Kuluwung

Ritual Mulud di Cinunuk Garut: Shalawat Terebangan

Kamis, 28 Agustus 2025 | 08:27 WIB

Ritual Mulud di Cinunuk Garut: Shalawat Terebangan

Sejumlah masyarakat saat memainkan terbangan dengan lantunan shalawat di bulan maulid. (Foto; NU Online Jabar/Rudi Sirojudin Abas).

Rabiul Awal atau orang Sunda dan Jawa menyebutnya Mulud kerap dijadikan momen oleh umat Islam untuk menggelar kegiatan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.


Banyak ragam kegiatan dilaksanakan baik yang bersifat umum maupun khusus. Ada yang merayakannya dengan sekedar membaca syair Barzanji, mengundang para penceramah yang disaksikan oleh banyak jemaah, dan ada pula yang dikemas dalam kegiatan yang sifatnya khusus berbentuk ritual yang pelaksanaannya terikat dengan persyaratan yang baku secara turun temurun. 


Ritual Grebeg Mulud (Keraton Yogjakarta), Panjang Jimat (Keraton Cirebon), Nyangku (Panjalu-Ciamis), dan Ngalungsur Pusaka (Godog-Garut) menjadi salah satu bentuk kegiatan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Inti kegiatan ritual ini adalah sama yakni selain untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, juga untuk mengenang para tokoh yang dianggap berjasa dalam menyebarkan agama Islam. Dalam kegiatan ini, tidak hanya dibacakan atau dikisahkan tekait dengan jejak atau teladan Nabi Muhammad SAW, melainkan juga dipakai untuk membasuh seluruh pusaka peninggalan kerajaan atau para tokoh yang dianggap berjasa dalam menyebarkan agama Islam. 


Begitu pula yang dilakukan oleh masyarakat Cinunuk, Wanaraja, Garut, terutama oleh keluarga besar Raden Wangsa Muhammad atau yang dikenal dengan nama Pangeran Papak. Dalam rangka memuliakan bulan Mulud sekaligus memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, mereka mempunyai satu tradisi yang tetap lestari dan diwariskan secara turun temurun yakni Ritual Mulud. Ritual Mulud ini berbeda dengan ritual-ritual lainnya karena waktu pelaksanaannya terakumulasi dalam waktu satu bulan yang terdiri dari Mapag Mulud, Ngebakeun Pusaka, Nyipuh, dan Jajap Mulud. 


Untuk Ngebakeun Pusaka ada dua sesi: pertama membasuh pusaka Pasopati pada malam 12 Mulud; kedua membasuh pusaka Duhung yang kini disimpan di keluarga besar Raden Letjen Ibrahiem Adjie. Begitupun Nyipuh, terbagi beberapa sesi (biasanya tiga sesi) sesuai dengan peruntukan masyarakat yang diberi mandat oleh keluarga besar Pangeran Papak untuk Nyipuh. Nyipuh sendiri merupakan diam diri di makam Pangeran Papak sambil membacakan ajian, ilmu, atau doa dalam hati yang pernah diberikan oleh keluarga Pangeran Papak kepada orang tertentu. Bagi orang yang tidak memiliki bagian Nyipuh tetap bisa mengikuti namun hanya sebatas berziarah biasa sambil membaca amalan-amalan ziarah.


Seluruh kegiatan Ritual Mulud di Cinunuk dilaksanakan pada malam hari, kecuali Ngebakeun Pusakan Duhung yang dilaksanakan pada siang hari sesuai dengan waktu yang disepakati oleh keluarga besar Raden Letjend Ibrahim Adjie. 


Ritual Mulud di Cinunuk dilaksanakan masing-masing dalam setiap pekan di bulan Mulud. Sama seperti ritual Mulud yang lainnya, Ritual Mulud di Cinunuk digelar tidak hanya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan juga untuk mengenang perjuangan tokoh yakni Pangeran Papak yang dipercaya sebagai orang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Cinunuk khususnya. 


Shalawat Terebangan


Ritual awal yang dilakukan oleh keluarga besar Pangeran Papak dan masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dalam menyambut bulan Mulud yakni menyambutnya dengan ritual berbentuk Shalawat Terebangan. Waktu pelaksanaannya digelar pada Malam Jum’at terakhir menjelang tiba bulan Mulud. Artinya pelaksanaannya pada Malam Jum’at terakhir di bulan Safar. Waktu pelaksanaannya digelar pada malam hari setelah pada sore harinya pihak keluarga terlebih dahulu berziarah ke makam Pangeran Papak yang berada di komplek pemakaman Cinunuk.


 


Selepas Magrib, masyarakat mulai berdatangan ke komplek rumah keluarga besar Pangeran Papak. Pada saat yang sama, pihak keluarga sudah siap-siap untuk menyambut kedatangan para masyarakat. Masyarakat yang datang terdiri dari pria dan wanita, remaja, dewasa, dan orang tua. Tak sedikit dari mereka, terutama para orang tua yang membawa anak-anaknya yang masih kecil untuk menyaksikan ritual Shalawat Terebangan. Kebanyakan masyarakat tampak ada yang membawa hasil dari bumi berupa umbi-umbian, beras, dan yang lainnya yang diberikan kepada keluarga besar Pangeran Papak. Pada saat yang sama juga, keluarga besar Pangeran Papak telah menyiapkan hidangan makanan yang diperuntukkan kepada masyarakat yang datang. 


Tak lama kemudian, datang para pemain Shalawat Terebangan sambil membawa alat musik (waditra) dengan berpakain serba putih lengkap dengan iket kepala. Sama seperti halnya masyarakat, para pemain Shalawat Terebangan juga terlebih dahulu mendatangi keluarga besar Pangeran Papak untuk sekedar memberikan sembah hormat. 


Waktu pun beranjak Isya. Semua yang hadir melaksanakan shalat Isya di samping mushala dekat rumah keluarga besar Pangeran Papak. Selepas shalat, para pemain Shalawatan Terebangan beranjak menuju Balandongan dan bersiap siap mengatur posisi dan memeriksa kesiapan alat musik yang akan dibunyikan. Alat musik yang mendominasi adalah Terebangan, meskipun ada juga Angklung, Gong, Kecapi, dan Rebab. Dalam pertunjukan Shalawat Terebangan, para pemain dalam pelaksanaannya tidak melakukan latihan sedikit pun. Apa yang dimainkan hanya yang diingat oleh para pemain. Meskipun demikian, pada saat pertunjukan, aturan ritme dan pola permainan tidak keluar dari estetika permainan seni sebagaimana semestinya. 


Sementara masyarakat sudah mengatur posisi tersendiri untuk menyaksikan gelaran ritual Shalawat Terebangan. Ada juga masyarakat yang membantu pihak keluarga menyiapkan berbagai hasil bumi berbentuk olahan tradisional, umbi-umbian, buah-buahan, minuman tradisional, masakan tradisional lainnya seperti burayot, ketan, bugis dan sejenisnya. Semua jenis makanan ini, disimpan di tengah-tengah pertunjukan dikelilingi oleh para pemain. 


Setelah semua perlengkapan lengkap, keluarga besar Pangeran Papak yang dituakan berada di atas panggung pertunjukan (Balandongan). Setelah menghaturkan sambutan atas nama keluarga besar Pangeran Papak, pertunjukan pun dimulai diawali dengan pembacaan rajah pantun dan tawassul oleh juru pantun. Bersamaan dengan pembacaan rajah dan tawassul, asap kemenyan (dupa) dalam parupuyan pun dibakar dan asapnya yang harum semerbak wangi menyelimuti seluruh orang yang hadir. 


Juru pantun pun kemudian membacakan syair atau wawacan karya Pangeran Papak yang kemudian disambut oleh syair koor dari para pemain yang lainnya. Setelah itu, baru juru pantun kedua membacakan syair Banrzanji. Pada saat syair Barzanji dibacakan, para pemain Shalawatan Terebangan menghentikan permainannya. Selepas beberapa bagian syair Barzanji dibacakan, juru pantun pertama kemudian melanjutkan dengan menghabiskan syair wawacan Pangeran Papak bagian pertama. Selepas itu, semua masyarakat yang menyaksikan beranjak dari tempat pertunjukan sambil membawa botol, kompan, dan sejenisnya untuk berziarah ke makam Pangeran Papak yang dipimpin oleh kuncen makam dari keluarga besar Pangeran Papak.


Sementara itu, para pemain Shalawatan Terebangan terus memainkan dan melanjutkan bagian kedua dari wawacan Shalawat Terebangan.


