Opini

Simbol Tritangtu pada Logo RSUD Welas Asih

Rabu, 16 Juli 2025 | 14:25 WIB

Simbol Tritangtu pada Logo RSUD Welas Asih

Logo RSUD Welas Asih. (Foto: web RSUD Welas Asih Provinsi Jawa Barat).

Betul saja apa yang dimaksudkan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), soal alih nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan menjadi Welas Asih sebagai bagian untuk lebih membumikan institusi dengan  budaya lokal masyarakat sekitarnya. 


Diharapkan, dengan lahirnya nama baru Welas Asih, rumah sakit ini tidak hanya akan menjadi rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan maksimal pada masyarakat, melainkan juga sebagai rumah penyembuhan yang hangat dan humanis bagi seluruh insan manusia sebagaimana yang tergambar dalam simbol barunya itu.


Dalam satu kesempatan, KDM mengungkapkan makna di balik simbol Welas Asih. Sebagaimana diketahui logo/simbol baru yang dipakai rumah sakit Welas Asih adalah logo yang didominasi siluet kujang Sunda dan kaligrafi Islam. 


Menurut KDM, gambar kujang dengan tiga lubang di punggungnya melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan. Di bawah kujang, terdapat simbol menyerupai rahim yang mempunyai makna sebagai perempuan, perempuan  pemberi kehidupan. Simbol dalam gambar yang menyerupai rahim terdapat pasangan tiga titik.  KDM menyebutnya, tiga titik pertama sebagai Tritangtu Sunda yang mengandung arti tiga kepemimpinan Sunda: resi, ratu, rama. Sementara tiga titik kedua yakni mengandung arti tiga falsafah Sunda tekait kelestarian alam: gunung kaian, lengkob awian, lebak sawahan. Pada dasarnya jika dibaca lebih dalam, tiga pembagian wilayah ini juga mengandung arti Tritangtu. 


Di dalam siluet kujang terdapat kaligrafi Arab bertuliskan ar-Rahman ar-Rahim yang tentu berarti "Maha Pengasih Maha Penyayang". Sementara di antara siluet kujang dan simbol rahim terdapat lima titik berwarna merah. Menurut KDM,  lima titik artinya melambangkan lima siklus kehidupan manusia dan menggambarkan lima nilai Pancawaluya sebagai prinsip pelayanan rumah sakit yang cageur, bageur, bener, pinteur, dan singer. Namun, kalau dibaca lebih jauh, lima titik itu juga bermakna  sebagai rukun Islam atau papat kalima pancernya Sunda atau Jawa.


Bagi saya yang menarik dari logo Welas Asih tentu Tritangtu yang kemudian menjadi bagian dari makna logo rumah sakit. Bagi orang Sunda, penting untuk memahami Tritangtu. Memahami Tritangtu sama artinya dengan menyelami jati diri Sunda yang sesungguhnya. 


Secara sederhana Tritangtu diartikan sebagai tiga kesatuan. Kesejahteraan, kedamaian, keselamatan, serta kesempurnaan hidup manusia, menurut leluhur Sunda harus mengacu pada Tritangtu itu sendiri. Karena Tritangtu merupakan satu kesatuan, maka dalam realitasnya tidak dikenal dominasi tertentu karena yang dikenal hanyalah harmoni dari dua hal yang bertentangan subtansinya. Misalnya kategori luar dan dalam ditengahi oleh kategori tengah. Tengah di sini berfungsi sebagai penyatu, harmoni dan gabungan dari dua subtansi yang berbeda, dalam dan luar. 


Itulah yang kemudian dilakukan KDM,  dirinya sadar bahwa keberadaan RSUD Al-Ihsan yang awal mula di dirikan oleh para tokoh Islam yang kemudian pengelolaannya dibantu pemerintah perlu mendapatkan penataan yang lebih maksimal. Penggantian nama dari Al-Ihsan menjadi Welas Asih harus dipahami sebagai bagian untuk mengoptimalkan peran rumah sakit yang kemudian mampu mendekatkannya dengan masyarakat setempat.


Simbol Sunda dan Islam yang masih menjadi bagian logo rumah sakit mengisyaratkan pada dua subtansi yang berbeda Sunda dan Islam atau Dalam dan Luar. Lalu siapa yang menjadi penengahnya? Tentu penengahnya adalah pemerintah yang diperankan oleh gubernur. 


Dari pola tersebut kemudian didapat tiga kesatuan: Sunda-Islam-Pemerintah. Sunda diwakili oleh masyarakat penyangga rumah sakit yang kemudian dipertegas dengan nama Welas Asih; Islam diwakili oleh para pendiri yang berasal dari kalangan ulama yang kemudian direfresentasikan melalui nama Al-Ihsan; dan pemerintah diwakili oleh Gubernur KDM. 


Dari sini kita bisa memahami bahwa tidak ada yang dominan secara penuh untuk memiliki rumah sakit tersebut. Semuanya saling terkait dan mempunyai andil yang sama dalam pelestariannya. Baik pihak yayasan maupun pemerintah tidak serta merta mempunyai kewenangan mutlak atas keberadaan rumah sakit tersebut. 


Satu hal yang perlu diapresiasi, pasca penjelasan makna logo rumah sakit Welas Asih yang diutarakan KDM, pihak yayasan Al-Ihsan mengatakan bahwa logo yang baru atas rumah sakit Welas Asih sangat lengkap dan menggambarkan kondisi rumah secara keseluruhan. Dari sini kita bisa menangkap telah terjadi harmoni dan keselarasan di antara dua institusi, institusi pemerintahan dan yayasan. 


Selanjutnya, jika diadaptasikan pada konsep silih asah, silih asih, silih asuh pun, keberadaan rumah sakit Welas Asih secara umum seolah menemukan relevansinya. Siapa yang memberikan asah, asih, dan asuh sangat jelas. Tampaknya ke depan, meskipun sudah berganti nama, rumah sakit Welas Asih akan tetap menjadi pelayan yang asih menjadi poin utamanya. Rumah sakit Welas Asih akan tetap menjadi rumah yang akan melayani manusia tanpa batas sekat identitas. Ia pun akan terus mengulurkan tangannya kepada mereka yang menderita tanpa memandang latar belakangnya.  


Alhasil, pergantian nama Al-Ihsan menjadi Welas Asih pada hakikatnya menjadi bagian untuk mengaktualisasikan pesan-pesan langit agar lebih membumi di masyarakat. Memang sebuah nama tak akan berarti jika tidak mengandung kebermanfaatan di dalamnya. Sebaliknya, sebuah nama juga akan lebih berarti jika di dalamnya mengandung nilai budaya masyarakat penyangganya. Hal inilah yang kemudian terjadi pada perubahan rumah sakit Al-Ihsan menjadi Welas Asih. 


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut