• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Taushiyah

KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Kemewahan yang Menghanyutkan

Kemewahan yang Menghanyutkan
Kemewahan yang Menghanyutkan.
Kemewahan yang Menghanyutkan.

Setiap orang pada dasarnya tertarik pada kesenangan dan kemewahan, baik kesenangan lahir ataupun batin. Dasar kecenderungan itu bisa berkembang sedemikian rupa, bisa mengarah pada yang baik dan juga bisa mencampakkannya dalam kehinaan dan kehancuran. Sering kita jumpai orang-orang yang hidup dengan ketenangan dan kebahagiaan pada saat mereka berada dalam kesederhanaan.


Tapi pada saat orang itu dikaruniai rizki yang berlimpah dan kemewahan yang sangat, ia tenggelam dalam kehidupan yang resah dan mengarah pada kehancuran. Ia sendiri kehilangan keseimbangan dalam mengatur kehidupan, keluarganya berantakan dan anak-anaknya tidak berhasil dididik secara baik.


Gambaran di atas, merupakan salah satu contoh dari berkembangnya kesenagan yang mengarah pada keburukan, karena limpahan rizki dan karunia kemewahan.  Sebaliknya apabila kecenderungan pada kesenangan dan kemewahan  diarahkan kepada perkembangan yang baik, sesuai dengan tuntutan agama, maka ia akan memperoleh kebahagiaan lahir dan batin. Mereka dapat mengendalikan diri, baik dalam menghadapi musibah, atau waktu menerima karunia kenikmatan, akan memperoleh sukses dalam mengarungi kehidupannya.


Dari dua gambaran yang disebutkan di atas, bila kita terapkan dalam praktek keseharian, maka ternyata banyak dijumpai orang-orang yang tenggelam dalam kemewahan atau rizki yang diperolehnya. Rizki yang demikian berlimpah, ternyata tidak memberikan manfaat baginya, malah menimbulkan malapetaka. Memang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, banyak semut yang mati karena tumpahan sirup. Sebenarnya tumpahan sirup itu suatu rizki bagi semut yang selalu mengerumuni barang yang manis-manis.


Tapi karena banyaknya tumpahan sirup, mengakibatkan semut-semut pemburu yang manis-manis itu mati tenggelam di dalamnya.


Rasulullah Muhammad SAW sangat mengkhawatiri umatnya tenggelam, binasa dalam kemewahan duniawai, dikarenakan sikap tamak dan rakus. Mereka mengeksploitasi alam dengan segala isinya untuk memperkaya diri, mengejar kemewahan dan kelezatan dunia. Amru bin Auf al-anshari meriwayatkan suatu hadis yang menjelaskan kekhaatiran Nabi SAW sebagaimana yang disebutkan di atas.


Kata Amru, Nabi SAW mengutus Abu Ubaidah ke Bahrain. Sekembalinya dari negeri itu, ia membawa harta benda yang banyak pulang ke Madinah. Para sahabat Nabi segera saja mendengar berita yang menggembirakan itu. Pada waktu subuh mereka berdatangan ke Masjid shalat berjamaah dengan Nabi. Jamaah subuh waktu itu nampak lebih banyak dari biasanya. Setelah selesai shalat mereka menghadap pada Rasulullah. Rasulullah SAW tersenyum melihat jamaah yang begitu banyak dan tidak seperti biasanya.


Sambil bercanda, Nabi bertanya pada mereka: “Aku menduga kalian semua telah mendengar kedatangan Abu Ubadaidah dengan membawa harta yang banyak. “Secara terus terang para sahabat menjawab: “Benar wahai Rasulullah”. Nabi bersabda: “Terimalah khabar baik dan bersikap optimislah untuk mencapai segala harapanmu”. (HR Muslim).


Masih dalam rangkaian hadis itu Rasulullah SAW selanjutnya bersabda: 


فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ، وَلَكِنِّي أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ، كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا، وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ (رواه مسلم)


“Demi Allah, sesungguhnya bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu tetapi aku khawatir kalau terhampar luas rizki di dunia ini sebagaimaan telah dilimpahkan rizki kepada bangsa-bangsa sebelummu, kemudian kamu berlomba-lomba memperebutkan kemewahan dunia itu sebagaimana mereka berlomba. Maka binasalah kamu seperti umat-umat sebelummu mengalami kehancuran”. (HR. Muslim, No: 2961).


Maksud dari kehancuran suatu umat karena tenggelam dalam sikap rakus dan tamak terhadap kemewahan duniawi, bisa dipahami dalam berbagai versi. Mereka bisa hancur oleh peperangan yang terjadi diantara mereka sendiri karena memperebutkan kemewahan itu. Bisa juga mereka terbuai oleh kemewahan dan kelezatan dunia sehingga mengabaikan tugasnya sebagai khalifah Allah. Bisa juga mereka mengkhianati amanah suci yang dibebankan pada mereka karena sikap tamak dan rakus, sehingga mereka binasa.


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru