• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

Mengenal Mbah Moen; Sosok Komplit di NU

Mengenal Mbah Moen; Sosok Komplit di NU
(Sumber Ilustrasi: NUO).
(Sumber Ilustrasi: NUO).

Oleh: KH Nadirsyah Hosen
Berbicara muktamar NU yang sebentar lagi insya Allah akan diselenggarakan pada akhir Desember nanti, ada baiknya kita merenungkan sosok agung panutan warga nahdiyyin; KH Maimoen Zubair. Sembilan puluh tahun adalah usia yang panjang. Namun tetap saja berita wafatnya KH Maimoen Zubair di tanah suci Mekkah saat itu menghentak kesadaran kita. 

Saat itu, smartphone GNH pun tak berhenti menerima pesan, baik lewat jalur pribadi maupun Whatsapp group, yang mengabarkan wafatnya Mustasyar PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama). Bahkan sejumlah sahabat non-Muslim pun menghubungi GNH menyatakan dukanya atas kepergian Mbah Moen.
GNH masih terbayang saat itu, ketika menerima berita duka. GNH terdiam sesaat. GNH pun langsung ingat Gus Ghofur, sahabatnya, yang merupakan salah satu putra Mbah Moen.

"Saya segera mengirimkan ucapan duka dan doa kepada Gus Ghofur. Setelah itu saya kembali terdiam," kenang GNH. 

Ingatan saya, kata GNH, melayang pada peristiwa Muktamar NU di Jombang tahun 2015. Ada momen kecil antara GNH dengan Mbah Moen.

Kala itu, ditemani Candra Malik (budayawan sufi) dan Muhlason (Rais Syuriah PCI NU Mesir), GNH menuju kursi deretan depan tempat KH Ahmad Mustofa Bisri, sang pejabat Rais Am, duduk menjelang pembukaan Muktamar. Setelah menyalami dan berbincang sejenak dengan Gus Mus, tiba-tiba Gus Mus menarik tangan GNH dan mengantarkannya ke kursi di mana Mbah Moen berada. Duduk di atas kursi roda, Mbah Moen berada di samping kiai sepuh lainnya, KH Zainuddin Djazuli (Ploso).

Langsung GNH cium tangan Mbah Moen bolak-balik seraya memperkenalkan diri dengan penuh ta’zhim: “Saya Nadir dari Australia, kawannya Gus Ghofur.” Mbah Moen tersenyum ramah dan tanpa disangka-sangka mengucapkan, “Terima kasih ya sudah mengundang Ghofur ke Australia tempo hari.”  

Beliau mengapresiasi bahwa pada tahun-tahun sebelumnya GNH mengundang Gus Ghofur bersafari Ramadhan ke Australia dan New Zealand.

Beberapa tahun sebelumnya saat Agus Maftuh Abegebriel ke Australia, beliau juga membawa salam Mbah Moen untuk GNH. Sosok yang kemudian menjadi Duta Besar RI di Arab Saudi ini mengabarkan bahwa Mbah Moen sendiri yang menceritakan bahwa Gus Ghofur bersahabat dengan GNH. Hal-hal kecil seperti ini rupanya menjadi perhatian Mbah Moen.

Mbah Moen wafat 6 Agustus 2019. Dan GNH merenungkan tentang sosok luar biasa ini terhadap PBNU. 
Mbah Moen ini sosok yang komplit di mata para kiai dan santri NU. Beliau bukan saja alim dalam ilmu keagamaan, pengasuh pondok besar, pembawaannya yang kalem dan adem, suaranya yang penuh wibawa, tapi juga seorang Kiai yang terlibat aktif di politik praktis.

Hebatnya, tidak seperti kiai lain yang kehilangan pengaruh atau berkurang simpati umat akibat terjun ke politik, sosok Mbah Moen justru sangat dihormati lintas tokoh, aliran, dan partai politik. Pesona beliau bukannya berkurang, tapi malah semakin moncer.

Muktamar NU akan dilangsungkan sebentar lagi, yaitu Desember, 2021. Saat ini euforia kemenangan sayap politik NU begitu kuat, setelah terpilihnya Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin di pemilihan presiden 2019. Suasana euforia ini diprediksi akan terus berlanjut di Muktamar PBNU 2021. Timbul kekhawatiran sementara pihak bahwa arah perjuangan dan pengabdian NU akan semakin terbawa arus politik praktis.
Sementara itu, NU akan segera memasuki era abad keduanya pada tahun 2026. Muktamar NU tahun 2021 sudah sewajarnya melakukan proyeksi ke depan bagaimana PBNU akan membawa umat Nahdliyin bersiap memasuki abad keduanya. 

Tantangan yang tengah dan kelak dihadapi NU tidaklah sama dengan tantangan yang dihadapi para ulama saat mendirikan NU tahun 1926. Dunia berubah demikian cepat dan ormas mana pun yang tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman akan menjadi fosil.

Kita patut menundukkan kepala berdoa untuk Mbah Moen. Kita merasakan bahwa wafatnya Mbah Moen seolah menandakan layar perjalanan NU dalam satu abad pertamanya akan segera berganti. Rentetan wafatnya kiai sepuh dalam lima tahun terakhir ini menandakan peralihan antargenerasi tengah berlangsung di tubuh NU.

Wafatnya Mbah Moen sangat pantas ditangisi oleh para kiai dan santri, namun selalu ada hikmah di balik duka nestapa. Kita akan segera melihat tampilnya sejumlah kiai muda yang siap melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan NU memasuki abad keduanya. Akan segera muncul Mbah Moen-Mbah Moen baru. Al-Fatihah

Sumber: FB Nadirsyah Hosen


Hikmah Terbaru