• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 23 April 2024

Taushiyah

KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Identitas Diri

Identitas Diri
Identitas Diri
Identitas Diri

Setiap orang pasti memiliki identitas dirinya masing-masing, sesuai kodrat dan iradatnya. Identitas merupakan karekteristik dan ciri khas yang membedakannya dengan manusia lain, sekaligus merupakan wujud dari kepribadiannya. Identitas, paling tidak memiliki tiga karakteristik, yaitu

  1. Adanya keyakinan dalam dirinya yang dipegang dengan teguh dan kuat.
  2. Adanya bahasa atau sistem komunikasi yang mampu mengungkapkan jati diri dan sifat-sifat yang dimilikinya, dan
  3. Adanya warisan budaya dan peradaban untuk jangka waktu yang panjang dan lama.


Setiap diri manusia, komunitas, masyarakat, suku, bangsa dan ras pasti memiliki identitas yang berbeda satu sama lain. Demikian juga antara seorang manusia dengan manusia lainnya.


Dengan demikian, identitas itu merupakan karakteristik yang sangat banyak dan sangat luas. Seorang muslim memiliki identitas yang berbeda dengan seorang Nasrani, seorang Yahudi, Hindu, Budha, Majusi, dan sebagainya. Bukan hanya sampai di situ, bahkan sesama muslim sendiri memiliki indentitas yang berbeda-beda. Identitas dari seorang muslim yang awam, berbeda dengan identitas seorang muslim yang tergolong ulama atau cendikiawan. Identitas seorang faqih atau ahli fiqih berbeda dengan identitas seorang sufi atau ahli tasawuf. Demikian juga berbeda dengan seorang filosof muslim dan sebagainya.


Memperhatikan perbedaan-perbedaan yang sangat banyak itu, maka kita perlu memiliki identitas yang sama dan bersikap umum. Identitas seorang muslim itu sifatnya umum, pada identitas seperti itulah, kita harus memiliki pedoman yang kuat. Seorang muslim dengan muslim yang lain memiliki persamaan identitas antara yang satu dengan yang lainnya di samping terdapat juga perbedaan identitas itu. Tergantung keahliannya dalam beragama dan tergantung pada pengalaman dan penghayatannya. Meskipun demikian, kita harus memiliki persamaan identitas itu, yang sifatnya umum. Hal ini sangat penting dalam rangka membedakan kita dengan kelompok lain.


Identitas yang umum yang setiap orang muslim bisa memilikinya adalah yang berpedoman pada ajaran Islam dan pengamalannya. Seperti pelaksanaan rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Pengamalan ajaran Islam dari rukun Islam tersebut dilengkapi juga dengan keyakinan pada rukun iman yang enam, yaitu beriman kepada Allah, kepada para malaikat, kitab-kitab suci, pada nabi dan rasul, keyakinan pada hari akhirat, dan keyakinan pada qada dan qadar Allah.


Bila seseorang telah memegang teguh pada ajaran pokok agama Islam tersebut, maka ia bisa memproklamirkan dirinya sebagai seorang muslim dan beridentitas muslim juga. Identitas seperti ini perlu dikemukakan dengan tegas supaya identitas kita diketahui oleh sesama muslim dan dipahami juga oleh orang lain secara umum. Tuntunan dari kitab suci banyak yang mengarahkan kita agar menampakkan identitas diri kita masing-masing, antara lain:


قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ


Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menjadi muslim (menyerahkan diri kepada Allah). (QS. Al-An’am, 06:162).


Pada ayat lain, seorang muslim diarahkan supaya mengajak sesama umat manusia agar hanya beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa. Selanjutnya bersaksi bahwa kita semua adalah manusia muslim yang tunduk, taat, patuh, dan berserah diri kepada Allah SWT.


قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ كَلِمَةٖ سَوَآءِۢ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمۡ أَلَّا نَعۡبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشۡرِكَ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗا وَلَا يَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِۚ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَقُولُواْ ٱشۡهَدُواْ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ


"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kami tidak akan menyembah kecuali hanya kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim (yang berserah diri kepada Allah)". (QS. Ali Imran, 03:64).


Pengungkapan identitas sebagai seorang muslim diarahkan dalam berbagai ayat al-Qur’an. Wujud dari identitas itu antara lain adalah selalu berdakwah mengajak umat manusia agar menapaki jalan yang diridhai oleh Allah s.w.t., yaitu mengikuti agama para nabi dan rasul. Mengajak umat manusia agar menuju ke jalan agama Allah, harus dilakukan dengan hikmah, yaitu menjelaskan tentang hakikat sesuatu dari ajaran agama tersebut. Ini dialamatkan kepada kaum intelektual. Metode dakwah berikutnya adalah dengan mauidzah hasanah, yaitu dengan jalan memberikan nasehat-nasehat yang baik, yang dapat menyentuh kalbu objek dakwah dan merasuki lubuk hati mereka. Metode dakwah ini dialamatkan kepada masyarakat awam.


Metode dakwah yang berikutnya adalah mengadakan diskusi dengan uraian ilmiah dan filosofis, sehingga dapat mematahkan argumen lawan bicara. Cara ini diperuntukkan bagi kalangan ahli jadal, yaitu kalangan orang-orang yang selalu menentang ajaran agama dengan argumen rasional dan filosofis. Selain berdakwah, kita juga harus melakukan aktivitas yang mendatangkan kemaslahatan bagi sesama manusia dan makhluk lain, serta menampakkan identitasnya sebagai manusia muslim.


وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ


"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fusshilat, 41:33).


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru