• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

3 Nasihat untuk para Pencari Ilmu

3 Nasihat untuk para Pencari Ilmu
3 Nasihat untuk para Pencari Ilmu
3 Nasihat untuk para Pencari Ilmu

Ketenangan, kenyamanan dan kebahagiaan adalah puncak tujuan hidup manusia. Cita-cita dan impian sekeras apapun di perjuangkan pada ujungnya ingin menemukan titik ketenangan dalam hidup.


Ketenangan itu impian. Sehingga banyak manusia terus mencarinya. Dan, ketenangan itu ada di banyak sudut. Kadang bisa ditemukan di sudut zikir, tafakur, munajat bahkan saat mendengarkan petuah luhur (mauidhah hasanah). Ketenangan juga bisa digapai melalui jalur ilmu. Imam Abu al-Qasim Abd Karim al-Qusyairi dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah menyebut bahwa ilmu itu meniscayakan ketenangan. 


Oleh karena itu, para pencari ilmu  sesungguhnya sedang menuju pada ketenangan batin dengan ilmunya itu. Jika dalam permulaan atau proses menimba ilmu terjadi pergolakan, sesungguhnya ia sedang berada pada tepian ombak untuk terus menuju samudera ilmu yang menenangkan.   


Bagi para pencari ilmu penting memerhatikan cara, tahapan, dan etika mencari ilmu untuk benar-benar mendapatkan ilmu yang menenangkan batin. Al-Maghfurlah Kiai Haji Asyhari Marzuqi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede, Yogyakarta pernah memberikan wejangan kepada para santrinya. Beliau memerinci beberapa tahapan bagi santri dalam mengaji dan mengkaji ilmu pengetahuan.

 

Pertama, bagi para pencari ilmu hendaknya meliputi hatinya dengan rasa syukur ditakdirkan dekat dengan dunia ilmu. Betapa beruntungnya hidup di lingkungan yang penuh dengan serba-serbi keilmuan, seperti di pesantren. Satu lingkungan yang lekat dengan ilmu yang dibalut kegembiraan sekaligus ketenangan batin. Dan, sebagaimana termaktub dalam kitab an-Nashaih ad-Diniyah karya al-Habib Abdullah bin ‘Alawy al-Haddad bahwa wujud syukur yang pertama adalah adanya rasa gembira tatkala menerima nikmat itu. Ilmu itu nikmat, maka harus diterima dengan rasa riang gembira. 


Kedua, hati para pencari ilmu harus ditata. Bahwa di antara tujuan mencari ilmu yang utama adalah agar kita mengenal Allah. Sebagaimana nadham dalam Kitab Zubad karya Imam Ibnu Ruslan:


أول واجب على الإنسان   #  معرفة الإله باستيقان 


“Kewajiban pertama manusia adalah mengenal Tuhan dengan yakin.”   


Jadi, mengenal (ma’rifat) dan yakin itu berhimpitan. Sehingga disebutkan dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah bahwa tahapan iman itu diawali dari pengenalan, keyakinan, pembenaran, keikhlasan, persaksian hingga puncaknya mewujud dalam ketaatan. Oleh karena itu, menimba ilmu haruslah dirangkai dalam kerangka mengenal Tuhan dengan penuh keyakinan. Jika itu terus dipupuk, maka akan sampai pada tahap ketaatan.   


Ketiga, para santri ketika di pesantren harus niat untuk ngaji (menuntut ilmu), bukan sekadar numpang berteduh atau tinggal untuk beristirahat. Kiai Asyhari Marzuqi menekankan betul kepada para santri untuk menata niat dan motivasinya dalam mengkaji ilmu. Ibarat kompas, niat akan menentukan ke mana arah dan tujuan akan berlabuh.  Keempat, ketika ngaji, khususnya ngaji al-Qur’an, kita harus menapak dari satu tahap ke tahap berikutnya. Sebagai titik awal, biasanya kita mengaji dengan motivasi pahala dan barakah (qiraah ajr wa tsawab wa barakah). Tetapi, tahap ini harus terus ditingkatkan menuju motivasi pemahaman (fahm), perenungan (tadabbur), dan pengamalan. Sehingga, baris-baris al-Qur’an yang ada dalam mushaf selanjutnya akan bertransformasi menjadi baris-baris perilaku dan akhlak. 

Editor: Abdul Manap


Hikmah Terbaru