Opini

Gus Wahid: Pemikir dan Penggerak Yang Terlupakan I

Sabtu, 19 April 2025 | 10:08 WIB

Gus Wahid: Pemikir dan Penggerak Yang Terlupakan I

Gus Wahid: Pemikir dan Penggerak Yang Terlupakan I. (Foto: NU Online Jabar)

Oleh Bambang Q-Anees

Yâ ayyuhalladzîna âmanustajîbû lillâhi wa lir-rasûli idzâ da‘âkum limâ yuḫyîkum.

“Hai golongan orang yang  percaya  pada Allah, penuhilah ajakan Allah dan RasulNya, apabila la memanggilmu ke arah  yang  akan meng-hidup-kan kamu.” (QS. Al-Anfal Ayat 24).

Gus Wahid wafat (pada 20 April 1953) dalam kecelakaan di Cimindi menuju Sumedang untuk menghadiri rapat Nahdlatul Ulama di Sumedang. Setelah sekian lama, Gus Wahid terlupakan. Pemikiran dan kiprahnya tidak lagi dibicarakan, apalagi dijadikan rujukan. Pada Haul ini beberapa pemikirannya akan diungkapkan, terutama untuk meneruskan spirit Gus Wahid yang terkubur sejarah.


Gus Yahya, Ketua Umum PBNU periode saat ini, pada awal-awal kepemimpinannya mengemukakan seruan yang unik, “Selamat Datang di Abad Kedua Nu!”. Seraya Gus Yahya, dalam buku  Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, mendorong perlunya reorientasi pengembangan organisasi yang lebih luas, yang lebih dari sekedar manajemen organisasi, tetapi governance atau tata kelola sehingga  NU harus melibatkan   diri  dalam pemecahan  masalah yang  nyata di lingkungannya.


Masalah apa pun, menyangkut siapa pun, asalkan secara normatif mengharuskan pelibatan NU dalam  upaya pemecahannya, NU harus turun tangan. Gus Yahya juga mendorong munculnya pertimbangan strategis nasional dan internasional yang mendasari penyusunan gerak organisasi. Kedua orientasi ini ternyata dapat ditemukan pada pemikiran Gus Wahid.


Kesadaran strategis umat Islam di tengah situasi geopolitik nasional dan dunia terlihat pada banyak tulisan seperti ‘Perkembangan Politik Masa Pendudukan Jepang (1945)’, ‘Apakah Meninggalnya Stalin Membawa Pengaruh pada Umat Islam? Juga pada umat Islam Indonesia’ (Gema Muslimin, Tahun I, No. 2, 1 April 1953), ‘Di belakang layar Perebutan kekuasaan di Mesir (1952)’, ‘Umat Islam Indonesia dalam Menghadapi Perimbangan Kekuatan Politik daripada Partai-partai dan Golongan-golongan (1952)’.


Kemudian, ‘Siapa yang akan menang dalam Pemilihan Umum yang akan datang (1953)’, ‘Akan Menangkah Umat Islam Indonesia dalam Pemilihan Umum yang Akan Datang? (1953)’, Kedudukan Ulama dalam Masyarakat Islam di Indonesia (1950)’, dan ‘Umat Islam Indonesia Menunggu Ajalnya tetapi Pemimpin-pemimpinnya Tidak Tahu (1949)’.


Pada tulisan-tulisan ini, Gus Wahid melakukan analisis strategis dan memberikan peta politik nasional dan dunia. Ia memberikan update situasi politik dunia dalam kaitannya dengan umat Islam Indonesia, seperti terlihat pada analisisnya terhadap kematian Stalin dan turunnya Raja Farouk Mesir.


Ia juga memberikan peta klasifikasi golongan politik masyarakat Indonesia berdasarkan tinjauan historis dengan cukup rinci dan bernas.  Sayangnya tulisan seperti ini tidak lagi ditemukan pada situasi politik kontemporer.


Sebelum Kiai Ahmad Shiddiq pada tahun 1989 mengenalkan Trilogi Ukhuwah (Islamiyah, Wathaniyah, dan Bashariyah), Gus Wahid sudah membicarakannya pada tahun 1950-an – bahkan mungkin sebelum itu. Ini terlihat pada  tulisan ‘Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia’ (Pidato pada Perayaan Maulid Nabi pertama setelah penyerahan Kedaulatan (2 Januari 1950). Tapi lihatlah sejarah NU sendiri merujukkan ukhuwah Bashariyah pada Kiai Ahmad Shiddiq daripada pada Gus Wahid.


Gus Wahid tidak hanya membicarakan soal Islam, ia menulis banyak hal. Ia mengkritik penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat (Kemajuan Bahasa menjadi Kemajuan Bangsa), kekeliruan cara pandang orang tua Muslim pada pendidikan anaknya (Pentingnya Terjemah Hadits pada Masa Pembangunan), kekeliruan manajemen organisasi (Masyumi lima Tahun dan Pendidikan Ketuhanan), kritik atas metode dan pola dakwah Islam (Analisis Penerangan Islam), dan tema-tema lainnya. Semuanya dikemas dalam gaya bahasa yang memikat, diselingi ilustrasi untuk mengantar gagasan yang jelas. 


Untuk lebih jauh mengenal Gus Wahid, mari kita lihat beberapa pemikirannya:


(1) Pada ceramah Maulid tahun 1950 Gus Wahid dalam ceramah berjudul “Nabi Muhammad dan Persaudaraan Manusia” mengaitkan perayaan Maulid Nabi dengan kelahiran Isa al-Masih:


“Berkenaan dengan ini, adalah menjadi kewajiban kita bangsa Indonesia seluruhnya bersyukur kepada Allah SWT dengan memenuhi tuntutan iman kita masing-masing, bagi pihak Nasrani dengan mengikuti ajaran-ajaran Nabi Isa bin Maryam a.s. dengan sebenar-benarnya dan bagi pihak Islam dengan memenuhi peraturan-peraturan yang  diberikan oleh syariat  Nabi Muhammad SAW dengan semestinya.”


Setelah itu Gus Wahid mengemukakan makna penting peringatan maulid Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam dan penganut-penganut agama Nasrani. Nabi Muhammad adalah Nabi yang memberikan pengakuan kepada Nabi Isa bin Maryam a.s. sebagai Rasulullah, satu penghargaan yang luar biasa dibandingkan dengan anggapan orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa bin Maryam a.s. sebagai seorang yang jahat, berkelakuan buruk dan dari keturunan yang  tidak baik.


“Walaupun pada waktu itu kepentingan umat Islam dan penganut-penganut Nabi Isa bin Maryam  a.s. bertentangan, tetapi Nabi Muhammad SAW tidak kehilangan pertimbangan yang adil, dan mengakui kebenaran sebagai hakikat yang  harus dipertahankan.”  


“Bagi Wahid, memberikan pertimbangan adil merupakan sifat utama Nabi Muhammad baik di waktu  kepentingan diri atau golongan sendiri terdesak, maupun di waktu  biasa atau bahkan walaupun merugikan diri sendiri.”


“Sikap jujur, walaupun dengan merugikan diri sendiri itu memang seringkali tampaknya menunjukkan kelemahan. Itulah sebabnya maka sikap itu tidak disukai kebanyakan orang, sebab thabi'at manusia Itu ingin senantiasa tampak kuat. Akan tetapi sejak 1400 tahun lebih, sejak Nabi Muhammad SAW dilahirkan hingga sekarang, kejujuran yang  mutlak itu merupakan dasar kuat yang  tidak dapat dikalahkan. Berkali-kali orang menyerang Islam dan melumpuhkannya , tetapi serangan-serangan itu kandas karena sikap jujur yang  mutlak itu.”


Sebaliknya sikap memenangkan kepentingan diri sendiri, walaupun dengan tidak jujur dianggap Wahid sebagai pangkal segala kekacauan masyarakat yang membawa kehancuran dunia.  


Nabi Muhammad SAW bukan hanya seorang nabi biasa dengan ajaran agama, melainkan seorang pemimpin yang sukses. Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad dapat mengubah bangsanya dari kecil suku-suku yang  senantiasa berperang satu lawan lainnya sepanjang  ratusan tahun, menjadi bangsa yang  besar  yang kekuasaannya meliputi hampir seluruh dunia  dalam waktu seperempat abad.


Lebih dari itu imperium baru ini dapat menghilangkan perbedaan bangsa, hingga bekas budak menjadi gubernur, hakim dan panglima tentara. Nabi Muhammad juga adalah sosok pemimpin yang cakap dan dapat menyatukan tenaga bangsanya dengan ketinggian budinya.


“Hingga orang-orang yang  tadinya  menjadi lawannya yang  paling keras, dapat berbalik menjadi pembantunya yang  sangat tha'at dan suka berkorban jiwa untuk kepentingannya  dan kepentingan cita-cita yang  dibawanya.”  


Ini terlihat, menurut Gus Wahid, pada peristiwa Fathul Makkah yang memberikan kedamaian pada musuh yang paling banyak memberikan teror dan penentangan. “Demikianlah setelah kemenangan 100% tercapai, kekuasaan penuh di tangan beliau serta memuaskan pada umat Islam, tidaklah beliau membuat tuntutan-tuntutan sebagai penjahat perang atau lainnya , tetapi memberi ampun sekalian bekas lawan-lawannya.”


Pilihan jalan damai ini bagi Gus Wahid kontras dengan perilaku manusia pada umumnya yang “Tiap-tiap orang mempunyai pendirian hidup yang  didasarkan pada keadaan semata-mata, yang akibatnya ialah tiap-tiap orang menempatkan dirinya terhadap pada orang lain sebagai lawan dan musuhnya.”


Bagi Wahid usaha penyelesaian masalah hidup berdasar filsafat permusuhan tiap orang terhadap sesama orangnya akan melahirkan kesulitan-kesulitan itu lebih besar dari sebelumnya. Filsafat hidup Nabi Muhammad, bagi Gus Wahid, adalah manusia itu adalah saudara sesama manusia, baik dia suka maupun tidak suka. Inilah dasar Ukhuwah Bashariyah dan Moderasi Beragama.


Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Jabar