Opini

Blokir 31 Juta Rekening Dormant: Kebijakan PPATK yang Menguji Soliditas Pemerintah dan Kepercayaan Publik

Sabtu, 9 Agustus 2025 | 08:15 WIB

Blokir 31 Juta Rekening Dormant: Kebijakan PPATK yang Menguji Soliditas Pemerintah dan Kepercayaan Publik

(Ilustrasi: Freepik).

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan langkah berani dengan memblokir 31 juta rekening dormant atau tidak aktif. Meskipun kemudian dibatalkan Sebagian, yakni membuka kembali 28 juta rekening yang sudah diblokir setelah Ketua PPATK di panggil Presiden Prabowo ke Istana Negara.


PPATK menyampaikan bahwa kebijakan pemblokiran ini sebagai langkah untuk pencegahan terhadap tindak pidana seperti pencucian uang, bisnis haram narkoba serta judi online.


Kebijakan pemblokiran rekening dormant ini tentu menimbulkan kontroversi dan kepanikan. Tanpa kegiatan sosialisasi yang jelas dan sistematis, banyak warga masyarakat yang terkaget-kaget ketika rekeningnya secara tiba-tiba terblokir. Padahal tentunya tidak semua rekening terblokir digunakan untuk praktek tindak pindana.


Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, PPATK mengungkap beragam temuan, diantaranya adalah:

 
  1. lebih dari satu juta rekening diduga terkait tindak pidana,
  2. 150.000 rekening nominee hasil jual-beli rekening ilegal dan peretasan,
  3. 10 ribu rekening penerima bantuan sosial tidak pernah digunakan selama lebih dari tiga tahun dengan total dana mengendap Rp 2,1 triliun,
  4. 122 juta rekening dormant yang tersebar di sekitar 104 bank,
  5. 140 ribu rekening dormant tercatat tidak aktif selama lebih dari satu dekade dengan nilai Rp 428 miliar,
  6. 1.155 rekening yang digunakan untuk tindak pidana berbagai bidang memiliki akumulasi dana dalam rekening senilai Rp 1,15 triliun lebih, dengan mayoritas berupa tindak pidana perjudian sebanyak 517 rekening dengan nominal Rp 548,27 miliar, dan tindak pidana korupsi sebanyak 280 rekening dengan nominal Rp 540,68 miliar,
  7. 96 rekening berupa cybercrime dengan nominal Rp 317,5 juta
  8. tindak pidana pencucian uang atau TPPU 67 rekening dengan nominal Rp 7,29 miliar,
  9. tindak pidana narkotika 65 rekening dengan nilai Rp 4,82 miliar,
  10. praktek penipuan 50 rekening dengan nominal Rp 4,98 miliar
  11. tindak pidana di bidang perpajakan sebanyak 20 rekening dengan nominal Rp 743,43 juta
  12. penggelapan sebanyak 16 rekening dengan saldo yang nominalnya sebesar Rp 31,31 triliun
  13. terkait terorisme 3 rekening senilai Rp 539,35 juta,
  14. penyuapan 2 rekening Rp 5,13 juta,
  15. 7 rekening terkait perdagangan orang senilai Rp 22,83 juta.


Berdasarkan pada temuan-temuan tersebut, PPATK mengambil langkah berani dengan melakukan kebijakan pemblokiran rekening. Dan hal ini memang dibenarkan oleh undang-undang. Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU, dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan, PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana. Sementara Pasal 65 ayat (1) UU TPPU, diterangkan bahwa PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana. Dan dalam hal penyedia jasa keuangan memenuhi permintaan PPATK untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi, maka pelaksanaan penghentian sementara dicatat dalam berita acara penghentian sementara transaksi.


Ketentuan lain juga termuat dalam Peraturan PPATK No 18 Tahun 2017, dimana Pasal 2 ayat (2) Peraturan PPATK 18/2017, menyebutkan bahwa penghentian sementara transaksi dapat berupa penghentian aktivitas rekening. Adapun permintaan penghentian sementara transaksi menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan PPATK 18/2017, disampaikan oleh PPATK.


Satu hal yang sepertinya luput dari kebijakan pemblokiran rekening dormant  ini adalah menyangkut dengan sosialisasi yang minim dan kurang optimal. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa PPATK memang memiliki kewenangan untuk mengajukan penghentian atau pemblokiran rekening, namun sosialisasi, komunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang dalam hal ini adalah OJK, Bank Indonesia dan  perbankan tetap penting dan menjadi prioritas agar tidak memunculkan kepanikan di masyarakat.


Langkah sosialisasi dan keterbukaan harus dibangun secara masih dan sistematis, baik menyangkut dengan mekanisme dan proses pemblokiran, prosedur reaktivasi rekening, dan jaminan keamanan dana, besaran jumlah nominal yang diblokir, serta waktu, dan periode pemblokiran. Tanpa sosialisasi dan komunikasi kepanikan sudah pasti tidak terhindarkan.
Terlepas dari itu, pemblokiran yang sempat dilakukan tentunya berdampak pada;


Pertama, perbankan memainkan peran kunci dalam menunjang perekonomian Indonesia. Melalui mekanisme penyaluran kredit, pembiayaan proyek pemerintah, menyediakan produk-produk keuangan seperti deposito dan tabungan, menjembatani kebutuhan masyarakat melalui skema kredit konsumsi, seperti rumah, kendaraan bermotor, perhiasan dan lain sebagainya.


Untuk menjalankan semua peran kunci tersebut, perbankan memiliki dua sumber utama pendapatan, yaitu pendapatan bunga (interest income) dan pendapatan selain bunga (non interest income). Pendapatan terbesar dan utama pada sektor perbankan didapat dari pendapatan bunga, hal ini karena kegiatan utama bank adalah menghimpun dana masyarakat melalui tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit.


Kepanikan masyarakat akibat pemblokiran rekening dormant, berdampak besar terhadap kepercayaan masyarakat untuk menabung di bank. Munculnya meme di beragam media sosial dan gerakan menabung di bawah kasuh adalah respon nyata di masyarakat atas kebijakan pemblokiran rekening dormant. 


Jaminan keamanan dan memastikan bahwa uang masyarakat tersimpan dengan aman seolah sirna dalam waktu sekejab mata. Dalam bahasa lain, perbankan akan kehilangan atau tergerusnya modal sosial yakni kepercayaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank, karena tidak adanya jaminan keamanan atas uang yang mereka simpan di bank.


Sebuah kondisi yang tentunya menjadi sebuah dilema bagi industri perbankan. Sebuah kondisi yang jika tidak dicarikan solusi strategisnya, akan menganggu peran dan fungsi utama perbankan. Bahkan tidak menutup kemungkinan dalam jangka panjang akan berdampak pada penghambat pembangunan ekonomi nasional, meningkatkan pemerataan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi nasional.


Kedua, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024 dengan perolehan 96.214.691 suara atau 58,6%. Mengalahkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin: 40.971.906 atau 24,9% dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dengan 27.040.878 suara atau 16,5%.
Dalam perjalanannya, belum genap 1 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran paling tidak sudah ada beberapa kebijakan tingkat kementerian/lembaga yang dianulir oleh Presiden Prabowo. Diantaranya adalah pembatalan kenaikan PPN 12%, pencabutan larangan penjualan tabung gas 3kg bagi pengecer, percepatan pengangkatan CASN dan PPPK, pencabutan ijin tambang nikel di Raja Ampat, sengketa empat pulau antara Aceh-Sumut, dan terakhir adalah pembatalan pemblokiran rekening dormant.


Sebuah fenomena yang bukan hanya mengambarkan lemahnya komunikasi antara pejabat dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, tetapi juga mengambarkan kurang adanya singkronisasi kebijakan dan kajian mendalam atas dampaknya di masyarakat. Dalam kondisi yang demikian, kesalahan senantiasa ditimpahkan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara. 


Presiden memang selalu mengambil langkah tepat, baik dari sisi waktu maupun sikap dan kebijakannya. Tetapi  kejadian demi kejadian yang terus berulang-ulang, disadari atau tidak disadari akan berpotensi mengerus modal sosial pemerintahan Prabowo-Gibral, yang memiliki modal sosial hasil Pilpres yakni sekitar 58,6% sesuai dengan hasil rekapitulasi KPU. Yang jika terus berulang, bukan hanya potensi tidak tercapainya visi dan misi Presiden Prabowo yang tertuang dalam Asta Cita, tetapi akan menjadi batu sandungan manakala Presiden Prabowo berkehendak untuk kembali mencalonkan diri sebagai Presiden RI pada Pilpres tahun 2029 mendatang.


Di tengah potensi ancaman tergerusnya modal sosial sebagaimana yang tersebut diatas, maka Pekerjaan Rumah (PR) mendesak bagi Presiden Prabowo saat ini adalah membangun soliditas kabinet dan pemerintahan, Dengan terus melakukan internalisasi doktin dan nilai, “disini tidak ada visi dan misi menteri/wakil menteri, yang ada adalah visi dan misi pemerintahan Prabowo-Gibran yang tertuang dalam Asta Cita".


Dr Eko Setiobudi, SE, ME, Dosen Ekonomi Dan Ketua Tanfidziyah Ranting NU Desa Limusnunggal, Kec. Cileungsi, Kab. Bogor