Pesan Hijau dan Damai Al Musthofa kepada Ali Bin Abu Thalib (1)
Rabu, 26 Juni 2024 | 09:47 WIB
Sayidina Ali bin Abu Thalib adalah sahabat yang sejak kecil sudah hidup bersama Nabi Muhammad, dan mendapat pendidikan secara langsung dari madrasah ruhaniah Nabi, sehingga memiliki pengetahuan khusus yang tidak didapatkan sahabat yang lain. Nabi Muhammad sendiri yang kemudian mengatakan ‘Akulah kota ilmu dan Ali adalah pintunya'
Kumpulan nasihat dan pesan Nabi Muhammad SAW kepada menantu sekaligus sahabatnya tersebut tersimpan dalam kitab Washiyatul Musthofa.
Adapun dalam kesempatan ini, pesan dan wasiat yang disampaikan Nabi kepada Sayidina Ali adalah sebuah keinginan Malaikat Jibril untuk bisa jadi manusia karena ada beberapa amalan manusia yang membuat Jibril takjub dan ingin mengamalkannya.
Nabi Muhammad mewanti-wanti Sayidina Ali, untuk benar-benar mengamalkan hal tersebut. Amalan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Baca Juga
Dakwah Melalui Sifat Jujur
1. Sholat 5 waktu berjamaah bersama Imam.
2. Menjenguk yang sakit.
3. Mendamaikan manusia yang berselisih.
4. Mengantarkan jenazah Muslim.
Baca Juga
Membaca Sebagai Kunci Ilmu Pengetahuan
5. Memberikan shodaqoh air bagi yang membutuhkan.
6. Memuliakan tetangga dan anak yatim.
7. Menghadiri majelis ilmu bersama ulama.
Tujuh amalan di atas adalah yang membuat malaikat Jibril ingin menjadi manusia. Kita pahami bersama bahwa Jibril adalah malaikat Allah yang punya kedudukan tinggi di atas malaikat yang lain.
Salah satu yang menjadikan hal tersebut, dikarenakan hanyalah Jibril yang diberi tugas dari Allah untuk bisa menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Namun, kedudukan Jibril yang begitu tinggi bisa terkalahkan oleh tujuh amalan di atas yang hanya bisa dilakukan manusia.
Menarik untuk kita perhatikan, bahwa dari ke tujuh amalan tersebut, enam amalan bersifat amalan sosial dan hanya satu amalan yang bersifat ritual yaitu sholat berjamaah tepat waktu bersama Imam. Dari enam amalan sosial kemanusiaan, empat di antaranya bersifat universal untuk seluruh umat manusia, yaitu:
- Mendamaikan yang berselisih
- Shodaqoh air bagi yang kehausan
- Menjenguk yang sakit
- Memulyakan tetangga dan anak yatim.
Dalam kesempatan ini, kita akan coba mengkaji dua hal yaitu amalan sosial kemanusiaan yang bersifat universal untuk bisa dirasakan oleh seluruh manusia yang tidak tersekat oleh identitas kelompok, budaya atau keyakinan. Amalan tersebut adalah mendamaikan orang yang berselisih dan shodaqoh air minum.
Mendamaikan Orang Yang Berselisih
Amalan mendamaikan orang yang berselisih adalah salah satu amalan yang disenangi Jibril, namun Jibril tidak bisa melakukannya karena dia bukan manusia. Dari gambaran di atas, tersirat bahwa manusia memiliki potensi berperang yang bisa menghancurkan peradaban tetapi juga memiliki potensi untuk menjadi juru damai.
Ketika penciptaan alam semesta, malaikat melayangkan protes, mengapa Tuhan menciptakan figur mahluk yaitu manusia yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah.
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al Baqarah: 30).
Dari ayat di atas seolah para malaikat ragu terhadap manusia untuk bisa menjalankan amanat sebagai wakil Tuhan menjaga kehidupan dan memelihara semesta ini. Namun di sisi lain, bahwa ternyata hanya manusia juga-lah satu-satunya mahluk Tuhan yang bisa menjadi juru damai yang Jibril-pun ingin menjadi seorang manusia untuk bisa melakukan hal tersebut.
Dalam keterangan di atas, juru damai bukan hanya untuk mendamaikan sesama muslim saja, tetapi semua manusia. Ada hadits lain yang memperkuat hal tersebut, Rasulullah Saw bersabda:
"Maukah kalian kuberitahu suatu amal yang lebih tinggi derajatnya daripada Puasa, Sholat dan sedekah?" Para sahabat menjawab : "Tentu saja mau ya Rasulullah." Dilanjutkan oleh Nabi SAW : "Yaitu mendamaikan perselisihan diantara manusia.” (HR. Abu Dawud dari Abi Darda).
Upaya mendamaikan sesama manusia pernah dilakukan Nabi saat peristiwa Hajar Aswad, yang mana Nabi bisa mencegah konflik ketika masing-masing kabilah merasa paling berhak memindahkannya.
Lalu Nabi membentangkan sebuah kain untuk meletakan Hajar Aswad di atas kain tersebut, lalu setiap kabilah mengangkat Hajar Aswad secara bersamaan dengan masing-masing memegang ujung kain. Semua kabilah merasa puas, dan konflik berdarah bisa dicegah.
Peristiwa lain yang pernah Nabi lakukan untuk mencegah potensi terjadinya peperangan, yaitu pada saat terwujudnya perjanjian Hudaibiyah. Saat itu, Nabi dengan kekuatan yang mumpuni, hendak memasuki kota Mekah yang masih di kuasai orang quraisy.
Nabi berniat untuk melakukan ibadah umroh. Seandainya pada saat memasuki kota Mekah dan hendak melakukan ibadah umroh tersebut dihalangi oleh penduduk Quraisy, pasukan Nabi sudah cukup kuat untuk melakukan perlawanan.
Akan tetapi di luar dugaan, pihak Quraisy ingin melakukan jalur diplomasi, yang diterima Nabi dengan tangan terbuka. Nabi menerima butir demi butir isi perjanjian, agar terjalin kesepakatan damai dan gencatan senjata walaupun secara selintas seolah merugikan.
Akan tetapi hal tersebut ke depan sangat menguntungkan Nabi, karena dalam perjanjian yang ada, tidak ada larangan buat Nabi untuk mendakwahkan dan mendialoglan Islam di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini tentunya sebuah peluang yang besar bagi Nabi, untuk bisa menyebarkan ajaran Islam secara damai ke seluruh jazirah Arab.
Salah satu point dari perjanjian Hudaibiyah adalah dilarangnya pasukan Nabi melakukan Ibadah Umroh pada tahun itu. Dalam konteks ini, secara tersirat bahwa kesepakatan damai posisinya lebih tinggi dibanding ibadah umroh sekalipun
Dalam peristiwa lokal Nusantara, upaya untuk mencegah konflik pernah terjadi saat Sunan Kudus akan melakukan ibadah Qurban. Sunan Kudus dengan sikap bijaksana yang mendalam mencegah penyembelihan hewan sapi kepada santrinya, tetapi diganti oleh hewan kerbau.
Hal ini untuk menjaga perasaan penganut agama Hindu waktu itu yang mensakralkan hewan sapi. Jika kurban sapi dipaksakan oleh Sunan Kudus, maka akan berpotensi terjadinya konflik yang merusak kedamaian yang sudah sekian lama terbentuk.
Mendamaikan orang yang berselisih tentu saja tidak mudah, karena kita harus terus menerus memelihara jiwa yang damai dalam diri kita. Kita pun harus bersikap adil, termasuk adil jika yang berselisih adalah kelompok kita sendiri.
Hal lain, untuk menjadi juru damai sejatinya harus dimulai dari unit tetkecil. Ada pepatah Sunda yang sangat baik, untuk kita renungi bersama yaitu : akur sakasur, akur sadapur, akur sasumur, akur salembur. Bersambung....
Arief Agus, Ketua LPBINU Kota Bandung sekaligus ketua Adhock Lingkungan Hidup Jawa Barat
Terpopuler
1
Pesantren Ketitang Cirebon Jadi Teladan Kemandirian, Kemenag Beri Apresiasi
2
Koperasi Pertama Lahir di Ciparay Bandung
3
Ziarah yang Terganggu: Refleksi Sosial atas Fenomena Peminta-Minta di Obyek Wisata Sunan Gunung Jati
4
Studio Podcast Jadi Magnet Dakwah dan Ekonomi, Pesantren Ketitang Cirebon Tunjukkan Lompatan Digital
5
Khutbah Jumat Singkat: Menghidupkan Takwa dalam Seluruh Aspek Kehidupan
6
Milad ke-14 Yayasan Mabdaul ‘Uluum Tsaani: Spirit Kebersamaan dan Peran Strategis Alumni Diteguhkan
Terkini
Lihat Semua