Hikmah

Gus Anti Amplop

Jumat, 19 November 2021 | 07:00 WIB

Gus Anti Amplop

(Ilustrasi/freepik)

Oleh Ahmad Husen Fahasbu 
Kemarin siang menemani wali santri sowan ke seorang Gus di sebuah pesantren Besar. sebagaimana lazimnya seorang wali santri, ia dengan sigap bersalaman tempel uang yg sudah diamplop rapi. ketika keduanya bersalaman, tangannya tak kunjung dilepas. saling genggam dan ternyata sang Gus tak mau menerima amplop dari wali santri itu. 

para tamu termasuk saya akhirnya dipersilahkan duduk setelah ada beberapa drama tadi. setelah selesai menyampaikan beberapa hal, kami akhirnya bergegas pulang. wali santri tak mau menyerah, ia kembali hendak menyalami kiai dengan amplop yang tadi. drama terjadi kembali. 

setelah beberapa menit, akhirnya sang Gus menceritakan alasannya kenapa ia tidak berkenan menerima amplop para tamu, termasuk rombongan saya kemarin. ia berujar bahwa sejak 10 tahun yang lalu saat ia diamanahi oleh mertuanya untuk mengelola asrama, sejak itu pula ia tak pernah menerima amplop. 

menerima amplop tentu tidak berdosa. tidak menerima amplop tentu juga tak berdosa. tetapi yang membuat saya kaget ketika ia memberi alasan kenapa ia tak menerima. "Saya tak bisa menerima amplop karena saya khawatir saya membeda-bedakan santri antara orang tuanya yang memberi atau tidak". 

mendengar itu, saya jadi teringat dengan tulisan saya beberapa pekan lalu soal hadis yg melarang tawaduk atau bersikap rendah kepada orang kaya. dalam hadis disebutkan bahwa siapapun bersikap rendah hati di hadapan orang kaya karena kekayaannya maka dua pertiga agamanya hilang. 

tawaduk atau bersikap rendah pada orang kaya tak harus bersujud di depan kakinya tetapi engkau punya murid, punya santri, punya penggemar lalu engkau membedakan sikap antara yg kaya dengan yang miskin, engkau sudah masuk keumuman hadis tersebut. 

Penulis adalah seorang peneliti dan penulis