Taushiyah KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Kelemahan Sebagai Pemicu Kesuksesan

Selasa, 29 Oktober 2024 | 10:59 WIB

Kelemahan Sebagai Pemicu Kesuksesan

Kesuksesan (ilustrasi: NU Online).

Dalam kehidupan setiap diri manusia, pasti akan menjumpai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kenyataan itu adalah merupakan fitrah insan yang tidak bisa ditepis atau ditolak oleh setiap individu. Selaniutnya bagaimana sikap kita menghadapi kenyataan itu, yang akan menentukan masa depan untuk meraih kesuksesan atau terjerembab ke dalam kegagalan.


Bagi mereka yang mampu menghadapi kenyataan itu dengan penuh syukur dan menerima apa adanya, pasti akan bisa meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Sebaliknya bagi mereka yang tidak bersyukur sehingga terus menerus mengeluh dan meratapi kenyataan itu akan terjerembab ke dalam lembah kehinaan. Bagi mereka yang sukses dan meraih keluhuran di masa depan, akan menjadikan kekurangan yang dimilikinya sebagai pemicu untuk bangkit dan meraih kesuksesan.


Hafidz bin Dirham adalah seorang anak kampung, rumahnya jauh dari kota. Pada saat ia menyelesaikan sekolah tingkat pertamanya (SMP), setiap hari harus berenang menyeberangi sungai karena belum ada jembatan. Setelah tamat SMP, semua teman-temannya di kampung berangkat ke pesantren. Sedangkan Hafidz, karena orang tuanya sangat miskin, tidak mampu membiayai anaknya pergi ke pesantren.


Hafidz dinasehati oleh neneknya yang sangat bijak dan berwibawa untuk menjadikan kelemahan dan kekurangannya sebagai pemicu, agar bangkit dan meraih kesuksesan. Neneknya mengatakan: “Wahai Hafidz cucuku, janganlah kamu bersedih meskipun orangtuamu tidak mampu memberangkatkanmu ke pesantren. Jangan kamu ratapi itu, tapi bangkitlah kamu melalui kekurangan itu untuk meraih masa depanmu. Di kampung kita banyak kyai-kyai yang alim, belajarlah kamu kepada kyai-kyai itu dengan sungguh-sungguh. Kamu tidak akan kalah dengan teman-temanmu yang berangkat ke pesantren”.


Hafidz merengungi nasehat neneknya, kemudian ia sangat rajin belajar kepada kyai-kyai yang ada di kampungnya berbagai macam ilmu. Dia meminta kurikulum pesantren kepada salah seorang temannya. Dari kurikulum itu, ia belajar di kampungnya seperti Nahwu, Sharaf, Fiqih, Tauhid, Qiraah, Faraid, dan sebagainya. Pelajaran nahwu dan sharaf terus ia tingkatkan dari Kitab al-Jurumiyah, sampai Mutammimah, hingga Alfiyah Ibnu Malik. Ia menghafal Alfiyah di luar kepala dan dilanjutkan dengan Syarah Ibnu Aqil.


Dibidang sharraf, ia mempelajari dari kitab yang paling bawah hingga ke yang lebih tinggi. Selain pengajian-pengajian yang dilakukan, ia ikut diskusi-diskusi dan muhadarah dengan kyai-kyai di kampungnya. Dengan demikian, ia memiliki kemampuan untuk bermunadzarah, berceramah, dan perlombaan di berbagai disiplin ilmu lainnya.


Delapan tahun kemudian, ketika teman-temannya di pesantren telah lulus dan Kembali ke kampungnya, ternyata Hafidz tidak kalah dengan mereka, karena ia belajar sungguh-sungguh dan dengan penuh keprihatinan. Ketika ada kunjungan seorang ulama dari Timur Tengah ke kota kecamatan tempat ia tinggal, ternyata teman-temannya yang lain tidak ada yang berani menterjemahkan pidato ulama tersebut. Akhirnya Hafidz diminta oleh kyainya untuk menterjemahkan pidato keagamaan dari ulama Timur Tengah itu.


Semua orang berkomentar, luar biasa hafidz ini. Keterampilan menterjemahkan secara langsung mencapai kemampuan Sembilan puluh empat persen. Itu adalah kemampuan yang sangat tinggi. Hafidz kemudian ditabalkan oleh ulama-ulama setempat agar menjadi guru dalam berbagai ilmu agama. Kemudian ia dikenal sebagai seorang ulama yang sangat dikagumi oleh masyarakat secara umum.


Dari kasus ini, kita bisa melihat dari suatu kenyataan bahwa setiap kekurangan yang kita miliki bisa dijadikan sebagai pemicu untuk meraih kesuksesan di masa depan. Kekurangan yang dimiliki Hafidz bukanlah satu-satunya kekurangan. Banyak anak-anak muda lain yang memiliki kekurangan yang berbeda-beda.


Bangkitlah dari kekurangan itu untuk memicu dirimu meraih kesuksesan dan keberhasilan pada masa yang akan datang. Perhatikan syair berikut ini:


اِجْهَدْ وَلاَ تَكْسَلْ وَلاَ تَكُ غَافِلاً # فَنَدَامَةُ العُقْبىَ لِمَنْ يَتَكاَسَلُ


"Bersungguh-sungguhlah, janganlah kamu bermalas-malasan, dan janganlah kamu lengah. Penyesalan yang paling dahsyat di masa depan diperuntukkan bagi orang yang bermalas-malasan,".


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU