• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Ngalogat

Sejarah Pemberontakan dan Pembubaran Janissari, Pasukan Elite Turki Usmani (Bagian 2)

Sejarah Pemberontakan dan Pembubaran Janissari, Pasukan Elite Turki Usmani (Bagian 2)
Ahmet III, Sultan Turki Usmani yang berkuasa antara tahun 1703-1730 M. (Foto: http://warfare.tk/Ottoman/PotraitsOfSultans.htm)
Ahmet III, Sultan Turki Usmani yang berkuasa antara tahun 1703-1730 M. (Foto: http://warfare.tk/Ottoman/PotraitsOfSultans.htm)

Oleh Agung Purnama

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmet III yang berlangsung selama 27 tahun, dengan dibantu oleh Wajir Ibrahim Pasha, masyarakat di dalam negeri cukup merasakan kedamaian. Namun, berbanding terbalik dari itu, politik luar negeri Turki Usmani terus melemah. Pada 21 Juli 1718, Turki Usmani harus kehilangan banyak wilayah, seperti Hongaria, Serbia, Bosnia, dan Wallachia, akibat Perjanjian Passarowitz, yaitu sebuah perjanjian politik dengan Kerajaan Austria.

Baca: Sejarah Pemberontakan dan Pembubaran Janissari, Pasukan Elite Turki Usmani (Bagian I)

Turki Usmani juga harus mengalami kekalahan dalam perang melawan Persia pada musim panas tahun 1730. Hal-hal tersebut kembali menimbulkan ketidakpuasan bagi Pasukan Janissari. Untuk kesekian kali, mereka kemudian melancarkan pemberontakan yang dimulai pada 28 September 1730, di bawah pimpinan mantan panglima Janissari dari Albania, bernama Patrona Halil.

Para pemberontak itu melakukan aksinya dengan menyerang ibu kota Kesultanan, menjarah pertokoan dan pasar, dan merampok rumah para bangsawan, serta membunuh siapa pun yang menghalangi mereka.

Sultan Ahmet III ditangkap, lalu dipaksa untuk menghukum mati pembantu setianya, Wazir Ibrahim Pasha, yang oleh para pemberontak dianggap sebagai biang keladi melemahnya kekuatan politik luar negeri Turki Usmani. Sultan Ahmet III sendiri kemudian ditahan, dan meninggal pada 1 Juli 1736.

Menurut pandangan para sejarawan, kematian Ahmet III menjadi pertanda akhir sebuah jaman; saat keruntuhan dan kemerosotan kemewahan beriringan dengan para musuh yang menggerogoti wilayah-wilayah Turki Usmani. Mungkin di sinilah Turki Usmani mulai mendapat julukan “The Sick Man of Europe.”

Krisis politik yang ditandai berbagai intrik di kalangan istana dan keluarga para Sultan, serta melibatkan kelompok-kelompok militer yang berkepanjangan, membuat Sultan Selim III (1761-1808 M) memutuskan untuk mereformasi semua institusi di Kesultanan Turki Usmani.

Pada awal ia berkuasa tahun 1789, ia mencanangkan perubahan di instansi militer dengan membentuk kesatuan Artileri baru untuk menjadi pasukan utama kesultanan yang lebih modern dan efisien. Ia membentuk pasukan yang dikenal dengan sebutan Nizami Cedit atau Pasukan Era Baru.

Bukannya disambut baik, reformasi dan kebijakan baru ini malah menimbulkan resistensi dari pasukan lama Turki Usmani, Janissari. Sultan Selim III harus berhadapan dengan Pasukan Janissari yang kembali memberontak pada Mei 1807.

Sang Sultan yang kewalahan mencoba menenangkan para pemberontak dengan berjanji akan membubarkan Nizami Cedit serta menyerahkan 17 orang pimpinan militer dari kesatuan tersebut. Lantas, para pemberontak membunuh ketujuh belas orang itu sambil mempertontonkan kepala-kepala mereka di keramaian.

Sementara Sultan Selim III, atas fatwa dari ulama-ulama Turki Usmani, kemudian diberhentikan dari jabatan Sultan dan digantikan oleh sepupunya yang bernama Mustofa IV (1779-1808 M). Sultan Mustofa IV ini hanya berkuasa satu tahun. Ia meninggal pada usia 29 tahun akibat dibunuh oleh pendukung Selim III. (Bersambung)

Penulis adalah Alumnus Departeman Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia dan Prodi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran. Aktif mengajar di Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung


Ngalogat Terbaru