Ekonomi

Peluncuran Koperasi Merah Putih: Solusi Nyata atau Sekadar Simbol Pembangunan?

Rabu, 23 Juli 2025 | 07:00 WIB

Peluncuran Koperasi Merah Putih: Solusi Nyata atau Sekadar Simbol Pembangunan?

Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri peluncuran Kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. (Foto: Instagram @prabowo/ Tim Media Presiden).

Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan 80 ribu koperasi desa/kelurahan merah putih. Peluncuran yang dilakukan di Klaten Jawa Tengah pada Senin 21 Juli 2025 menandai babak baru kelembagaan koperasi desa yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.


Dasar hukum pendirian koperasi tersebut adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 adalah strategi nasional untuk membentuk 80.000 koperasi desa/kelurahan merah putih di seluruh Indonesia. Inpres juga menyebutkan bahwa tujuan pendirian koperasi tersebut adalah (1) Memperkuat swasembada pangan dan pemerataan ekonomi, (2) Menjadikan desa sebagai pilar pembangunan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045, dan (3) Mengoptimalkan potensi desa melalui koperasi yang menyediakan layanan seperti sembako murah, klinik desa, simpan pinjam, cold storage, dan logistik desa.  


Sementara itu esensi Koperasi Merah Putih terletak pada semangat gotong royong dan kekeluargaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui prinsip ekonomi kerakyatan. Koperasi ini juga bertujuan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi desa, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja baru. Melalui koperasi desa/kelurahan merah putih bukan hanya sekadar lembaga usaha, tetapi juga wadah kebersamaan yang mengedepankan nilai-nilai kebangsaan dan keadilan ekonomi. 


Koperasi Sebagai Basis Pendulum Ekonomi 


Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan bahwa pera triwulan I/2025, perekonomian Indonesia pada Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp5.665,9 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp3.264,5 triliun. Angka pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,87 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan Perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,52 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 6,78 persen.


BPS juga menyeburkan bahwa ekonomi Indonesia triwulan I/2025 terhadap triwulan IV/2024 terkontraksi sebesar 0,98 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Pendidikan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 8,45 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 39,89 persen. Sementara kelompok provinsi di Pulau Jawa mendominasi struktur dan kinerja ekonomi Indonesia secara spasial dengan kontribusi sebesar 57,43 persen dan kinerja ekonomi yang mencatat pertumbuhan 4,99 persen (y-on-y).


Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja RI, mencatat hingga pertengahan Mei 2025 ada 26.455 kasus PHK. Angka ini meningkat dibandingkan dengan data bulan Januari 2025 yang mencatat 3.325 kasus. Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat angka PHK yang jauh lebih tinggi, yakni sekitar 73.992 kasus per 10 Maret 2025. 
Kelesuan ekonomi Indonesia juga tergambar dari adanya tren penurunan daya beli masyarakat yang terjadi semenjak tahun 2024 lalu. Hingga pertengahan tahun 2025, fenomena deflasi, penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang menurun menjadi indikasi adanya pelemahan daya beli. 


Kondisi yang demikian sepertinya yang membuat OECD dan Bank Dunia, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 4,7-4,8 persen. Perlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perlambatan investasi, melemahnya permintaan ekspor, dan tekanan inflasi yang mempengaruhi daya beli masyarakat. 


Dalam kondisi kelesuan ekonomi Indonesia yang demikian, langkah terobosan melalui koperasi desa/kelurahan merah putih membuka secercah harapan, khususnya menyangkut percepatan perbaikan kinerja ekonomi Indonesia, yang dimulai dari desa atau kelurahan.


Fakta bahwa liberalisasi ekonomi yang sudah massif sampai ke pelosok desa, praktek kartel dan tengkulak yang mengerogoti ekonomi masyarakaat pedesaan, ditambah dengan beragam kebijakan liberalisasi ekomoni yang cenderung kebablasan seolah memberi gambaran mengenai semerawutnya peta jalan ekononi Indonesia saat ini. Oleh karenanya hadirnya koperasi desa/kelurahan merah putih bisa menjadi pendulum ekonomi masyarakat dan bangsa di tengah kesemerawutan tersebut.


Diakui atau tidak, era industrialisasi Indonesia tahun 1970/1980-an, serta gelombang modernisasi ekonomi pada awal tahun 2000-an telah mendorong evolusi ekonomi Indonesia ke arah eksternal. Indikatornya adalah kecenderungan untuk menjadikan perkotaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi, urbanisasi secara massif dan besar-besaran dari desa ke kota, serta konsentrasi pembangunan yang cenderung di pusat-pusat kota. 


Lahirnya Undang-Undang (UU)  Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan tujuan pembangunan desa dengan titik berat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Memang menjadi angin segar bagi tata kelola pemerintahan desa yang lebih akuntabel dan transparan. Dimana perbaikan tata kelola ini banyak menyentuh aspek pada peningkatan kualitas Aparatur Pemerintah Desa dan BPD, penguatan peran dan fungsi kelembagaan kemasyarakatan serta penguatan masyarakat desa. Namun UU No 6 Tahun 2024 yang juga mengamanatkan pembentukan BUMDes, manfaatnya belum begitu nyata dirasakan oleh warga masyarakat.


Dengan demikian, hadirnya koperasi desa/kelurahan merah putih harus menjadi momentum untuk melanjutkan reformasi tata kelola pemerintahan desa, bukan semata-mata pada aspek peningkatan kualitas aparatur dan kelembagaan masyarakat desa, tetapi yang lebih nyata adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui peningkatan kualitas hidup, daya saing produk, optimalisasi potensi, serta sistem membangun sistem kemandirian ekonomi masyarakat desa yang berbasis pada potensi yang dimilikinya sendiri.


Dalam konteks yang demikian, maka sebuah esensi yang muncul dari koperasi desa/kelurahan merah putih adalah menjadikannya sebagai basis pendulum ekonomi nasional, di tengah pelemahan ekonomi global, serta gejolak dunia internasional yang masih belum memiliki kepastian.


Koperasi desa/kelurahan merah putih sebagai pendulum ekonomi nasional, sama artinya dengan menghadirkan koperasi sebagai regulasi.kebijakan ditengah gelombang liberalisasi ekonomi, yakni koperasi sebagai poros kebijakan dan kegiatan ekonomi antara dua porios utama, liberalisasi dan protektif. Tentunya ibarat kran air, buka tutup poros ada pada kebijakan koperasi ditingkat desa itu sendiri sesuai dengan kondisi factual yang terjadi di lapangan.


Dalam konteks ini, koperasi desa/kelurahan merah putih akan berperan sebagai swing of pendulum, dengan memainkan peranan di bidang ekonomi melalui kegiatan lalu lintas perekonomian masyarakat desa, dengan mempertimbangkan dua aspek utama, yakni (1) internal, yang meliputi dukungan SDA, potensi desa, dukungan SDM, dukungan pasar, dukungan logistic dan suplay chain, dan (2) factor eksternal yang antara lain adalah perkembangan teknologi, digitalisasi, dukungan pembiayaan dari pihak ketiga, potensi pasar di luar daerah, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Guerras-Martín (2014) yang menyebutkan bahwa pendulum ekonomi mencerminkan kemampuan tingkat analisis yang lebih makro, yaitu kondisi lingkungannya, serta tingkat yang analisis yang lebih mikro, yaitu individu dan hubungan mereka di dalam komunitas.


Jika hal demikian bisa berjalan optimal, bukan tidak mungkin cita-cita mulai melalui koperasi desa/kelurahan merah putih, akan mampu untuk menghadirkan pembangunan desa yang mengarah pada pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di tingkat desa/kelurahan, mendorong pengembangan perdesaan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi serta mendorong keterkaitan antar desa untuk membangun suplay chain sebagai dasar ketahanan dan kemandirian ekonomi desa.


Dr Eko Setiobudi, SE, ME, Dosen Ekonomi dan Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Limusnunggal, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor.