Pelita dari Sepasang Menara: Riwayat singkat perjuangan KH Saepuddin Zuhri (Pendiri Ponpes Baitul Hikmah Haurkuning)
Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:13 WIB
Ada orang yang lahir, hidup, dan pergi seperti angin. Datang tanpa terasa, pergi tanpa meninggalkan jejak. Namun ada pula yang hadir seperti matahari. Terbit perlahan, memberi cahaya, menghangatkan jiwa, menumbuhkan kehidupan, dan ketika terbenam pun sinarnya masih membekas di langit.
KH. Saepuddin Zuhri adalah matahari itu. Dari tanah yang sederhana, dari keluarga yang bersahaja, beliau memulai langkah kecil yang kemudian menjadi cahaya besar, menerangi jalan banyak orang. Kisahnya adalah kisah kesetiaan kepada ilmu, keteguhan dalam perjuangan, dan cinta yang tak pernah padam pada agama.
Di sebuah kampung kecil yang asri bernama Cikiangir, Dusun Cibalagbag, Desa Mandalaguna (dahulu Kawitan), Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya, suasana pada hari Jumat tanggal 12 Agustus 1938 terasa sejuk seperti biasa. Namun hari itu berbeda, sebuah tangisan bayi laki-laki lahir di tengah keluarga sederhana yang penuh iman dan doa.
Ia diberi nama Saepuddin Zuhri, putra dari H. Hudaeli dan Hj. Sukmi, pasangan yang tak hanya hidup sederhana, tapi juga teguh memegang nilai agama. Sejak awal, kedua orang tua ini menyimpan harapan besar: kelak anak ini akan tumbuh menjadi seorang ulama yang membimbing umat, menghidupkan cahaya ilmu dan iman di tengah masyarakat.
Masa Kecil dan Pendidikan Dasar
Tahun demi tahun berlalu, dan pada 1946 samapi1952, Saepuddin kecil mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Salopa. Namun, di penghujung pendidikannya, ujian kelulusan justru tak bisa diikutinya atas keputusan orang tuanya yang ingin ia memusatkan diri pada pendidikan agama di pesantren. Keputusan ini sempat membuat hatinya gelisah, hingga ia melarikan diri ke daerah Cikasungka (DI/TII).
Di sana, ia dirawat oleh Bapak Amin, seorang juru tulis Bupati asal Cianjur, selama satu minggu. Perjalanan masa kecilnya diwarnai bimbingan para guru kampungnya, seperti pamannya M. Sukirman, H. Fadli, H. Zakaria, Ustaz Hadia, dan Ustaz Ahmad, yang membentuk fondasi kuat dalam ilmu agama dan akhlak.
Menjelajahi Pesantren demi Ilmu
Setelah pendidikan dasarnya, Saepuddin Zuhri memulai perjalanan panjang yang penuh perjuangan dan doa, mengunjungi pesantren demi pesantren, menimba ilmu dari para kiai:
1. Pesantren Cibeuti Kawalu selama 20 hari bersama KH. Zaenal Muttaqin
2. Pesantren Cinangsi/Cikoneng selama 10 bulan bersama KH. Zakaria
3. Pesantren Ciharashas/Cibeureum selama 1 tahun bersama KH. Jaelani
4. Pesantren Cilendek selama 8 tahun bersama KH. Bahrum (di sini beliau menjadi lurah santri dan juga mengajar)
5. Pesantren Keresek/Cibatu selama 40 hari bersama KH. Busyrol Karim
6. Pesantren Sumursari/Pasirjengkol selama 2,5 jam bersama KH. Muhidin
7. Pesantren Sagaranten selama 1 malam 3 jam bersama KH. Dimyati
8. Pesantren Sayuran/Cikajang selama 3 minggu bersama KH. Muhammad Nawawi
9. Pesantren Sirnasari selama 2 minggu
10. Pesantren Riadul Alfiyah Sadang/Garut bersama KH. Raden Utsman
Perjalanan ini bukan hanya kisah menuntut ilmu, tapi juga kisah keteguhan hati. Ia pernah bertahan hidup dengan menjual kayu bakar, membuat arang, hingga bekerja di pabrik tahu. Pernah pula, saat mondok di Cikajang, ia melewati tujuh hari tujuh malam tanpa makanan, hanya minum air mentah. Tetapi semua itu tak menyurutkan langkahnya, karena di dadanya, api semangat menuntut ilmu tak pernah padam.
Pernikahan dan Kehidupan Keluarga
Tahun 1963, KH. Saepuddin Zuhri menikah dengan Hj. E. Rohbiyah, putri dari pamannya H. Hasbullah. Hj. E. Rohbiyah lahir pada 4 Juli 1947 dan wafat pada Kamis, 22 Juli 2012 M / 22 Sya’ban 1433 H pukul 10.00 WIB, pada usia 65 tahun. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tujuh anak yang kelak meneruskan perjuangan ayah dan ibunya:
1. KH. Busyrol Kariem Zuhri dengan Hj. Oneng Hojanah
2. Hj. Ai Nurlaela Zuhri dengan Drs. H. Unang Mulyadi, M.Pd.
3. KH. Acep Salahudin M. Zuhri, S.Ag. dengan Hj. Tina Yunita
4. Hj. Enung Nurmala Zahra dengan KH. Ismail Salim
5. Hj. Ade Zahratul Fuadah Zuhri, S.Ag. dengan Ust. Mahfudz, S.Ag.
6. KH. Iip Miftahul Faoz Zuhri, S.Ag. dengan Hj. Iin Maryana
7. H. M. Shofiyyudin Zuhri, S.Sos. dengan Teh Dina Nurhamidah
Mendirikan Pesantren
Pada 18 Agustus 1964, di sebuah daerah terpencil di Puncak Haur, berdirilah sebuah pesantren sederhana yang ia namakan Pesantren Haurkuning, nama pemberian KH. Muhammad Nawawi dari Cikajang, Garut. “Haur” dimaknai sebagai hurun (bidadari) atau panutan, dan “Kuning” sebagai qana’ah (sabar dan menerima) atau simbol kedamaian.
Tahun 1978, setelah menunaikan ibadah haji, di Multazam beliau merasa mendapat isyarat berupa suara yang menyebut “Baitul Hikmah”. Sepulangnya, beliau mengganti nama pesantren menjadi Pondok Pesantren Baitul Hikmah, yang berarti Rumah Ilmu.
Perkembangan Pesantren
Dari bangunan sederhana di atas bukit yang dulu sulit dijangkau, pesantren ini perlahan tumbuh menjadi pusat pendidikan:
1. 1992 didirikan TKA/TPA Baitul Hikmah
2. 18 Agustus 1994 didirikan Yayasan Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning (YAPPABAHIK)
3. 1994 didirikan MTs Baitul Hikmah
4. 1998 didirikan MA Baitul Hikmah
Wasiat Sang Kiai
Pada 18 Agustus 2013 / 11 Syawal 1434 H, hanya 12 hari sebelum wafatnya, KH. Saepuddin Zuhri meninggalkan 6 wasiat untuk keluarga dan para santri:
1. Nitip akidah, syariah, akhlak Ahlus Sunnah wal Jama’ah (titip untuk menjaga akidah, syariat, dan akhlak Ahlus Sunnah wal Jama’ah).
2. Salat berjamaah awal waktu di masjid (laksanakan salat berjamaah di masjid pada awal waktu).
3. Ulah eureun ngaji (jangan sekali-kali berhenti menuntut ilmu agama).
4. Anak incu wajib dipasantrenkeun (anak dan cucu harus dimasukkan ke pesantren).
5. Kudu jaradi NU (harus menjadi bagian dari Nahdlatul Ulama).
6. Hate ulah mencrong ka dunya, sing nyantel ka akhirat (jangan biarkan hati terpaut pada dunia, tetapi pastikan melekat pada akhirat).
Wafat dan Warisan Perjuangan
KH. Saepuddin Zuhri wafat pada Jumat, 30 Agustus 2013 M / 23 Syawal 1434 H. Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga, santri, dan masyarakat. Namun perjuangan beliau tidak berhenti. Anak, menantu, dan cucu beliau meneruskannya. Bahkan setelah wafatnya, pesantren terus berkembang:
1. 2020 didirikan SMA KH. Saepuddin Zuhri
2. 2021 didirikan SMP Hj. E. Rohbiyah
3. 2021 didirikan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) KH. Saepuddin Zuhri
Kini, di tahun 2025, Pondok Pesantren Baitul Hikmah memasuki milad ke-61, sebuah bukti nyata bahwa apa yang dibangun dengan iman dan ketulusan akan terus hidup melampaui usia sang pendirinya.
Kini, lebih dari enam dekade sejak langkah pertama beliau menapaki tanah Puncak Haur, suara beliau masih terasa di hati para santri, keluarganya, dan masyarakat. Wasiatnya masih terngiang, mengajarkan bahwa hidup bukanlah untuk mengejar dunia yang fana, tetapi untuk mempersiapkan perjumpaan dengan Allah di akhirat kelak.
Beliau memang telah berpulang pada Jumat penuh berkah, 30 Agustus 2013, namun warisannya tak pernah mati. Setiap lantunan ayat di pesantren, setiap langkah santri menuju masjid, setiap buku yang dibuka untuk mengaji, semua adalah kelanjutan dari denyut perjuangan beliau.
KH. Saepuddin Zuhri bukan sekadar nama dalam sejarah. Beliau adalah guru, teladan, dan ayah bagi ribuan jiwa. Dan di langit pesantren Baitul Hikmah, sinar matahari itu masih terus menyinari, tak pernah padam, meski pemiliknya telah kembali kepada Sang Cahaya Abadi.
Penulis: Imamul Mutaqin Al Hanif
Catatan Penulis: Tulisan ini disusun dengan penuh rasa hormat dan cinta kepada KH. Saepuddin Zuhri, sebagai bentuk ikhtiar untuk merangkai kembali perjalanan hidup beliau dari berbagai sumber cerita, arsip, dan kenangan.
Disclaimer Informasi dalam tulisan ini diperoleh dari berbagai narasumber dan catatan sejarah yang tersedia. Apabila terdapat kekeliruan data atau ada informasi tambahan yang perlu dilengkapi, dengan segala kerendahan hati saya membuka ruang untuk perbaikan. Silakan untuk menghubungi saya: Imamul Mutaqin Al Hanif di 0851 9500 2085 (WhatsApp only)
Terpopuler
1
MA Plus Al Hikam Gelar Talkshow Inspiratif Perjalanan Hafidz ke Panggung Dunia
2
Lestarikan Warisan Budaya, Kontes Ayam Pelung di Pesantren Fauzan Garut Diikuti 600 Peserta: Ada Jember hingga Madura
3
Ketua PCNU Cirebon Siapkan 17 Hektare Lahan untuk Mendukung Program Tanam Satu Kali Panen Empat Kali
4
Ansor Jabar Jadikan Bisnis sebagai Core Gerakan, Dorong Pemberdayaan Ekonomi Kader
5
LPBINU Jawa Barat Dukung Program “Bakti Negeri” Trias Bakti Pasundan
6
Ibu Lebih Berhak Atas Hak Asuh Anak Pasca Perceraian, Begini Penjelasan Ulama dan Aturannya
Terkini
Lihat Semua