• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Hikmah

Kolom KH Zakky Mubarak

Shalat sebagai Suatu Kebahagiaan yang Luhur

Shalat sebagai Suatu Kebahagiaan yang Luhur
Ilustrasi orang melaksanakan shalat. (NUO).
Ilustrasi orang melaksanakan shalat. (NUO).

Oleh: KH. Zakky Mubarak
Menunggu atau menantikan sesuatu sering dirasa membosankan, apalagi yang dinantikan itu sesuatu yang tidak disukai. Lama atau sedikitnya waktu dalam menanti sesuatu, selalu dirasakan sangat relative. Waktu yang lama bisa dirasakan begitu cepat, sebaliknya waktu yang sebentar dirasakan amat lama dan menjemukan. Kita bisa mengambil contoh dari dua orang yang lerlibat dalam kontrakan tempat tinggal, kantor dan sebagainya. Bagi mereka yang mengontrakkan tempat itu, dalam waktu satu tahun saja dianggap lama sekali karena ia terus menerus menghitung dan ingin memperoleh uang kontarakannya. 

 

Sebaliknya bagi pengontrak, waktu satu tahun itu dirasakan amat cepat, ia harus segera membayar kembali uang kontrakan tahun berikutnya. 

 

Saat menanti atau menunggu sesuatu, memang sangat relatif, orang bisa merasakan berbagai hal pada saat menungu sesuatu. Ada yang malah resah, tidak senang, membosankan, berdebar-debar, jengkel, mengasyikkan menyenangkan dan berbagai perasaan lain. Akan halnya menunggu sesuatu yang menggembirakan dan amat dicintai,selalu dinanti dengan rasa senang dan bahagia. Ia terus menunggu sesuatu yang dicintainya itu dengan ketenangan dan kesabaran.

 

Bila seorang muslim telah dapat menghayati ibadah shalat, sehingga ibadah itu tidak lagi dirasakan sebagai beban, tetapi dirasakan sebagai sesuatu yang membahagiakan, maka ia akan menunggu datangnya waktu ibadah itu dengan kesenangan dan ketentraman. Insan yang telah menjadikan ibadah shalatnya sebagai suatu kebahagiaan yang luhur, ia akan menanti datangnya ibadah shalat seperti orang yang menanti datangnya seorang kekasih yang amat dicintainya.

 

Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat: 

 

قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ (رواه مسلم)

 

“Maukah Kamu aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat serta kedudukan seseorang”.

 

Waktu sahabat menjawab pertanyaan itu, dan mereka menghendaki informasi yang penting itu. Selanjutnya Nabi bersabda: “Yaitu, menyempurnakan wudhu pada waktu merasa kesulitan, memperbanyak langkah ke masjid dan menantikan shalat setelah selesai shalat yang pertama, Nabi selanjutnya menjelaskan, bahwa inilah yang dinamakan kewaspadaan dalam memelihara perintah Allah atau disebut al-Ribath”. (HR. Muslim, No: 369).

 

Sebagian dari tanda yang paling penting dari seorang yang beriman dengan baik, orang itu selalu terlihat pulang pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah. Nabi SAW bersabda:

 

إِذَا رَأَيْتُمْ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالْإِيمَانِ (رواه الترمذي)

 

“Jika kamu melihat seseorang yang biasa ke masjid, maka saksikanlah olehmu bahwa ia adalah orang yang beriman. (HR. Tirmidzi, No:2542).

 

Sebagaimana dijelaskan firman Allah SWT:

 

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

 

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Taubah, 9: 18).

 

Mereka yang dengan kesebaran dan keridhaan menanti datangnya waktu shalat, memperoleh kebaikan-kebaikan yang sangat luhur, sehingga penantiannya itu dianggap sebagai bagian dari ibadah tersebut. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 

لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ، لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا الصَّلاَةُ (رواه البخاري ومسلم)

 

“Tidak henti-hentinya salah seorang diantaramu dalam keadaan shalat, selama waktu menunggu datang shalat berikutnya, tidak ada yang menahannya untuk kembali ke rumah, kecali hanya untuk menunaikan shalat.” (HR. Bukhari, No: 659, dan Muslim, No: 649).

 

Para malaikat terus-menerus berdo’a untuk memohonkan ampunan kepada Allah dan memohon rahmat-Nya bagi mereka yang berada di mushala (tempat shalat) sebelum ia berhadast. Malaikat berdo’a:

 

اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللهُمَّ ارْحَمْهُ (رواه البخاري)

 

”Wahai Allah ampunilah dosa orang ini dan turunkanlah rahmat-Mu baginya.” (HR. Bukhari, No: 659).

 

Sahabat Anas meriwayatkan bahwa. Rasulullah s.a.w. suatu saat memerintahkan beberapa sahabat untuk mengakhirkan shalat Isya’ sampai tengah malam. Waktu menunggu pelaksanaan shalat Isya’ pada waktu tengah malam itu dinilai terus menerus melaksanakan shalat. Setelah selesai shalat Isya’ dengan beberapa sahabat di tengah malam itu, Nabi menghadap kepada mereka, seraya bersabda:

 

صَلَّى النَّاسُ وَرَقَدُوا وَلَمْ تَزَالُوا فِي صَلاَةٍ مُنْذُ انْتَظَرْتُمُوهَا (رواه البخاري)

 

“Orang banyak telah melaksanakan shalat dan pulang tidur, sedang kamu sekalian dianggap mengerjakan shalat selama menantikan shalat yang baru dikerjakan itu.” (HR Bukhari, No: 661).

 

Menanti atau menunggu datangnya waktu shalat, merupakan kebahagiaan yang luhur bagi manusia muslim yang telah menghayati ibadah shalatnya. Tempo penantian merupakan ibadah dan kegiatan yang sangat terpuji, sehingga digambarkan dalam beberapa hadis, bahwa penantian itu merupakan bagian dari ibadah shalatnya.

 

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriah PBNU


Hikmah Terbaru