Mungkin sebagian orang mengira ucapan-ucapan seperti "cinta diri sendiri" atau "terima kasih aku" adalah gejala piskologis biasa yang wajar. Bahkan mungkin juga bagi sebagian yang lain itu adalah bentuk perayaan terhadap kebebasan yang terkesan terpelajar. Makanya mereka yang mengucapkannya terlihat bangga dengan itu dengan mengatakan bahwa itu sebuah "self esteem" yang penting artinya di abad sekarang.
Akan tetapi, jarang disadari bahwa hal-hal semacam itu sebenarnya bukan sekadar gejala psikologis biasa. Perasaan bahwa aku adalah pusat dari dunia adalah sebuah ideologi yang membentuk kehidupan modern setidaknya sejak abad ke-17. Ideologi ini tidak hanya meliputi hiruk pikuk tata ekonomi politik, tetapi juga bersarang kuat dalam pandangan-pandangan antropologi filosofis manusia modern.
Dalam beberapa dekade terakhir pandangan-pandangan antropologi filosofis yang berpusat pada aku sebagai pusat dunia itu didramatisasi sedemikian rupa lewat narasi-narasi psikologi dan kesehatan mental. Pokoknya manusia diajarkan bahwa kalau mau bahagia dan sehat secara kejiwaan harus menjadi diri sendiri yang steril dari pengaruh orang lain dan lingkungan.
Bahkan sering dikemukakan bahwa orang lain dan lingkungan adalah "toxic" yang harus dibuang jauh-jauh. Jika pun bergaul, maka bergaullah dengan orang-orang yang "satu frekuensi".
Sebagian, saya tegaskan lagi sebagian, feminis entah sadar atau tidak sadar ikut-ikutan dalam gelombang pemujaan terhadap diri sendiri ini. Bertolak dari perjuangan terhadap patriarki, mereka menganjurkan para perempuan untuk keluar dari belenggu siapapun dan apapun di luar diri. Termasuk dalam hal ini adalah tradisi yang dianggap sudah sejak awal pasti patriarkis.
Memang pandangan antropologi filosofis yang memuja diri sendiri ini adalah obat yang ampuh bagi mereka yang merasa terluka secara batin. Mereka yang merasa kurang beruntung dalam relasi personal atau merasa kurang diakui dalam kehidupan sosial mencari akar permasalahannya ke dalam diri yang terluka itu.
Dengan terus menerus membisikkan bahwa aku berharga, manusia modern seolah seperti telah melakukan perjuangan besar menuju kebebasan. Namun, benarkah demikian?
Amin Mudzakir, salah seorang Peneliti BRIN
Terpopuler
1
Di Balik Sya'ir 'Tob Tob Tobi Tob' Yang Sedang Viral dan Hikayat Imam Al Asma'i dan Khalifah Al Mansur
2
Perbedaan dan Konsekuensi Hukum pada Panitia dan Amil Zakat
3
Inilah 27 Pemain yang Dipanggil Pelatih Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
4
Drama Kasidah Cinta Al Faruq, Konsistensi Pentas Teater Senapati Bandung di Bulan Ramadhan
5
FOKSI Jabar Resmi Dilantik: Santri Berkarakter, Siap Hadapi Zaman
6
Khutbah Jumat: Menghidupkan Malam di Bulan Suci Ramadhan dengan Amal Saleh
Terkini
Lihat Semua