Sebelum berziarah, masyarakat mengisi kompan, botol, ataupun yang sejenisnya dengan air yang diambil pada mata air Cimora yang letaknya berada di pertemuan dua sungai (Cimalaka dan Cisangkan) yang posisinya berada sebelum tempat penziarahan. Selain mengambil air, masyarakat juga ada yang memanfaatkan air Cimora dengan berwudhu dan mandi. 


Proses ziarah pun berlangsung dipimpin oleh kuncen makam. Jika masyarakat banyak, prosesi ziarah dibagi beberapa sesi. Selepas berziarah masyarakat kemballi ke tempat pertunjukan Shalawat Terebangan dan menyimpan air yang ada pada boto, kompan di tengah-tengah pertunjukan. Pemain Shalawat Terebangan terus memainkan hingga bagian keenam. Sama seperti pada bagian pertama, setiap bagian wawacan selesai bagian perbagian, kemudian disusul dengan bacaan syair Banrzanji. 


Setelah masyarakat kembali dari pelaksanaan ziarah dan Pertunjukan Terebangan sampai pada bagian ke enam, semua orang yang hadir baik masyarakat, pemangku hajat, serta pemain kemudian menyantap sesaji yang telah disediakan. Saat menyantap sesaji makanan, pertaunjukan Shalawat Terebangan berhenti sejenak. Mereka menganggap keberadaan sesaji yang disiapkan oleh pemangku hajat sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT atas rizki yang diberikan melalui perjuangan para karuhun Cinunuk.


Setelah semua yang hadir bersama-sama menyantap sesaji, pertunjukan Shalawat Terebangan kemudian dilanjutkan. Para pemain Terebangan menuntaskan bagian-bagian syair lagunya sampai berakhir. Seluruh bagian Shalawat Terebangan semuanya berjumlah 13 bagian. 


Sesekali dalam pembacaan syair, para masyarakat diajak untuk menyanyikan syair lagu secara bersama-sama. Disela-sela pembacaan syair Terebangan, juru tembang sesekali mendoakan semua yang hadir dengan harapan diberi kemudahan hidup melalui kecintaan terhadap seni Terebangan yang didalamnya terdapat sholawatan kepada Nabi Muhamamd SAW.


Penggalan doa juru pantun tersebut misalnya seperti pada kalimat “pamugi doa urang diijabah ku Alloh, kana kasehatan nana, mugi Alloh ngabales kana karidoan salira. Muga-muga ibu, bapak sing ikhlas ngaoskeun sholawat, muga-muga sing janten safaat”(mudah-mudahan doa kita diijabah oleh Allah, untuk kesehatannya, mudah-mudahan Allah membalas keikhlasan anda semua, mudah-mudahan shalawat yang dibacakan oleh ibu bapak semuadapat menjadi syafaat). 


Akhirnya pertunjukan Shalawat Terebangan berakhir setelah bagian terakhir dinyanyikan. Setelah itu, juru pantun meminta kepada masyarakat yang hadir, biasanya yang dituakan untuk membacakan doa yang diaminkan oleh semua yang hadir. 


Pertunjukan pun selesai. Jika pada awal perkembangannya, Shalawat Terebangan bisa selesai hingga menjelang adzan Shubuh. Namu pada saat ini karena beberapa pertimbangan dapat diselesaikan hingga pukul jam 12 malam. Masyarakat pun membubarkan diri dengan  tidak lupa berpamitan kepada keluaga besar Pangeran Papak. Pada sebagian masyarakat, ada yang berpamitan sambil memberikan amplop kepada keluarga besar Pangeran Papak. Pemberian amplop dimaksudkan sebagai tanda terima kasih atas jasa Pangeran Papak yang konon telah membuat desa mereka subur dan makmur. 


Begitu pun para pemain Shalawat Terebangan berpamitan kepada keluarga besar Pangeran Papak. Bedanya dengan masyarakat, justru para pemainlah yang diberi amplop oleh keluarga besar Pangeran Papak. Pemberian amplop kepada pemain hanya sekedar pengganti transportasi dan lelah karena mereka dianggaap tetap melestarikan Shalawat Terebangan. 


Untuk selanjutnya, pertunjukan Shalawat Terebangan akan kembali digelar pada Malam Jum’at terakhir di bulan Mulud dengan nama Jajap Mulud. Masyarakat yang akan hadir dan pemain Shalawat Terebangan dipastikan adalah orang yang sama yang hadir pada ritual Mapag Mulud.


Seiring dengan memudarnya perhatian masyarakat terhadap tradisi Sunda, tidak banyak yang dapat hadir dalam setiap pertunjukan Shalawatan Terebangan, termasuk warga Cinunuk sendiri. Hanya sebagian masyarakat yang masih menganggap pentingnya seni tradisi dan keberkahan akan adanya Shalawat Terebangan (termasuk masyarakat luar) yang sering hadir dalam menyaksikan pertunjukan Shalawat Terebangan. Satu kampung di luar Cinunuk yakni Cibatek, Banyureusmi yang hingga kini masih setia menyaksikan pertunjukan Shalawat Terbangan dan terlibat secara penuh dalam keseluruhan Ritual Mulud di Cinunuk. 


Berikut sebagian penggalan syair wawacan Pangeran Papak yang dalam pertunjukan sering dinyanyikan bersama-sama oleh pemain dan masyarakat yang hadir. Syair ini ditulis ulang secara latin oleh keluarga besar Pangeran Papak dan dibagikan dalam bentuk foto copy kepada masyarakat yang hadir. Untuk kepastian tulisan pada wawacan Pangeran Papak belum dapat diinformasikan jelas karena saking sakralnya untuk melihat dan menyentuh wawacan tersebut. 


Saurna
Rajah 
1.    A.    Ala Eka Ya Ala Alaina
        Ala Anbiya Ala Alaika
        Assalamu Alaika
A.    Alaika Ya Zainal Al Aladi Seleloh
Allohu Allah
Alai…ka Ya….. Zainal……Al Aladi Seleloh
Allohu Allah
B.    Seleloh Alaihi Wasalam
C.    Rodya Allohu An

Jeda (saat pengunjung ziarah)

2.    La Illaha Illalloh La Illaha Illalloh 
La Illaha Illalloh Muhammadarrosululloh
Alloh Muhammadarrosululloh
3.    A. Allohu An Alloh Alloh
    Allohu An Alloh Alloh
B. Allohu An Alloh Alloh
    Allohu An Robbuna Alloh
4.    Solatun Ae Al Aladi Amina
Hae Hewa Mursa Mursalina
Hae Hewa Mursa Mursalina
E… E… E… Mursa Mursalina
5.    Ae Sollu Sollu Ala Nabi Muhammad Nabiyil Ummi
Rosiun Alloh Rowiyun
Rosulun Alloh Muhammad
6.    Allohu Allohu Allohu Allohu Allohu Allohu 
Ya Holikul Al Basari
7.    A. La Ilaha Ilalloh La Ilaha Ilalloh La Ilaha Ilallo
     Muhammadarrosululloh Alloh Muhammadarrosululloh
     B. Ya Nabi salam Alaika Ya Rosul salam Alaika
     Ya Habib Salam Alaika Solawatulloh Alaika
C. Ula Ula Illaha Illalloh
Ula Ula Illaha Illalloh
Ari Muhamadarrosululloh
8.    Nabi Musa Kala Kalamulloh
Nabi Isa Rohu Rohululloh
Nabi Ibrohim Waliyulloh
Ya Muhammad Rosululloh
9.    Allohu Allohu Allohu Allohu Allohu
Allohu Allohu Allohu Allohu Tabarokallohu
10.    Allohu Allohu Allohu Allohuizla Waizlala
11.    Ya Sayya Giya Rosul
La Ilahi Huudiyadi Siwa Li Siwakowala
Ya Mola Ya Maola Wal Awali Wal Ahadi
Wal Awali Wal Ahadi
12.    Solatun Wataslimun Wa azka Tahi
Tahiyyatin Alal Mustofa Muhtar Bihori
Pari Pariyatin Ala Bihoiri Pariyatin
13.    Allohumma Solli Ala Muhammad Muhammad
Allohumma Solli Ala Sayidina Alloh Muhammad


Rudi Sirojudin Abas, peneliti makam keramat Pangeran Papak Cinunuk Wanaraja-Garut. Hasil penelitian dapat dilihat pada tesis “Religiusitas Masyarakat Cinunuk Garut dalam Struktur Ritual Mulud: Pascasarjana ISBI Bandung, 2019. (Tulisan di atas merupakan hasil pengalaman penulis sendiri saat sering mengikuti ritual Mulud di Cinunuk).