Makna dan Konfigurasi Struktur Pembangun Ungkapan Sunda Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh
Sabtu, 5 Juli 2025 | 07:00 WIB

Makna dan Konfigurasi Struktur Pembangun Ungkapan Sunda Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh. (ILustrasi: NU Online Jabar/freepik).
Rudi Sirojudin Abas
Kontributor
Dalam satu kesempatan, ketua umum Paguyuban Pasundan, Prof Didi Turmudzi, mengungkapkan makna silih asah, silih asih, silih asuh.
Menurutnya, ungkapan yang berasal dari pemikiran masyarakat primordial Sunda yang kemudian menjadi kosa kata umum dalam bahasa Indonesia itu merupakan sebuah kearifan lokal sebagai ekspresi diri serta perwujudan kepribadian dari komunitas masyarakat Sunda yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan antarmanusia dalam masyarakat yang hidup saling ketergantungan dengan tidaķ melupakan jati diri dan habitatnya sebagai kesadaran yang harus dibangun oleh para anggota masyarakat pendukungnya.
Selain itu, makna ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh itu mengandung arti sebagai pola pikir untuk membangun nilai kebersamaan demi mewujudkan masyarakat yang tenteram, adil, dan sejahtera. Ungkapan ini juga bertujuan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, dimana esensi nilai kebersamaan yang dimiliki masyarakat akan mampu menjadi benteng dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang bisa datang kapan saja.
Ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh menurut Jakob Soemardjo (2009:337) merupakan sebuah ungkapan yang berasal dari kehidupan masa lampau masyarakat Sunda. Oleh karena itu, untuk mengetahui makna terdalam dan konfigurasi struktur pembangunnya maka harus dikembalikan pada ekologi dan pemikiran Sunda masa lampau juga.
Masyarakat lampau Sunda dalam menjalani bahtera kehidupan sehari-harinya tidak terlepas dan selalu memegang teguh pola pikir Tritangtu. Tritangtu bisa diartikan sebagai tiga kesatuan. Produk budaya orang Sunda, baik itu soal seni, makanan, membangun rumah, pertanian, politik, hukum, sosial, keagamaan, dan yang lainnya selalu dibangun dengan struktur pola tiga kesatuan. Demikian pula untuk ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh struktur pembangunnya juga adalah Tritangtu Sunda itu sendiri.
Jakob Soemardjo dalam hal yang sama menyebut bahwa ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh merupakan sebagai bagian dari konsep Trias Politika Sunda. Silih asah maksudnya saling mengasah, saling mempertajam, dan saling mendalami makna. Tentunya ada yang mengasah dan ada yang diasah. Kemudian pertanyaannya, siapa pengasahnya dan siapa yang diasahnya? Untuk menjawab persoalan ini kita mesti masuk pada realita sejarah secara diakronik masyarakat Sunda primordial yang pada saat itu dijalankan oleh masyarakat Sunda pedalaman (baca: Baduy).
Masyarakat Baduy dalam menjalankan kehidupannya memakai tiga hunian sebagai tempat tinggal yakni kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Cikeusik adalah kampung paling tua (indung) yang berperan sebagai pemegang mandat atau pewaris norma-norma adat dari karuhun. Artinya Cikeusik adalah pemilik mandat kekuasaan. Namun pemilik ini tidak menjalankan mandatnya, akan tetapi menyerahkan peran pemeritahannya yang berdasar pada norma-norma sakral itu kepada Cikertawana (si bungsu). Sementara Cibeo (anak (sulung) berperan sebagai penjaga indung dan si bungsu.
Dengan berpijak pada struktur Tritangtu Sunda dalam hal ini struktur kampung beserta peran dan tugasnya sebagaimana disebutkan di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa Cikeusik merupakan pemilik mandat kekuasaan yang sekaligus sebagai yang pemberi asah kepada kampung lainnya. Cikertawana merupakan penerima/pelaksana mandat yang bertugas sebagai pemberi asih, pembuat kebijakan, pengelola, dan penyatu. Sementara Cibeo berperan sebagai pengasuh, pelindung, dan pejaga. Dengan demikian, ungkapan silih asah, silih asih, dan silih asuh, konfigurasi strukturnya dapat menjadi Cikeusik, Cikertawana, Cibeo. Cikeusik sebagai pengasah, Cikertawana sebagai pengasih, dan Cibeo sebagai pengasuh.
Meskipun ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh berasal dari alam pikiran masyarakat Sunda primordial yang kadang oleh sebagian manusia modern dianggap udik, tradisi, maupun kuno, namun tetap relevan digunakan sebagai bagian memperindah tatanan kehidupan sosial kemasyrakatan dan kenegaraan. Apalagi di zaman materialistis yang penuh persaingan sangat ketat, ungkapan ini seakan menjadi salah satu penawar yang tepat sehingga tugas manusia sebagai mandatoris Tuhan di muka bumi dapat terealisasikan sebagaimana mestinya.
Ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh mengajarkan kita bahwa yang pandai harus paham mengasah yang kurang pandai, yang kaya harus cermat mengasihi yang miskin, dan yang kuat harus teguh mengasuh kepada yang lemah.
Meskipun demikian, dalam realita di lapangan, tak banyak orang, individu atau lembaga yang memiliki keseluruhan identitas yang merujuk pada silih asah, silih asih, silih asuh. Disinilah diperlukannya sinergitas, harmonitas di antara setiap pemilik identitas. Perbedaan-perbedaan identitas yang ada harus disatukan sesuai dengan peran yang dimilikinya dan meskipun berbeda namun akan saling melengkapi. Sejatinya, ungkapan silih asah, silih asih, silih asuh jika dipahami dan dimaknai secara lebih mendalam, relevansi dan urgensinya sesuai dengan norma dalam agama dan kepercayaan manapun.
Sebagai manusia yang berbudaya dan beragama, beruntunglah kita memiliki falsafah silih asah, silih asih, silih asuh yang juga akan selalu relevan dan tak lekang di makan zaman. Jika diperas lebih dalam lagi, ungkapan ini sejatinya juga bagian makna menyeluruh dari falsafah Bhineka Tunggal Ika: meski berbeda-beda namun tetap satu kesatuan dan setiap individu atau identitas menjadi penguat bagi individu atau identitas yang lain.
Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut
Terpopuler
1
Koperasi Pertama Lahir di Ciparay Bandung
2
Kemenag Siap Cairkan BOP RA dan BOS Madrasah Triwulan Kedua 2025 Senilai Rp1,79 Triliun
3
Ziarah yang Terganggu: Refleksi Sosial atas Fenomena Peminta-Minta di Obyek Wisata Sunan Gunung Jati
4
Khutbah Jumat Singkat: Menghidupkan Takwa dalam Seluruh Aspek Kehidupan
5
Milad ke-14 Yayasan Mabdaul ‘Uluum Tsaani: Spirit Kebersamaan dan Peran Strategis Alumni Diteguhkan
6
Ummu Habibah Syam Terpilih Pimpin IPPNU Kota Cirebon Masa Khidmah 2025–2027
Terkini
Lihat Semua