• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Paradigma Baru Bahasa Asing di Pesantren

Paradigma Baru Bahasa Asing di Pesantren
Paradigma Baru Bahasa Asing di Pesantren. (Ilustrasi: NUO).
Paradigma Baru Bahasa Asing di Pesantren. (Ilustrasi: NUO).

Pesantren merupakan lahan pembibitan generasi penerus Islam yang akan menjadi motor dalam keberlangsungan hidup hingga dunia berakhir. Dalam prosesnya sudah tentu bibit harus dirawat dengan baik agar bisa menjadi produk unggul yang siap dipanen dan bernilai di pasar. Hal ini harus berbanding lurus dengan alat dan cara yang digunakan. Jika penyesuaian ini tidak dilakukan, maka tertinggal merupakan konsekuensi logis yang harus diterima.


Melihat dinamisasi di berbagai bidang yang terus maju dunia, pesantren harus memiliki strategi adaptif yang dipersiapkan agar tidak tertinggal. Ini semua harus dimulai dengan membangun cara pandang baru yang adaptif dan konstruktif tanpa harus meninggalkan prinsip dasar yang telah dibangun.


Ilmu adalah target bersama yang diburu oleh para pencari ilmu lewat bimbingan para guru. Laksana orang berburu, tentu alat yang dibutuhkan harus dipersiapkan dengan baik guna mendapatkan hasil buruan yang dicari. Alat paling mutakhir dalam memburu ilmu pengetahuan adalah bahasa. Membaca, menulis dan berhitung adalah kemampuan dasar yang harus diajarkan sebagai alat eksplorasi dan pengembangan ilmu Allah yang sangat luas. 


Al-Quran menjelaskan bahwa hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Adam a.s saat diciptakan oleh Allah adalah mempelajari dan memahami bahasa sebagaimana tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 31 yang artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam semua nama-nama (benda).” Karena peran pentingnya, pepatah Arab mengatakan “Barang siapa yang mempelajari bahasa suatu kaum, maka ia akan terbebas dari tipu daya kaum tersebut.”


Pentingnya bahasa asing juga terjadi di masa Abbasiyah di bawah pimpinan khilafah al-Mahdi dan ar-Rasyid pada 750 M. pada masa ini Islam semakin kuat karena menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan. Tradisi penerjemahan ilmu pengetahuan yang berlangsung selama satu abad menurut sejarawan Philip K Hitty terjadi karena banyaknya pengaruh luar yang masuk. Untuk mengantisipasinya, maka mereka juga harus menguasai bahasa dan ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu.  


Dikotomi Bahasa Asing di Pesantren


Bahasa Arab adalah bahasa yang harus dipelajari secara mendalam oleh para santri di pesantren jika ingin menggali ilmu pengetahuan agama. Hal ini diperkuat oleh perkataan Kholifah kedua, Umar bin Khattab r.a: “Hendaklah kamu sekalian tamak (keranjingan) mempelajari bahasa Arab karena bahasa Arab itu merupakan bagian dari agamamu.” Pernyataan ini memang sangat benar adanya, namun jangan dipahami bahwa mempelajari bahasa lainnya tidak penting. Mengingat semua ilmu hakikatnya adalah dari Allah Swt.


Sangat ironis dan naif jika ada sebagian kelompok yang menganggap bahwa mempelajari bahasa asing yang berasosiasi dengan dunia barat -- seperti bahasa Inggris misalnya -- sangat tidak dianjurkan sebab banyaknya stigma agama yang dilekatkan kepada si pemilik bahasa. Bukan hanya itu, sebagian besar santri di pondok pesantren juga banyak yang menjadikan bahasa asing ini aprioritas. Hal ini akan menjadi bumerang jika dijadikan pedoman bagi santri nusantara. 


Jika kita gunakan logika memilih, maka tidak salah jika hal ini akan menghasilkan jawaban A atau B dengan dasar rasa “suka/tidak suka atau prioritas/aprioritas.” Tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah logika ini bisa diterima oleh fakta lapangan dalam konteks persaingan di masyarakat dan dunia profesional? 


Tentu jawabnya 100% tidak. Menggali ilmu agama untuk keberlangsungan di akhirat memang sangat penting, namun Islam juga manganjurkan kita untuk mencari duniawi secara maksimal dengan cara yang baik untuk keberlangsungan hidup di dunia dan pendukung pencariaan kita terhadap bekal akhirat.


Selain menjadi wadah menggali ilmu agama, pesantren juga memiliki peran penting dalam mencetak santri yang siap bersaing di dunia global dan berbagai bidang mengingat setiap santri di Indonesia memiliki potensi dan minat yang beragam. Inilah yang menjadi salah satu alasan kuat jika mereka juga harus dibekali bahasa asing selain bahasa Arab agar mampu menggali ilmu dari berbagai sumber sebagai bekal untuk bersaing di lapangan.


Tidak perlu dipaparkan lebih lanjut, dari fakta lapangan sudah sangat jelas terlihat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi saat ini dikuasai oleh dunia barat. Jika kita tidak mampu beradaptasi dan memahami bahasa mereka, maka mustahil kita bisa bersaing di tengah realita hidup dan membangun peluang kerja sama yang mutualis demi kemaslahatan bersama di era globalisasi yang sedang kita hadapi saat ini. 


Sisi positif lainnya yang juga bisa menjadi poin penting mempelajari bahasa asing lainnya adalah aktivitas dakwah akan semakin masif dan penyebaran nilai-nilai Islam juga akan semakin meluas karena bahasa ini adalah bahasa internasional yang selalu menjadi bahasa alternatif saat tejadi hubungan kerja sama antar negara. Hal ini telah dicontohkan oleh ketua umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staqup, yang diundang berdialog oleh America Jewish Committee (AJC) di Israel tentang nilai kemanusiaan dan perdamaian dalam Islam pada tahun 2018.  


Peluang dan Tantangan


Di dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 22 Allah Swt berfirman yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” 


Dari ayat tersebut bisa kita pahami bahwa keberagaman bahasa di dunia ini merupakan sunatullah yang harus diyakini. Memahami dan menguasainya merupakan hal yang sangat dianjurkan demi kemaslahatan. Sudah sewajarnya bagi pesantren di Indonesia yang menjadi basis pembibitan generasi muda Islam beradaptasi dan menerapkan pembelajaran bahasa asing secara total tanpa ada dikotomi berdasarkan tuntutan zaman. Penerapan ini juga sangat dibutuhkan para santri saat mereka terjun ke masyarakat dan bersaing di dunia profesional.


Banyak sekali hal positif dan peluang bagus yang akan didapatkan oleh para santri jika mereka memiliki kecakapan bahasa asing:

 
  • Mendapatkan beasiswa internasional
  • Bekerja di perusahaan transnasional atau internasional
  • Berdakwah lintas negara
  • Membangun peluang kerja sama lintas negara
  • dan lainnya 


Untuk mendapatkan faedah tersebut tentu harus ada rancangan yang solid agar proses pembelajaran bahasa asing di lingkungan pesantren bisa efektif dan praktis. Hal yang harus dipersiapkan:

 
  • Pengajar yang kompeten
  • Sistematika materi yang runut
  • Lingkungan yang mendukung penerapan
  • Metode pembelajaran yang efektif
  • Media pembelajaran yang memadai
  • Kedisiplinan dan kontrol


Jika semua sudah dipersiapkan dengan baik, maka bisa dipastikan hasil yang akan didapatkan akan maksimal dan tertarget. Sebagian pembaca mungkin menganggap hal ini sudah diterapkan di pesantren mereka. Namun singkronisasi dan hasil yang didapatkan apakah sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat?


Tanpa bermaksud menjustifikasi, menurut penulis konsep yang terbangun saat ini kurang solid. Hal ini bisa dibuktikan dari persentase alumni pesantren di Indonesia. Mereka yang lahir dari lingkungan pesantren modern memiliki kecakapan dalam oral, namun lemah secara gramatika. Sebaliknya, mereka yang lahir dari pesantren salaf pandai menganalisa bahasa, namun pasif dalam berbahasa.


Membangun Paradigma 


Sami’na wa atha’na terhadap seorang guru merupakan satu di antara kultur yang sangat dipegang kuat oleh para santri di lingkungan pesantren mengingat berkah seorang guru merupakan penentu kemanfaatan ilmu yang akan mereka dapatkan. Banyak dalil dari berbagai sumber yang menjelaskan hal ini. Diantaranya surat al Isra ayat 23 yang artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."


Seorang guru merupakan orang tua bagi seorang santri ketika mereka sedang menuntut ilmu di pesantren. Sebab itu, patuh dan taat kepada seorang guru merupakan cermin bagi seorang santri yang patuh dengan orang tua kandung mereka di rumah. Membantah hal baik seorang guru berarti membantah orang tua. Hukumnya dosa dalam agama. 


Layaknya orang tua kandung, seorang guru juga harus bisa mengarahkan para santrinya agar menjadi generasi yang baik, unggul dan memiliki daya saing dengan keilmuan yang telah mereka dapatkan selama belajar di pesantren. Sebab itu, seorang guru harus memberikan yang terbaik bagi para santri untuk merealisasikan target tersebut. 


Alumni yang dihasilkan oleh sebuah pesantren tergantung bagaimana penerapan konsep yang akan mereka berikan kepada santri. Seorang santri tentunya akan tumbuh dengan baik di tangan seorang guru yang membekali anak-anak mereka dengan nilai-nilai keagamaan, adab dan pengetahuan. Jika salah satunya diabaikan, maka hasilnya tidak akan maksimal. Oleh karena itu, pesantren harus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman yang terus bergulir. 


Intruksi seorang guru di pesantren memiliki peran penting dalam penerapan ilmu-ilmu apa yang harus dan penting dipelajari oleh seorang santri agar mampu bersaing sehat di berbagai bidang. Mengingat tidak semua santri ingin jadi kyai. Banyak dari mereka yang ingin mengembangkan potensi di dunia lain tanpa harus meninggalkan ilmu yang telah mereka dapatkan di pesantren.


Jika dikotomi terkait bahasa asing terjadi di lingkungan pesantren, maka seorang guru harus mampu meluruskan agar para santri bisa mencapai kesuksesan yang mereka inginkan dan mengangkat nama baik almamater mereka. Seorang guru harus bijak membaca dinamisasi lingkungan di luar pesantren dan mampu mempersiapkan santri didikannya bisa bersaing di berbagai bidang dan member manfaat bagi umat. 


Jarwo Adi, Direktur Mother Language English School Pare, Kediri


Opini Terbaru