4 Permata Istimewa dalam Diri Manusia dan 4 Hal yang Dapat Menghancurkannya
Senin, 21 Juli 2025 | 08:12 WIB
Dalam khazanah Islam, manusia dipandang sebagai makhluk istimewa ciptaan Allah yang memiliki posisi tertinggi dibanding makhluk lainnya. Ia diciptakan dalam bentuk fisik terbaik, serta diberi anugerah luar biasa berupa perangkat ruhani seperti akal pikiran, rasa, dan karsa (kehendak). Tidak seperti malaikat yang hanya dibekali akal tanpa nafsu, hewan yang hidup mengikuti syahwatnya, atau setan yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu, manusia mengandung unsur ketiganya sekaligus.
Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan keistimewaan penciptaan manusia dalam surat At-Tiin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Ayat ini menegaskan bahwa manusia bukan hanya memiliki bentuk fisik yang sempurna, tetapi juga potensi spiritual yang tinggi. Namun, potensi ini bisa membawa manusia pada dua arah: kemuliaan atau kehinaan. Manusia dapat seperti malaikat yang patuh kepada Allah, seperti hewan yang hanya memuaskan hasrat jasmani, atau seperti setan yang terus mengingkari nikmat-Nya.
4 Permata dalam Diri Manusia
Keistimewaan manusia ini dijabarkan lebih lanjut oleh Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadis yang dikutip dalam Ihya’ Ulumiddin. Dalam hadis tersebut, Nabi menyebut adanya empat permata dalam tubuh manusia, yang menjadi inti kemuliaan dirinya:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَةُ جَوَهِرَ فِي جِسْمِ بَنِي آدَمَ يُزِلُهَا أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ أَمَّا الْجَوَاهِرُ فَالْعَقْلُ وَالدِّيْنُ وَالْحَيَاءُ وَالْعَمَلُ الْصَّالِحُ
“Ada empat permata dalam tubuh manusia yang dapat hilang karena empat hal. Empat permata tersebut adalah akal, agama, sifat malu, dan amal salih.”
Keempat permata tersebut merupakan anugerah ilahi yang memungkinkan manusia hidup mulia dan beradab. Berikut penjelasan masing-masing:
1. Akal
Akal adalah permata pertama dan menjadi fondasi dalam kehidupan manusia. Dengannya, manusia mampu membedakan yang baik dan buruk, yang hak dan batil, serta mampu mengarahkan dirinya pada kebenaran. Tanpa akal, manusia tak ubahnya seperti makhluk lain yang tidak mampu berpikir rasional.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Nashaihul ‘Ibad menyebutkan:
جَوْهَرٌ رُوْحَانِيٌّ خَلَقَهُ اللَّهُ تَعَالَى مُتَعَلَّقًا بِبَدْنِ الإِنْسَانِ يُعْرَفُ بِهِ الْحَقُّ وَالْبَاطِلُ
"Permata ruhani ciptaan Allah yang berada dalam jasad manusia untuk mengetahui sesuatu yang hak dan batil."
Dengan akal, manusia bisa memahami agama, menerima petunjuk, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Akal juga berperan sebagai pemimpin yang mengarahkan perilaku seseorang agar sesuai dengan nilai-nilai moral dan agama.
2. Agama
Permata kedua adalah agama, yang menjadi penuntun akal agar tidak menyimpang. Agama memberikan batasan, norma, dan aturan tentang apa yang pantas dilakukan manusia sebagai makhluk beriman. Ia menjadi pengarah dalam mengendalikan syahwat dan hawa nafsu.
Akal yang sehat akan menerima agama yang hanif (lurus), yakni agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan agama, seseorang bisa merasakan ketenangan lahir dan batin, serta mampu melahirkan kendali diri (sifat malu) dan buah amal salih.
3. Sifat Malu
Permata ketiga adalah sifat malu, yaitu rasa yang menjaga manusia dari perbuatan yang tidak pantas. Malu menjadi pengendali diri, pembatas antara akal dan nafsu. Tanpa rasa malu, manusia bisa terperosok ke dalam perilaku yang menyerupai hewan atau bahkan setan.
Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua jenis:
Haya’un nafsiyun, yakni rasa malu bawaan dari Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Contohnya seperti malu memperlihatkan aurat.
Haya’un imaniyun, yaitu rasa malu yang muncul karena kesadaran iman. Ini dijelaskan sebagai:
أَنْ يَمْنَعَ الْمُؤْمِنُ مِنْ فِعْلِ الْمَعَاصِي خَوْفًا مِنَ اللَّهِ
"Ketika seorang mukmin mampu mencegah dirinya untuk berbuat maksiat karena takut kepada Allah subhanahu wata'ala."
