Bila ada sebuah pernyataan bernuansa keagamaan, aku melihat dan acap mengalami banyak di antara kita yang lebih senang bertanya siapa yang mengatakannya? . Dia itu siapa? Agamanya apa? Golongan apa? Atau Partainya apa?.
Jarang merenungkan apa (isi) yang dikatakannya dan mengapa begitu serta untuk apa ya?. Jika pernyataan itu bertentangan dengan akalbudi atau tujuan agama apakah tetap akan dipakai dan diikuti, hanya karena melihat orang yang mengatakannya orang yang seagama, segolongan atau separtai atau dicintai?.
Sebaliknya jika pernyataan itu sesuai dengan fakta, akalbudi dan tujuan agama akan ditolak hanya karena yang mengatakannya tidak seagama dan segolongan dengan dirinya atau dibencinya?
Adalah menarik untuk sejenak memikirkan pandangan filsuf muslim besar? Ibnu Rusyd al Hafid ini :
فما كان منها موافقا للحق قبلنا منهم وسررنا به وشكرناهم عليه. وما كان منها غير موافق للحق نبهنا عليه وحذّرنا منه وعذرناهم.
“Jika kita menemukan kebenaran dari mereka yang berbeda (agama) dari kita, semestinya kita menerima dengan gembira dan menghargainya. Tetapi, jika kita menemukan kesalahan dari mereka, kita patut mengingatkan dan menerima maafnya”.
Baca Juga
Agama itu Apa?
Dan betapa menariknya pernyataan indah Ibnu al-Qayyim, ulama besar, ahli hadits bermazhab Hanbali ini :
إذا ظهرت أمارات العدل، وأسفر وجهه بأي طريق كان؛ فثم شرع الله ودينه،
"Jika telah tampak terang benderang indikator-indikator keadilan, melalui cara /jalan apapun, maka di situlah hukum dan agama Allah."
Baca Juga
Memperkuat Iman
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU
Terpopuler
1
Khutbah Jumat Singkat: Kunci Meraih Kebahagiaan yang Hakiki
2
Pendidikan Karakter di Era Modern: Meneladani Adab Guru-Murid ala Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari
3
Muslimat NU Kabupaten Bandung Padukan Olahraga dan Wisata Alam di Cicalengka
4
Santri Depok Unjuk Kebolehan di Laskar III Qotrun Nada
5
Keseruan Nobar Timnas Indonesia Bersama PCNU Depok
6
Seminar Dakwah Digital di KPI STAI Al-Masthuriyah, Farhan Zayyid: Bergerak itu Harus dengan Ilmu
Terkini
Lihat Semua