NADIRSYAH HOSEN
Kolomnis
Ada empat pilar Taqwa, dan tiga di antaranya telah kita bahas sebelumnya. Jika tawadhuâ adalah sujud hati, qanaah adalah ketenangan jiwa, dan waraâ adalah kehati-hatian dalam gelapnya duniaâmaka yakin adalah cahaya di ujung jalan, meski dunia menertawakan arah langkah kita.
Yakin bukan sekadar percaya. Ia adalah iman yang matang oleh luka, lalu mengeras oleh ujian. Ia bukan harapan kosong, tapi keputusan hati untuk tetap tenang, bahkan saat logika menyerah dan langit belum terlihat cerah.
Baca Juga
Waraâ di Era Medsos: Genggaman Sunyi
Di era media sosial, yakin diuji dengan cara yang sangat halus namun menghantam: algoritma perbandingan. Kita melihat hidup orang lain, yang tampak lebih indah, lebih mapan, lebih dicintai. Kita mulai ragu: apakah jalan keikhlasan yang kita tempuh ini benar? Apakah amal kita cukup berarti jika tak kita posting?
Tapi orang yang yakin, tidak menoleh ke kiri dan kanan. Ia seperti pejalan malam yang tahu bahwa fajar pasti datang. Ia tidak butuh validasi dari notifikasi. Tidak sibuk membuktikan apa-apa, karena ia tahu: yang ia kejar bukan pengakuan follower, tapi âilahi anta maqsudi, wa ridhaka matlubiâ (Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan ridha-Mu yang kucari).
Imam Al-Ghazali pernah menulis: âKetika cahaya kebenaran menyinari hatiku, kunci-kunci pengetahuan terbuka, dan keraguan pun sirna.â Sedang Rumi berkata: âBiarkan dirimu tertarik oleh apa yang kau cintaiâia tak akan menyesatkanmu.â
Kita belajar bahwa yaqÄĞn bukan sekadar kepuasan intelektual, tetapi pengalaman spiritual yang mendalam. Ia adalah cahaya yang menerangi hati (Al-Ghazali) dan tarikan cinta yang membimbing jiwa (Rumi).
Yakin itu romantisâkesungguhan meski belum bertemu jawaban. Seperti seorang kekasih yang tetap menunggu pertemuan yang tertunda, bukan karena tak punya pilihan, tapi karena yakin pada janji-Nya.
Kaidah berkata: âAl-yaqin la yuzalu bisy-syakâ â keyakinan tak tergoyahkan oleh keraguan. Itu sebabnya, semakin dirimu ragu, semakin yakin cintaku padamu. Dirimu adalah anugerah ilahi yang datang tanpa disangka, tapi tak pernah ingin kulepas.
Baca Juga
Apa Itu Qanaah di Era Digital?Â
Sing penting yakin. Karena ragu bisa menganulir, tapi yakin itu bisa menembus takdir.
KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia
Terpopuler
1
Memahami Makna Hari Arafah, Hari Kedua Puncak Ibadah Haji
2
Khutbah Jumat Dzulhijjah: Makna Syukur dan Ketakwaan dalam Kurban
3
Dari Takbir hingga Shalat Ied, Berikut 7 Amalan Lengkap pada Hari Raya Idul Adha
4
Jelang Timnas Indonesia Hadapi China di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Patrick Kluivert Usung Optimisme Tinggi
5
PCNU Kota Bogor Dukung Program Barak Militer Siswa, Asal Libatkan Ulama dan Nilai Keagamaan
6
Ketua PCNU Pangandaran Ajak Umat Maknai Idul Adha dengan Kepedulian Sosial
Terkini
Lihat Semua