Opini

Bukan Soal Gelar, Tapi Maslahat: Mengapa Santri Perlu Pendidikan Tinggi

Selasa, 2 September 2025 | 15:04 WIB

Bukan Soal Gelar, Tapi Maslahat: Mengapa Santri Perlu Pendidikan Tinggi

Mahasiswa STAI KH Saepuddin Zuhri berfoto bersama usai Ujian Munaqasyah di Kampus Haurkuning. (Foto: NU Online Jabar)

Oleh Imamul Mutaqin Al Hanif
Di banyak pesantren, kita sering menjumpai semangat luar biasa para santri dalam menimba ilmu agama. Mereka rela bangun dini hari, mengaji hingga larut malam, dan penuh kesungguhan dalam mendalami kitab-kitab klasik. Namun, ketika berbicara tentang pendidikan tinggi, tidak sedikit santri yang merasa hal itu bukan bagian penting dari perjalanan mereka. Ada yang beranggapan cukup dengan ilmu agama, ada yang merasa qana’ah berarti menerima keadaan apa adanya, bahkan ada yang beralasan bahwa kuliah hanya membuang waktu.

 

Namun, pemahaman seperti ini kerap menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Ada kisah yang sering terulang. Seorang santri yang dulu begitu tekun di pesantren, setelah pulang ke kampungnya ia tetap dihormati masyarakat. Namun ketika masyarakat menghadapi persoalan yang kompleks, misalnya soal pendidikan anak, pengelolaan ekonomi, kesehatan, atau bahkan sekadar memahami regulasi pemerintahan terkadang ia merasa serba terbatas. Saat itu barulah muncul kesadaran: “Andai dulu saya melanjutkan pendidikan lebih tinggi, mungkin saya bisa membantu lebih banyak.”

 

Kisah seperti ini bukan satu atau dua kali terdengar. Banyak yang baru menyadari pentingnya pendidikan ketika usia sudah tidak muda lagi. Padahal, kesempatan belajar di perguruan tinggi adalah pintu besar untuk memperluas wawasan, memperdalam keterampilan, dan memperkuat peran santri dalam kehidupan bermasyarakat.

 

Islam sendiri sangat menekankan pentingnya ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Hadis Nabi SAW menyebutkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Kata ilmu di sini bersifat luas, mencakup segala yang bermanfaat bagi kehidupan umat. Maka, pendidikan tinggi sejatinya adalah bagian dari menjalankan amanah agama: berusaha semaksimal mungkin, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah.

 

Qana’ah pun tidak berarti berhenti berjuang. Qana’ah adalah menerima hasil dengan lapang dada setelah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Jadi, santri yang kuliah tidak kehilangan nilai qana’ah. Justru ia meneladani semangat para ulama terdahulu yang menempuh perjalanan panjang demi ilmu, tanpa pernah merasa cukup berhenti belajar.

 

Di era sekarang, santri dibutuhkan bukan hanya sebagai penjaga tradisi agama, tetapi juga sebagai agen perubahan. Dunia pendidikan, kesehatan, hukum, teknologi, ekonomi, hingga politik membutuhkan sentuhan nilai-nilai pesantren. Jika santri hadir dengan bekal pendidikan tinggi, mereka tidak hanya bisa berdiri di barisan belakang, tetapi ikut menentukan arah perubahan bangsa.

 

Maka, pendidikan tinggi bagi santri bukanlah soal mengejar gelar semata. Ia adalah ikhtiar untuk menguatkan peran, memperluas manfaat, dan memastikan bahwa nilai-nilai pesantren tetap hidup di tengah arus zaman. Menjadi santri berarti siap menuntut ilmu sepanjang hayat, baik di pesantren maupun di bangku perguruan tinggi.

 

Jangan sampai penyesalan baru datang ketika kesempatan sudah terlewat. Justru sejak dini, jadikan pendidikan tinggi sebagai bagian dari jalan pengabdian. Sebab semakin luas ilmu yang kita miliki, semakin besar pula ladang amal yang bisa kita tebarkan.

 

Akhirnya, menjadi santri bukan berarti membatasi diri hanya pada satu jalan. Justru santri adalah sosok yang seharusnya paling berani melangkah, karena telah ditempa dengan nilai keikhlasan, kesabaran, dan cinta ilmu. Jangan biarkan alasan “cukup” membuat kita berhenti belajar, sebab ilmu tidak pernah mengenal kata cukup.

 

Pendidikan tinggi bukanlah lawan pesantren, melainkan sahabat yang dapat memperluas manfaat ilmu pesantren. Dengan bekal itu, santri bisa menjadi cahaya di tengah masyarakat: tetap kokoh dalam akidah, namun luwes menghadapi tantangan zaman.

 

Maka, mari jadikan belajar setinggi-tingginya sebagai bentuk syukur atas nikmat akal dan kesempatan yang Allah berikan. Sebab siapa yang menanam ilmu hari ini, kelak akan menuai keberkahan yang tak hanya dirasakan dirinya, tetapi juga umat di sekitarnya.

 

Penulis adalah Inisiator Madrasah Digital