Sifat ini hanya dimiliki oleh orang beriman yang menggunakan akalnya untuk memahami perintah dan larangan Allah. Karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
الْحَيَاءُ مِنَ الْإِيْمَانِ
"Malu itu sebagian dari iman."
4. Amal Shalih
Amal shalih adalah buah dari ketiga permata sebelumnya. Ia adalah cerminan nyata dari pemahaman akal terhadap agama yang dikendalikan oleh rasa malu. Amal shalih adalah tindakan nyata yang baik, bermanfaat, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Namun, tidak semua orang yang memahami agama otomatis dapat menghasilkan amal shalih. Banyak yang menguasai ilmu agama, tetapi gagal mengendalikan nafsu dan syahwatnya. Akibatnya, mereka tidak beramal shalih, bahkan menyalahgunakan ilmu agama demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang yang fasih berbicara tentang agama, tetapi perilakunya jauh dari nilai-nilai agama. Mereka tidak menghasilkan amal shalih, melainkan justru maksiat yang dibungkus dengan label agama.
4 Ancaman Bagi Permata Manusia
Rasulullah ﷺ tidak hanya mengajarkan tentang pentingnya empat permata dalam diri manusia, tetapi juga memperingatkan tentang empat bahaya yang dapat menghancurkannya. Beliau bersabda:
فَالْغَضَبُ يُزِيلُ الْعَقْلَ وَالْحَسَدُ يُزِيلُ الدِّيْنَ وَالطَّمَعُ يُزِيلُ الْحَيَاءَ وَالْغِيْبَةُ يُزِيلُ الْعَمَلَ الصَّالِحَ
"Ghadlab (marah) dapat menghilangkan akal, hasad (iri dan dengki) dapat menghilangkan agama, thama’ (serakah) dapat menghilangkan sifat malu, dan ghibah (menggunjing) dapat menghilangkan amal shalih."
1. Marah (Ghadlab)
Dapat melenyapkan akal sehat. Ketika marah menguasai diri, seseorang bisa bertindak tanpa kendali, kehilangan pertimbangan, bahkan melakukan tindakan yang merusak diri dan orang lain.
2. Iri dan Dengki (Hasad)
Menjadi ancaman bagi agama. Sifat ini bisa mendorong seseorang untuk menolak kebenaran, menentang orang lain yang mendapat nikmat, bahkan merusak keharmonisan sosial atas dasar ketidakpuasan.
3. Serakah (Thama')
Dapat menghapus rasa malu. Ketamakan membuat seseorang rela mengorbankan harga diri, menghalalkan segala cara, bahkan menjadikan syahwat sebagai tuan dalam hidupnya.
4. Ghibah (Menggunjing)
Dapat menghapus amal shalih. Menggunjing orang lain, meski tampak ringan, ternyata memiliki efek yang besar. Ia bisa menggerogoti pahala amal yang telah dikumpulkan bertahun-tahun.
Keempat permata yang ditanamkan Allah dalam diri manusia bukanlah sekadar potensi, tetapi juga amanah yang harus dijaga. Akal, agama, rasa malu, dan amal salih adalah pilar-pilar utama yang membentuk kemuliaan manusia. Namun, keempatnya sangat rapuh jika tidak dibentengi dari empat musuh besar: marah, iri, serakah, dan ghibah.
Dengan menjaga akal dari kemarahan, agama dari kedengkian, malu dari ketamakan, dan amal dari lisan yang menyakiti, manusia akan tetap berada dalam fitrahnya sebagai makhluk yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk. Maka, marilah kita senantiasa menjaga dan merawat permata-permata itu sebelum ia hilang dan tak kembali.
Tulisan ini dikutip dari artikel Sukron Ma'mun, sebagaimana dimuat di NU Online.
Terpopuler
1
Hasil Drawing Kualifikasi Piala Dunia 2026 Round 4: Indonesia Masuk Grup Berat Bersama Irak dan Arab Saudi
2
Ceramah di Cianjur, KH Zulfa Mustofa: NU Tidak Butuh Orang Banyak Bicara, Tapi Orang yang Mau Bekerja
3
Gebyar Muharram 1447 H: PCNU Kota Bandung Launching Business Center, Bangun Kemandirian Ekonomi Umat
4
Indonesia Tanpa Pendidikan Swasta Ibarat Gurun yang Kosong
5
KBNU Limusnunggal Tuntaskan 250 Kegiatan Ke-NU-an di Semester I 2025, Ini Rinciannya
6
PCNU Majalengka Santuni 2.291 Anak Yatim Lewat Program "Riuh Senyum 1000 Anak Yatim"
Terkini
Lihat Semua