• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Perempuan dalam Struktur PBNU dan Isyarat Nabi kepada Ibnu Taimiyah

Perempuan dalam Struktur PBNU dan Isyarat Nabi kepada Ibnu Taimiyah
Tokoh perempuan dalam struktur PBNU diantaranya Sinta Nuriyah (kiri), Khofifah Indah Parawansa (tengah), Alisa Wahid (kanan) (Foto-NUJO)
Tokoh perempuan dalam struktur PBNU diantaranya Sinta Nuriyah (kiri), Khofifah Indah Parawansa (tengah), Alisa Wahid (kanan) (Foto-NUJO)

Oleh KH Ahmad Ishomuddin

Pasca Muktamar ke-34 di Lampung, meskipun saya tidak lagi menjadi Rais Syuriah PBNU, tidak ada larangan bagi saya untuk menjawab pertanyaan dari beberapa warga NU yang bertanya kepada saya tentang keberadaan 11 (sebelas) tokoh perempuan yang menempati posisi penting dalam struktur kepengurusan di PBNU. 


Jawaban saya, pertama, bahwa NU adalah organisasi sosial keagamaan yang sejak lama telah mengajarkan agar menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang terhormat, secara sosial berkedudukan kaum perempuan setara dengan kaum lelaki, tidak boleh meminggirkan mereka dan diharamkan merendahkannya.


Kedua, bahwa untuk mencapai visi, misi, dan meraih cita-cita yang tinggi itu organisasi NU membutuhkan dukungan dan partisipasi nyata dari para tokoh perempuan yang tidak perlu diragukan kapabilitas, pengalaman, maupun pengaruh besar mereka.


Ketiga, tidak terdapat peraturan yang melarang keterlibatan kaum perempuan untuk berada dalam jajaran struktur kepengurusan PBNU. 


Saya tentu ikut bergembira, bersyukur, dan mengapresiasi keberadaan para tokoh perempuan yang luar biasa itu, meskipun itu bukan pertama kalinya, namun dari sisi kuantitasnya maupun sisi pemerataannya terlihat meningkat, ada 11 (sebelas) perempuan yang menempati posisi penting dalam struktur Mustasyar, Syuriah, dan Tanfidziyah PBNU. Ini luar biasa, karena biasanya NU itu khusus untuk kaum lelaki, sedang kaum perempuan tidak di NU, tetapi berada di organisasi Muslimat NU atau Fatayat NU. Bahkan, jika selamanya tidak ada aturan yang melarangnya, bukan mustahil jika pada saatnya nanti ada tokoh perempuan dari struktur PBNU yang merasa berhak untuk ikut berkontestasi sebagai calon Ketua Umum PBNU atau Rais Aam PBNU.


Keterlibatan para perempuan hebat dalam menyukseskan kegiatan berskala nasional di tubuh NU tidak dapat dipandang sebelah mata. Bertahun-tahun saya berperan aktif mengisi kegiatan besar di PBNU, beberapa para perempuan hebat pasti ikut aktif terlibat, baik sebagai SC, OC, hingga bahkan dalam berbagai kegiatan Bahtsul Masail LBM PBNU. Kegiatan-kegiatan besar NU pasti tidak akan sukses tanpa partisipasi kaum perempuan yang hebat, tangkas dan cerdas itu. Kaum perempuan adalah tiang kokoh penyangga tegaknya negara. Tanpa peran mereka, rumah tangga pasti runtuh, bahkan negara juga runtuh.


Keberadaan para tokoh kaum perempuan yang hebat-hebat di PBNU merupakan sebuah capaian kemajuan hebat, lebih-lebih bila dibandingkan dengan eksistensi kaum perempuan pada masa lalu. Hampir-hampir atas nama agama, tokoh kaum perempuan dilarang tampil meski hanya sekedar untuk berceramah, memberikan pencerahan di atas mimbar podium. 


Sebagai contoh, saya kutipkan bukti sejarah, sebagaimana dicatatkan oleh Zainuddin Muhammad 'Abd al-Rauf al-Munawi dalam kitabnya, al-Kawakib al-Duriyyah fi Tarajim al-Sadat al-Shufiyyah, Juz III, halaman 64 di bawah ini. Alkisah, seorang perempuan shufi, mufti, guru spiritual yang amat dalam ilmu agamanya, menguasai ilmu fikih hingga hal-hal rumit dan sulit di dalamnya, bermadzab al-Hanbali, juga ia juga seorang penceramah agama bernama Fathimah Binti 'Abbas, wafat di Kairo pada tahun 714 H., ialah seorang perempuan yang kedalaman ilmunya dikagumi dan kecerdasannya dipuji oleh Ibnu Taimiyyah dan para ulama pada masa itu.


Ceramah agamanya di mimbar memberikan manfaat bagi kaum wanita pada masa itu, sehingga mampu melembutkan hati mereka yang semula keras, menjadikan air mata mereka tertumpah karena menyesali dosa-dosa. Ibnu Taimiyyah pernah tidak setuju kepada perempuan hebat bernama Fathimah Binti 'Abbas ini karena ia berceramah agama di mimbar.


قال ابن تيمية : بقي في نفسي منها شيء لكونها تصعد المنبر فأردت أن أنهاها عنه  فنمت  فرأيت المصطفى صلى الله عليه وسلم فقال : هذه امرأة صالحة.


Ibnu Taimiyyah berkata, " Tersisa darinya sesuatu dalam diriku, karena ia pernah naik mimbar. Aku ingin melarangnya agar ia menjauhi mimbar itu. Lalu aku tidur kemudian bermimpi melihat Nabi Muhammad saw. bersabda, "Ini adalah seorang perempuan salehah!"


Harapan saya, semoga keberadaan kaum perempuan dalam struktur penting PBNU itu mampu memberikan manfaat yang lebih luas, bukan hanya seperti mereka yang hanya berbangga-bangga karena tercantum namanya, namun tidak pernah berbuat apa yang bermanfaat bagi warga NU, yakni siapa saja yang lebih indah kabarnya dari rupa aslinya.


Penulis adalah Rais Syuriyah PBNU (2015-2021)


Opini Terbaru