Oleh Bambang Q-Anees
(2) Gus Wahid memiliki artikel mengenai ‘Kebangkitan Dunia Islam’ adalah artikel pada Mimbar Agama Tahun II, No.3-4, Maret-April 1931. Artikel ini menyajikan beberapa pikiran dasar keislaman yang diyakini Gus Wahid.
Pertama, Gus Wahid mengemukakan bukti yang indah mengenai Islam sebagai agama yang didasarkan wahyu iIalhiah yang selaras dengan akal. Buktinya adalah kemampuan Ajaran Islam berkembang di daerah yang tandus dengan masyarakat yang terbelakang:
“Agama Islam telah lama berkembang di atas dunia ini. Islam ibarat bibit sangat kuatnya. Sebab masyarakat tempat Islam tumbuh, ibarat tanah, adalah sangat kurusnya . Biasanya bibit ditanam di tempat kering tidak tumbuh. Tetapi bibit Islam ditanam di masyarakat yang kurus dapat tumbuh dengan suburnya. Inilah satu bukti, bahwa Islam, adalah bibit yang kuat, yang dapat subur di tempat kering, apalagi di tanah yang subur.”
Kedua, Agama Islam menghargai akal dan mendorong pemeluknya untuk menyelidiki, memikirkan, dan mengkritisi segala ajaran Islam. Inilah tafsir Gus Wahid terhadap hadits” Tidak terdapat Agama, bagi orang tidak berakal”. Dorongan kritik diri ini menunjukkan kebenaran dalam diri ajaran Islam, “lslam tahu bahwa ajaran-ajarannya adalah tahan uji, karenanya ia tidak takut ajaran-ajarannya itu diselidiki orang.
Ketiga, Islam sebagai bibit yang kuat karena memiliki ajaran Al-Qur’an (surat Al Imran ayat 159):
”Jika engkau telah mengambil kepastian, maka tawakkallah pada Allah”. Ayat ini membuat orang Islam tetap teguh pada ajaran Islam yang telah dipastikannya, kemudian “tiap-tiap orang Islam tidak akan kehabisan jalan. Sebab dengan begitu, kalau misalnya pada suatu masa akal telah buntu, fikiran telah tertumbuk rationalisatie tidak dapat dipakai lagi, masih ada jalan yang tidak dapat ditutup yaitu jalan berharap pertolongan Allah”.
Ilustrasi atas pemikiran ini adalah saat Perang Badr yang digambarkan Gus Wahid secara bertahap:
“Mula-mula beliau mempergunakan akal dan pikiran. Beliau menduduki sumber air minum. Sebab di padang pasir yang tidak berair, fihak yang dapat menguasai sumber air tentu dapat bertahan lama. Akan tetapi akhirnya ternyata, bahwa pasukan Islam yang berjumlah 313 orang itu tidak akan mungkin menghadapi pasukan Quraisi yang banyaknya empat kali lipat. Apalagi senjata pasukan Quraisi jauh lebih sempurna. Di waktu yang demikian itu, akal tidak dapat dipakai lagi, fikiran telah buntu tetapi meskipun begitu, masih ada satu jalan yang selama-lamanya, tidak dapat ditutup. Jalan itu, ialah jalan bermohon kepada Allah, berlindung dan mengharap pertolongannya . Demikian itu lalu diusahakan Junjungan kita. Beliau menengadahkan tangannya , sedang Sayyidina Abu Bakar dan sahabat-sahabat yang lainnya mengaminkan do’anya . Antara lain-lain beliau menyebutkan dalam do’a itu: “Hai Tuhan, berikanlah pertolongan Mu yang engkau janjikan bagiku: Hai Tuhan, jika golongan ini (Kaum Muslimin) kalah pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah orang lagi dibumi ini”.
Keempat, Gus Wahid mengemukakan analisa sosiologis terhadap kaum Qurays, masyarakat awal yang menumbuhkan ajaran Islam. Ia menyebutnya sebagai “masyarakat yang ibarat tanah kurus kering” atau masyarakat Jahiliyyah (masyarakat kebodohan dan keburukan).
Di dalam masyarakat Jahiliyyah itu orang mempunyai semboyan: orang yang kuat memakan orang yang lemah, sedang si lemah sama sekali tidak mendapat perlindungan, bahkan digencet dan ditindas. Di dalam masyarakat Jahiliyyah keluhuran martabat seseorang diukur menurut kecakapannya menindas. Makin pandai menindas, makin mendapat kedudukan dan kehormatan. Juga diukur dengan kepandaiannya berlaku curang dan berkhianat, makin naik pangkat dan martabatnya.
Di dalam suasana hidup cara Jahiliyyah itu, di mana penindasan dan kecurangan menjadi dasar tiap-tiap orang yang ingin naik dan meningkat derajat yang tinggi, tentu tidak ada jalannya lagi kecuali menjilat dan menjual muka. Sudah tentu dalam masyarakat Jahiliyyah yang demikian itu, golongan yang senang selalu memuas-muaskan kesukaannya , melepaskan hawa nafsunya. Mereka sama-sekali tidak memikirkan kesukaran golongan yang lemah.
Akibatnya, ialah tidak menyukai pikiran yang sehat. Mana-mana hal yang menurut akal adalah baik, dianggap tidak bagus. Mana-mana perkara yang menurut akal tidak pantas, malah dipakai dan alami. Oleh karena tidak menyukai akal yang sehat itu, maka akhirnya masyarakat Jahiliyyah itu lalu memakai dasar hawa nafsu.
Jadi semua peraturan diikuti pada hawa nafsu semata-mata. Maka akibatnya masyarakat itu kucar-kacir, tidak dapat diatur lagi. Dan kesudahannya menurut ilmu masyarakat (sociology) tidak lain nasibnya dari pada keruntuhan dan kerobohan.
Islam mentransformasi keburukan pada masyarakat Jahiliyyah menjadi keutamaan berdasarkan persaudaraan, keadilan dan kebaikan budi pekerti.
Kelima, Semua ajaran Islam yang baru itu bukanlah hanya sebagai semboyan kosong, umpamanya semboyan-semboyan kaum penjajah yang kedengarannya manis sebagai madu, tetapi prakteknya pahit seperti empedu.
Baca Juga
Profil Singkat Tokoh NU KH Wahid Hasyim
Bukan… Ajaran-ajaran lslam bukanlah kosong begitu, tetapi berisi. Di dalam Islam ada ketentuan, bahwa orang bersalah, haruslah dihukum, orang merampas barang lain di samping dihukum, juga harus mengembalikannya . Ketentuan yang demikian bukanlah aturan yang kosong, guna memikat hati orang. Tetapi betul-betul dijalankan. Ketika menjalankan hajjatul wadaa (haji beliau yang penghabisan), Junjungan kita Nabi Muhammad SAW berkhutbah , antara lain-lain:
“Hai manusia sekalian, barang siapa pernah saja ambil uangnya , maka inilah uang saja, ambillah. Barang siapa pernah saja pukul, meskipun Cuma sekali, maka hendaklah membalas saja sebelum pembalasan di hari Kiamat”.
Oleh karena ajaran-ajaran Islam itu betul-betul berisi maka tampak sekali kebenarannya pada semua orang. Meskipun pemuka-pemuka Jahiliyyah menghalang-halangi dengan halus dan kasar, tetapi pengikut-pengikut Islam kian lama kian besar jumlahnya. Akhirnya masyarakat yang kucar-kacir itu lalu memeluk Islam seluruhnya .
Maka di dalam masa yang singkat (23 tahun) orang Arab yang dahulunya hidup tidak berarti, maju dan mengikat hingga menjadi bangsa yang disegani dan ditakuti orang. Di waktu itu bangsa Persi (Iran) dan Romawi adalah dua bangsa yang berkuasa dan gagah berani dipandang orang. Jajahannya terdapat di mana-mana.
Di jaman itu kedua bangsa tadi (Persi dan Romawi) tidak mempunyai keinginan sama sekali akan orang Quraisy, karena ibarat sapi, mereka itu sangat kurusnya. Tetapi setelah mereka bangkit berdiri karena pimpinan lslam, mereka lalu merupakan suatu bangsa yang menakuti kedua bangsa yang kuat dan gagah tadi.
Berkali-kali pasukan-pasukan Islam berhadapan muka dengan pasukan-pasukan kedua bangsa yang kuat dan gagah itu. Tetapi pasukan-pasukan Islam selalu memperoleh kemenangan. Demikianlah Ummat lslam dahulu kala itu maju dengan pedang ditangan kanannya dan buku (Kitab) ditangan kirinya. Dengan pedang mereka mencukur dunia dan di samping itu mereka menyebar peradabannya.
Suatu peradaban yang betul-betul patut dinamakan peradaban, karena peradaban itu didasarkan keadilan, kemanusiaan dan persaudaraan, bukan peradaban sebagai yang digembar-gomborkan negeri-negeri Barat dan negeri-negeri penjajah, yang kedengarannya manis, tetapi praktiknya pahit getir
Pada bagian selanjutnya, Gus Wahid melakukan kritik diri terhadap kondisi umat Islam,
“…karena kesalahan mereka sendiri, maka keluhuran dan kemuliaan itu lalu berangsur hilang. Setelah mereka menduduki kursi kemuliaan dan kejayaan, maka akhlak luhur dan budi pekerti baik yang bersarang di dada mereka itu lalu berubah, sifat-sifat yang menjadikan mereka naik dan mendaki, seperti keuletan bekerja, kemauan yang keras, keberanian, keeratan bersatu dan lain-lainnya, lalu bertukar menjadi sifat-sifat yang mendorong mereka menurun dan terjun ke bawah. Keuletan bekerja mereka menjadi lekas putus asa. Kemauan mereka yang keras bertukar jadi menyerah pada nasib. Keberanian mereka berubah menjadi kekuatan, dan keeratan bersatu hilang berganti sifat nafsi-nafsi (Cuma memikirkan kepentingan diri sendiri)”.
Maka akhirnya dapat dikira-kirakan sendiri, yaitu keluhuran dan kemuliaan yang gilang gemilang itu lenyap, dan yang terdapat ialah kelemahan, kerendahan dan kekurangan.
Walaupun demikian, Gus Wahid meyakini bahwa umat Islam akan kembali pada kejayaannya. Merujuk penulis L Stoodard, Eugene Younge, P. Schmidt, Gus Wahid meyakini bahwa
“Kemungkinannya Islam di masa yang akan datang sangat besar dan sangat bagus. Memang Dunia ini tempat yang tidak tetap, silih berganti, naik dan turun. Al-Qur’an (Surat Al Imran ayat 140) telah menyebutkan: “,Bahwasanya masa kemuliaan itu kami buat berganti-ganti di antara semua manusia”. Bahkan penulis Lothrop Stoddard di dalam bukunya menggambarkan Dunia Islam sebagai raksasa yang kuat. Sekarang raksasa besar itu sedang tidur dengan nyenyak. Cuma telah ada tanda-tanda, bahwa raksasa itu akan bangun”.
Keenam, Gus Wahid memberikan cara pandang Qurani terhadap situasi sosial politik. Peperangan dan konflik antar Negara tidak selamanya buruk, konflik dapat dianggap sebagai peluang bagi kemunculan umat Islam:
“Kita Umat Islam harus bersyukur pada Allah SWT karena pecahnya peperangan dunia yang baru lalu ini. Kita jangan berkecil hati karena banyaknya kesukaran-kesukaran ditimbulkan oleh peperangan. Peperangan yang hebat dan dahsyat jangan kita pandang dari sudut yang gelap. Sebab jika begitu, tentu hati kita menjadi kecil. Sebaliknya kita harus memandang peperangan ini dengan penuh kegembiraan dengan keyakinan yang teguh, bahwa Allah s.w.t. menjadikan sekalian ini, mustahil tidak ada gunanya. Ingatlah akan firman-Nya dalam surat (Al-Baqarah ayat 251): “Kalau Allah tidak mentakdirkan manusia semua tolak-menolakkan (berperang) antara segolongan lawan golongan lainnya, tentulah bumi akan rusak."
Jadi peperangan itu ada baiknya. Karena dengan adanya peperangan antara satu golongan dengan golongan lainnya, tidak dapat satu golongan berkuasa terus menerus, menindas, memeras dan menganiaya sepanjang masa. Karena adanya peperangan dunia, maka negeri-negeri Barat yang selama ini menindas, berkurang kekayaannya, jadi lemah jiwanya. Dan makin lemah di jiwanya, itu makin bagus bagi negeri-negeri Timur, khususnya Umat Islam.
Karena kesempatan dan kemungkinan akan bangkitnya negeri-negeri yang lemah menjadi makin besar. Di sini saya ingat firman Allah dalam Al-Qur’an (Surat Al-Qasash ayat 5): “Dan kami (Allah) menghendaki akan memberi kenikmatan pada mereka yang diperlemah dan akan menjadikan mereka Imam-Imam (Pemuka-pemuka) dan akan menjadikan mereka golongan yang mewarisi”.
Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Jabar
Terpopuler
1
Nekat Berhaji Tanpa Visa Resmi, WNI Terancam Dideportasi dan Dilarang Masuk Arab Saudi 10 Tahun
2
KH Aceng Aam Sebut Anak Terbaik Adalah yang Melebihi Orang Tuanya dalam Kebaikan
3
Shalawat Haji Karangan KH M Nuh Addawami Mustasyar PBNU Asal Garut
4
Peringati Harlah ke-91, GP Ansor Kertasemaya Gelar Tasyakuran dan Halal Bihalal
5
PCNU Cianjur Bersama Kemenag dan BPN Gelar Sosialisasi Sertifikasi Tanah Wakaf
6
Penerima Beasiswa Pascasarjana Pergunu Depok Jalani Ujian Tesis di Universitas KH Abdul Chalim Mojokerto
Terkini
Lihat Semua