• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Taushiyah

Tanggung Jawab Para Nabi Terhadap Umatnya

Tanggung Jawab Para Nabi Terhadap Umatnya
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Dalam pandangan ajaran Islam, setiap diri manusia adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Pemimpin yang baik selalu bersikap adil dan lemah lembut serta membimbing yang dipimpinnya ke jalan yang benar dengan penuh kasih sayang. Pemimpin seperti itu akan mendapat hidayah dan rahmat dari Allah s.w.t. dalam hidupnya.


Para Nabi sebagai pemimpin umat yang berkaliber nasional maupun internasional, memikul tanggung jawab yang suci dan luhur, meskipun tanggung jawab itu sangat berat, sehingga memerlukan kesungguhan, ketabahan dan kesabaran. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abdullah Amr bin Ash meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika membaca salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan mengenai dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Isa a.s. dengan Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mengenai keadaan kaumnya. 


Menyikapi hal itu Nabi Muhammad SAW. langsung mengangkat kedua tangannya dan berdo’a: ”Wahai Allah rahmatillah umatku, kasihinilah umatku”. Do’a tersebut beliau panjatkan sambil menangis, meneteskan air mata.


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَلَا قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي إِبْرَاهِيمَ: {رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي} [إبراهيم: 36] الْآيَةَ، وَقَالَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: {إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ} [المائدة: 118]، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: «اللهُمَّ أُمَّتِي أُمَّتِي»، وَبَكَى، فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: «يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، وَرَبُّكَ أَعْلَمُ، فَسَلْهُ مَا يُبْكِيكَ؟» فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا قَالَ، وَهُوَ أَعْلَمُ، فَقَالَ اللهُ: " يَا جِبْرِيلُ، اذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ، فَقُلْ: إِنَّا سَنُرْضِيكَ فِي أُمَّتِكَ، وَلَا نَسُوءُكَ (رواه مسلم)


“Dari Abdillah bin Amr bin Ash, RA: “Sesungguhnya Nabi SAW membaca firmah Allah di surat Ibrahim: 36 (Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka Sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Dan Isa AS berkata sebagaimana yang disebutkan al-Qur’an, al-Maidah: 118 (Jika Engkau menyiksa mereka, Maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana). Maka Nabi SAW mengangkat kedua tangannya seraya berseru: Wahai Allah, umatku… umatku… beliau menangis dan menitikkan air mata. Maka berfirman Allah Azza wa Jalla: Wahai Jibril, pergilah pada Muhammad, padahal Tuhanmu lebih mengetahui, tanyakan padanya, apa yang mengakibatkan ia menangis, mencucurkan air mata?. Maka Jibril mendatangi Muhammad SAW. ia bertanya kepadanya, maka Rasulullah SAW. memberitahukannya apa yang dikatakannya, padahal Ia lebih tahu. Maka Allah berfirman: “Wahai Jibril, pergilah kepada Muhammad, katakana padanya: “Seseungguhnya Kami akan meridhaimu dan umatmu dan Kami tidak akan mencelakakanmu”.  (HR Muslim , No: 346).


Keadaan itu menunjukkan betapa besarnya tanggung jawab dan kasih sayang Nabi Muhammad terhadap umatnya. Do’a Nabi yang sangat pengasih itu segera dikabulkan oleh Allah SWT. dan memerintahkan malaikat Jibril untuk pergi menjumpainya. Allah berfirman: “Tanyakan kepada Muhammad mengapa ia menangis, sehingga meneteskan air mata? (padahal Allah lebih mengetahui hal itu) Maka Jibril mendatangi Nabi Muhammad dan kemudian memberitakan apa yang dikehendaki Nabi kepada Allah SWT. selanjutya memerintahkan kepada malaikat Jibril: “Pergilah kepada Muhammad dan katakan padanya bahwa Aku (Allah) akan meridhai umatmu dan tidak akan menyakiti hatimu”. 


Hadis di atas menjelaskan kepada kita, betapa tingginya kasih sayang Nabi Muhammad terhadap umatya, demikian pula para Nabi yang datang sebelumnya, seperti Nabi Isa, Musa dan Ibrahim. Hadis itu juga menjelaskan bahwa Allah SWT akan meridhai umat Nabi Muhammad yang mengikuti sunnahnya dan menjauhi segala larangannya. Kesuksesan dan keberhasilan Nabi Muhammad SAW pada masa yang akan datang juga tergambar dengan jelas dalam hadis di atas.


Mengenai dialog Nabi Ibrahim yang termaktub dalam hadis di atas, tercantum dalam al-Qur’an:


وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا ٱلۡبَلَدَ ءَامِنٗا وَٱجۡنُبۡنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضۡلَلۡنَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِۖ فَمَن تَبِعَنِي فَإِنَّهُۥ مِنِّيۖ وَمَنۡ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  


“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ibrahim, 14: 35-36).


Ayat di atas menjelaskan betapa kasih sayangnya Nabi Ibrahim kepada umatnya, sehingga kepada mereka yang tidak mengikuti ajakannya tidaklah beliau mengutuk, tetapi menyerahkan hal itu kepada Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  Sekiranya Nabi Ibrahim bukan seorang yang memiliki tanggungjawab dan amat kasih, tentu akan mengutuk kaumnya yang selalu berbuat durhaka. Nabi Ibrahim dikenal sebagai seorang Nabi yang memiki kemampuan yang tinggi dalam berdiplomasi dan memiliki keagungan dalam budi pekerti.


Dialog Nabi Isa yang menjadi prolog terjadinya do’a Nabi yang disebutkan di atas, disebutkan dalam al-Qur’an:


وَإِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أَقُولَ مَا لَيۡسَ لِي بِحَقٍّۚ إِن كُنتُ قُلۡتُهُۥ فَقَدۡ عَلِمۡتَهُۥۚ تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَآ أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ مَا قُلۡتُ لَهُمۡ إِلَّا مَآ أَمَرۡتَنِي بِهِۦٓ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۚ وَكُنتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيدٗا مَّا دُمۡتُ فِيهِمۡۖ فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِي كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيۡهِمۡۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ إِن تُعَذِّبۡهُمۡ فَإِنَّهُمۡ عِبَادُكَۖ وَإِن تَغۡفِرۡ لَهُمۡ فَإِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ   


“Dan (Ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Maidah, 5: 116-118).


Ayat di atas menjelaskan pada kita betapa tingginya tanggungjawab Nabi Isa terhadap umatnya dan betapa besarnya kasih sayang beliau. Seperti juga nabi-nabi yang lain. Tanggung jawab para nabi dan kasih sayang mereka kepada umatnya, merupakan teladan yang sangat mulia bagi setiap pemimpin dalam setiap masa. Baik yang bersifat formal, maupun pemimpin yang memperoleh kepercayaan umat, meskipun tidak secara formal.


KH Zakky Mubarak, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru