• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 16 April 2024

Hikmah

Kolom Buya Husein

Kiai Sahal dan Gagasan Fikih Sosial (3)

Kiai Sahal dan Gagasan Fikih Sosial (3)
KH MA Sahal Mahfudh. (Foto: NUO).
KH MA Sahal Mahfudh. (Foto: NUO).

Berangkat dari kritik terhadap cara pandangan mainstream atas fiqh di atas, Kiyai Sahal beberapa kali mengingatkan sebuah kata penting dari definisi di atas. Yakni :“al-Muktasab”. Kata ini berarti diusahakan dan diproses secara intelektual, oleh nalar sehat. Dan ini, dalam pandangan Ketua Umum MUI ini meniscayakan  pengamatan atas realitas social yang senantiasa berkembang dan berubah.

 

Pembacaan terhadap realitas sosial akan mengantarkan pada suatu kesimpulan bahwa pengembangan fiqh merupakan sesuatu yang niscaya. Fiqh dengan begitu tidak boleh menjadi produk pemikiran yang kehilangan watak elastisitasnya dan kontekstualitasnya. Ia harus menjadi cara masyarakat menemukan solusi atas problematika hidup dan kehidupan yang terus berubah.

 

Kiai Sahal mengatakan: “Teks Al-Qur’an maupun hadits sudah berhenti, sementara masyarakat terus berubah dan berkembang dengan berbagai masalahnya”. (hlm. Xxv). Dengat kalimat ini Kiyai Sahal seakan ingin mengatakan : “Lakukan Ijtihad”, “Lakukan Tajdid”, atau paling “Lakukan pendekatan Fiqh Manhaji”. 

 

Pernyataan Kiyai Sahal tersebut mengingatkan kita pada pernyataan Al-Syihristani (W. 548 h ), teolog besar, ahli perbandingan agama dan penulis buku terkenal ; “al-Milal wa al-Nihal” (Agama-agama dan Sekte-sekte)  :

 

النُّصُوصُ إِذَا كَانَتْ مُتَنَاهِيَةً وَالْوَقَائِعُ غَيْرَ مُتَنَاهِيَةٍ وَمَا لَا يَتَنَاهَا لَا يَضْبَطُهُ مَا يَتَنَاهَى عُلِمَ قَطْعاً اَنَّ اْلِاجْتِهَادَ وَالْقِيَاسَ وَاجِبُ الْاِعْتِبَار حَتَّى يَكُونَ بِصَدَدِ كُلِّ حَادِثَةٍ إِجْتِهَادٌ

 

“Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan masyarakat adalah hal-hal yang tidak dapat dihitung. Adalah pasti bahwa tidak setiap kejadian selalu ada teks (nash). Jika teks-teks adalah terbatas sementara peristiwa kehidupan tidak terbatas, dan yang terbatas tidak mungkin menampung yang tak terbatas, maka upaya-upaya kreatif intelektual (ijtihad) dan analogi adalah niscaya adanya, sehingga setiap peristiwa ada keputusan hukum yang jelas”.

 

Dan Kiyai Sahal mengajak kita untuk memahami bahwa mazhab-mazhab fiqh Islam sesungguhnya tidak lain hanyalah refleksi atas perkembangan kehidupan social masyarakat di dunia Islam (anna al-madzahib al-Islamiyyah Laisat Siwa In’ikas li Tathawwur al-Hayah al-Ijtima’iyyah fi al-‘alam al-Islamy”).

 

Ini semua mengarahkan kita untuk melakukan ijtihad dan pembaruan (tajdid) yang terus menerus. Kiyai Sahal mengutip judul kitab Imam al-Suyuthi : “Al-Radd ‘ala Man Akhlada Ila al-Ardh wa Jahila bi Anna al-Ijtihad fi Kulli ‘Ashr Fardh” (Kritik terhadap orang-orang yang menghendaki kemapanan dan Tak mengerti bahwa Ijtihad adalah keniscayaan pada setiap periode sejarah). 

 

KH Husein Muhammad, Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru