Rudi Sirojudin Abas
Kontributor
Jumhur ahli sejarah dan tafsir Al-Qur'an menyatakan bahwa jumlah keseluruhan ayat dari Al-Qur'an sebanyak 6666 ayat. Dari sekian banyak itu, kemudian dibagi menjadi dua kategori sesuai dengan tempat diturunkannya. Ayat yang turun di Makkah disebut Makkiyah, sementara yang turun di Madinah disebut Madaniyyah.
Keseluruhan ayat yang terakumulasi dalam 114 surat dan 30 juz sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw itu mempunyai dimensi, ruang, waktu, dan historis yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi realistis dan wajar mengingat kedua tempat (Makkah dan Madinah) selain mempunyai ciri khas jarak tempuh geografis yang jauh di antara keduanya, juga karakteristik masyarakat yang mendiaminya pun berbeda pula. Kultur masyarakat Makkah homogen, sementara kultur masyarakat Madinah heterogen.
Baca Juga
Islam dan Ilmu Pengetahuan
Akibat dari perbedaan itulah kemudian ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an menjadi variatif. Ada ayat yang bersifat umum (universal) dan ada ayat yang bersifat khusus (partikular). Ayat yang umum biasanya diawali dengan redaksi ya ayyuha an-anas, sementara ayat yang khusus biasanya memakai redaksi ya ayyuha al-ladzina 'amanu atau yang sejenisnya.
Selain itu, ayat yang diturunkan di dua tempat yang berbeda itu juga mempunyai urgensi yang berbeda-beda pula. Ayat Makkiyah fokus pada persoalan keimanan dan ketauhidan. Sementara ayat Madaniyyah lebih fokus pada persoalan akhlak, sosial, hukum, hingga budaya. Namun, meskipun demikian ada kalanya dari sebuah ayat mempunyai keterikatan dengan ayat-ayat yang lainnya.
Adanya keterikatan antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam Al-Qur'an dipicu karena adanya kepentingan menyeluruh dari Al-Qur'an. Keterikatan diantara sesama ayat juga dipengaruhi oleh keberadaan pemicu ayat diturunkan mengalami dua ruang yang berbeda. Sebagaimana diketahui, Nabi Saw dan banyak para sahabat hidup di dua tempat yang berbeda, Makkah dan Madinah. Oleh karena itu sangat beralasan jika ada ayat Al-Qur'an yang satu sama lain saling berkaitan makna dan interpretasinya.
Perbedaan tempat ayat diturunkan juga dapat menimbulkan adanya istilah nasikh wa mansukh atau rajih dan marjuh dalam ayat Al-Qur'an. Sepintas, adanya kondisi seperti itu memungkinkan satu ayat dapat hilang, tertunda, atau tidak relevan untuk digunakan. Padahal, jika kita teliti dan cermati seksama, ayat yang dinasakh sejatinya tetap menjadi satu ayat yang punya makna dan urgensi tertentu. Sebagai pemegang otoritas pemberi wahyu, tentu pula Allah SWT dalam menurunkan sebuah ayat Al-Qur'an sarat dengan makna. Menyikapi hal ini, semestinya kita mampu mengetahui dan memahami lebih jauh peta sejarah keselamatan setiap ayat secara utuh dan menyeluruh.
Kesalahan memahami teks Al-Qur'an misalnya terjadi pada satu peristiwa historis terkait dengan pertentangan antara khalifah Ali ibn Abi Thalib ra dan Mu'awiyah dengan munculnya kelompok Khawarij yang melakukan desersi dari kelompok Ali. Kelompok ini muncul akibat penolakannya atas takhim (perdamaian) yang disodorkan pihak Mu'awiyah kepada Ali.
Dalam pandangan Khawarij, Mu'awiyah dianggap sebagai penentang khalifah yang sah dan oleh sebab itu harus diperangi sampai binasa. Oleh karena itu, menurut mereka tahkim sendiri bertentangan dengan Al-Qur'an.
