. Optimalisasi peran pendidik dan tenaga kependidikan juga mesti terus dijaga dan ditingkatkan jika ingin lembaga pendidikannya tetap eksis. 


Realita perolehan peserta didik yang jelas akan berbeda di setiap sekolah (khususnya sekolah  swasta) jangan dipandang sebelah mata. Pada dasarnya, keputusan yang diambil orang tua untuk menyekolahkan putera-puterinya ke sekolah yang dipilihnya merupakan keputusan terbaik yang diambilnya. Oleh karena itu, seberapa besarnya minat orang tua dan perolehan peserta didik yang didapat, sekolah tetap berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Penting untuk diingat, orang tua menyekolahkan putera-puterinya ke lembaga pendidikan tertentu tentu menaruh harapan besar akan keberhasilan pendidikannya. Oleh karena itu, pihak sekolah tidak baik jika hanya diam saja, tidak responsif, dan hanya berpangku tangan tanpa memikirkan beragam upaya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didiknya.


Strategi  


Untuk sekolah/madrasah swasta dalam hal menjaga eksistensi pendidikan agar tetap bertahan dan mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat, paling tidak ada beberapa strategi hal yang harus dilakukan: 


Pertama, pemenuhan terhadap 8 standar pendidikan nasional (SNP) yakni (1) standar kompetensi kelulusan;  (2) standar isi; (3) standar proses; (4) standar pendidikan dan tenaga pendidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar penilaian; dan (8) standar pembiayaan.  


Dalam hal ini, setiap sekolah/madrasah harus mengacu pada regulasi yang dikeluarkan pemerintah, termasuk di dalamnya perkembangan mutakhir terkait dengan keberadaan 8 SNP itu. Agar mudah terjaga dan terkontrol keberadaannya, sekolah juga bisa melakukan kajian rutin terkait 8 SNP dengan melibatkan seluruh komponen pendidikan, baik kepala sekolah, guru, siswa, pengawas pendidikan, hingga komite sekolah/masyarakat.


Kedua, pemenuhan kompetensi guru secara maksimal yakni (1) kompetensi pedagogik; (2) kompetensi kepribadian; (3) kompetensi sosial; dan (4) kompetensi profesional.  


Dalam hal kompetensi pedagogik, guru harus selalu mengasah dirinya terkait dengan kemampuan dalam mengelola pembelajaran. Guru jangan berhenti untuk belajar dan harus selalu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Terlebih dijaman canggih seperti sekarang peserta didik mudah dalam mendapatkan pengetahuan, maka guru senyatanya harus lebih cerdas dan kritis. 


Sementara kompetensi kepribadian, guru harus memiliki suri teladan dan budi pekerti yang baik karena setiap tindakan dan ucapannya akan terus diingat peserta didik. Hal ini perlu dilakukan mengingat guru juga memikul tanggung jawab untuk membawa peserta didiknya patuh pada norma dan agama yang ada, selain juga memikul tanggung jawab menghantarkannya ketaraf kedewasaan dan kematangan bersikap. Dalam hal inilah sejatinya guru bukan hanya saja bertugas sebagai petransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga bertugas mentransfer yang terkait dengan sikap nilai kepribadian yang baik (transfer of values/attitude). Sekolah bersama semua guru wajib memberikan pendidikan yang mengarah pada pendidikan karakter tersebut.


Kompetensi sosial juga menjadi penting untuk tetap dikuatkan oleh setiap guru. Mengikuti kegiatan-kegiatan guru, menjadi anggota MGMP, tergabung kedalam komunitas-komunitas (organisasi) di masyarakat bisa membuat peran guru akan semakin kuat dan terasa lebih besar manfaatnya. Dalam komunitas masyarakat, nantinya guru akan lebih leluasa dalam mempromosikan secara langsung sekolahnya. Begitupun masyarakat akan mudah mengenal lebih jauh dan jelas tentang keberadaan sekolah yang dipromosikannya itu.  


Untuk kompetensi profesional, guru harus menghadirkan totalitas dalam kebekerjaannya. Apalagi mengingat hari ini pemerintah begitu memperhatikan kesejahteraan guru (meski dalam beberapa asfek belum) maka profesionalisme guru harus sudah menjadi sebuah identititas yang melekat baik. Bentuk pengabdian guru yang profesional akan membawa pada dirinya semangat bekerja, apalagi jika orientasi kebekerjaannya dibersamai dengan orientasi akhirat, maka semua yang dilakukan guru sejatinya tidak akan sia-sia. 


Ketiga, mengingat proses pendidikan peserta didik tidak sepenuhnya bisa dikelola dan tanggulangi oleh pihak sekolah, maka sekolah wajib menjalin mitra kerjasama misalnya bersama dengan orangtua/masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintahan. Pemantauan orang tua, pembinaan keagamaan oleh para pemuka agama, pembinaan sosial oleh kepolisian dan tenaga kesehatan terkait kenakalan remaja dan seks bebas penting untuk dilakukan. Dalam hal ini sekolah bisa mengadakan kerjasama secara berkala bersama mereka.  


Keempat, mengakomodir bakat minat peserta didik. Sejatinya, masyarakat itu menyekolahkan putera-puterinya menaruh harapan besar akan keberhasilan pendidikannya, sehingga menjadikan sekolah tertentu sebagai pilihannya. Oleh karenanya sekolah berkewajiban menjaga kepercayaan masyarakat. Salah satu caranya yaitu cermat mendeteksi sejak dini kemampuan akademik non akademik peserta didiknya. Melakukan pembinaan atas apa yang dimiliki peserta didik akan mampu memberi rasa aman para orang tua. Pemberian rewards bagi peserta didik berprestasi juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan. 


Kelima, yang tak kalah pentingnya juga agar sekolah mampu bertahan bahkan meningkat secara kualitas dan kuantitas adalah melakukan study banding terhadap sekolah-sekolah yang dianggap matang, favorit atau sukses. Banyak sekolah yang baru berdiri, namun cermat dalam melakukan perubahan dan perbaikan perlahan akhirnya berubah menjadi sekolah unggulan. Bagi sekolah unggulan, keberhasilan PPDB tidak diukur oleh sejauh mana banyaknya peminat, namun diukur dari seberapa banyak orang yang mau belajar dengan baik. Sementara banyak juga sekolah yang sudah lama berdiri, karena tidak cermat dalam melakukan perubahan dan perbaikan akhirnya gulung tikar. Inilah yang kiranya tidak diinginkan oleh semua pihak. Dengan study banding, paling tidak setiap sekolah akan memahami apa kekurangan dan apa yang sejatinya harus dilakukan sehingga perkembangan kemajuan sekolahnya akan mengarah kepada hal yang lebih baik.


Terakhir, penting menjalin silaturahmi dan kerjasama bersama para alumni. Terlebih bagi sekolah yang sudah berdiri lama, keberadaan alumni sangat mempengaruhi maju mundurnya sekolah. Kerjasama yang dijalin secara berkala akan menguatkan emosional alumni dengan sekolah. Ikatan emosional itulah kelak yang akan menjadi perhatian mereka terhadap sekolahnya, terlebih jika para alumni itu menduduki posisi-posisi penting dalam dunia pekerjaannya. Kita bisa mengambil contoh pesantren-pesantren besar mampu bertahan bahkan meningkat secara kualitas dan kuantitas karena didukung oleh para alumninya. 


Salah satu manfaat yang dapat diambil jika sekolah sudah mampu menjalin komunikasi yang baik dengan para alumni, maka dalam proses promosi dan sosialisasi sekolah dalam PPDB misalnya, akan sedikit terbantu. Tidak menutup kemungkinan juga, berkat hubungan emosional yang baik antara sekolah dan alumninya, kelak di kemudian hari yang menjadi peserta didik di sekolahnya itu adalah generasi-generasi dari para alumni tersebut. 


Alhasil, keberhasilan dunia pendidikan dalam satu lembaga pendidikan sejatinya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti telah disebutkan di atas. Keberhasilan dunia pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, terlebih bagi mereka yang mengandalkan hidupnya dari dunia pendidikan. Semoga! 


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga pendidik