Ayat yang menjadi dasar kelompok Khawarij menyatakan bahwa tahkim itu tidak berlandaskan Al-Qur'an adalah Q.S an-Nisa [4]: 24 "siapa pun yang tidak berhukum kepada Al-Qur'an, maka mereka adalah kafir". Ayat ini yang kemudian menjadi pegangan kaum Khawarij untuk menganggap bahwa Mu'awiyah dan Ali sendiri kafir karena menyetujui peristiwa tahkim.
Satu jawaban penting yang keluar dari Imam Ali terhadap kelompok yang tidak setuju atas adanya tahkim yang perlu dipegang terkait perlunya ayat Al-Qur'an dipahami secara kontekstualitas adalah "bahwa Al-Qur'an tidak pernah membawa maknanya di atas pundaknya sendiri. Ia membutuhkan pembaca untuk menyampaikan maknanya. Pembaca dimaksud adalah manusia yang tidak sempurna. Maka pesan Al-Qur'an yang disampaikan pembancanya tidak lagi membawa kebenaran mutlak Al-Qur'an sekalipun Al-Qur'an sendiri mutlak benar."
Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok Khawarij tidak saja mengkafirkan pihak Mu'awiyah dan Ali, melainkan mengkafirkan siapa saja yang tidak sependapat dengan dirinya. Dari kelompok inilah sebetulnya awal mula munculnya kelompok Islam radikal yang kerap salah dalam memahami interpretasi Al-Qur'an dan menganggap semua kelompok di luarnya adalah kafir.
Dengan melihat kondisi seperti di atas, seseorang yang telah memahami teks sudah barang tentu mengerti di mana posisi dan konteks setiap tafsir atas teks. Artinya, satu ayat tidak mesti berlaku untuk seluruh hal. Oleh karena itu, menjadi tidak tepat ketika satu ayat misalnya, dipaksakan secara menyeluruh pada setiap permasalahan padahal sudah jelas setiap ayat yang diturunkan sudah sesuai dengan alasan atau asbabul nuzulnya.
Demikian pula halnya dengan klaim kebenaran dan tafsir atas ayat tertentu. Hendaknya dalam mengartikan terlebih menganalisis teks, yang harus dikedepankan adalah faktor sosio-kuktural teks itu diturunkan. Memaksakan pemahaman secara literal/tekstual pada sebuah teks dapat menjadikan teks itu terdegradasi, keluar dari makna yang sesungguhnya. Kesalahan terbesar dalam memahami teks Al-Qur'an adalah hanya mengartikan secara harfiah. Padahal setiap teks itu diturunkan, mempunyai makna yang tersurat dan tersirat.
Mengacu pada hal di atas maka sebuah teks dalam kitab suci sejatinya ditujukan bukan hanya sebagai respon atas kondisi atau permasalahan sosio-kultural pada masa teks itu diturunkan, melainkan juga sebagai solusi atas permasalahan yang akan timbul jauh setelah teks itu diturunkan. Wallahu'alam.
Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut
Terpopuler
1
H Dudu Rohman, Ketua PCNU Kota Tasikmalaya Resmi Dilantik Jadi Kakanwil Kemenag Jawa Barat
2
MTs NU Putri Buntet Bangga, Karya Gurunya Tampil di Pameran Sastra Nasional
3
Perlombaan Tradisional Meriahkan Peringatan HUT ke-80 RI di KBNU Limusnunggal
4
Antara Kenaikan Gaji DPR, Peran DPRD, dan Program Makan Bergizi Gratis: Sebuah Catatan Kritis
5
Lembaga Falakiyah NU Umumkan 1 Rabiul Awal 1447 H Jatuh pada Senin 25 Agustus 2025
6
Wamenaker Kena OTT KPK, Presiden Prabowo Dukung Proses Hukum Berjalan Sesuai Aturan yang Berlaku
Terkini
Lihat Semua