• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Ngalogat

Khidmah di NU, Khidmahku Pada Ilmu

Khidmah di NU, Khidmahku Pada Ilmu
buku, bendera NU dan Indonesia (Ilustrasi: AM)
buku, bendera NU dan Indonesia (Ilustrasi: AM)

"Zaman sekarang seorang santri berjuangnya salah satunya yaitu dengan menulis buku dan pena agar intelektualnya maju, meningkat, dan berkembang" 


Setiap santri/orang memiliki pengetahuan dan daya cipta (ide) yang unik dan menarik. Dalam era digital saat ini, proses penerbitan mandiri telah menjadi lebih mudah daripada sebelumnya. Melestarikan tradisi literasi santri melalui tulisan adalah upaya nyata bagi santri dalam merawat identitas bangsa melalui bahasa. 


Sebagaimana bunyi salah satu butir mutiara Sumpah Pemuda: "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia," karena bahasa memiliki muatan kekuatan tersendiri. Bahasa merupakan cerminan identitas bangsa. 


Kiprah generasi kaum muda hari ini adalah di medan sosial media, dengan spirit memperjuangkan aspirasi kaum santri melalui narasi-narasi keislaman dan keindonesiaan. Sebagaimana Media NU Online, yang bagi penulis sangat konsisten menyebarkan narasi ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. 


Dalam hemat penulis, "berkhidmah di NU, sama dengan berkhidmah kepada ilmu." Ada yang berkhidmah melalui NU secara struktural ada juga yang berkhidmah secara kultural. Tapi sebagai santri, penulis meyakini menjadi bermanfaat adalah sebuah keharusan. 


Menjadi warga nahdliyyin tak semata hanya sebatas menjalankan tradisi amaliyah seperti yasinan, tahlilan atau berziarah sebagai khidmahnya kepada ilmu. Tetapi juga di dalam bidang tekstual, atau tulis-menulis. 


Dilihat melalui kacamata sekarang, kita bisa saja mengatakan bahwa cita-cita pendirian NU (Nahdlatul Ulama) adalah bagian dari cita-cita peradaban. Jika merujuk kepada buku PBNU "Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama" yang ditulis oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).


"NU dilahirkan dengan mengusung cita-cita peradaban, yaitu mewujudkan tata dunia yang harmonis dan adil berdasarkan akhlaqul karimah dan penghormatan terhadap kesetaraan martabat di antara sesama manusia." (termaktub pada paragraf pertama, buku PBNU: Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, hal-9). 


Atas kekaguman penulis terhadap karya tulis inilah, penulis berupaya dan berkhidmah di NU dengan mengikuti jejak kepenulisan KH Yahya Cholil Staquf dalam menulis buku. Sebagaimana kutipan hadist ; "Ikutilah ulama karena mereka adalah lentera dunia dan pelita akhirat." (HR. as-Suyuthi). 


Boleh jadi tanggung jawab dan tantangan NU di masa depan yang semakin beragam menuntut inklusivikasi khidmah dan kebangkitan NU yang didalamnya terdapat kebangkitan intelektualisme. 


Para nahdliyyin, khususnya kaum muda NU dengan mereka lebih produktif didalam menerbitkan karya intelektual (buku), artinya itu menjadi upaya nyata untuk membangkitkan ghirah spirit intelektualisme. Dengan aktif menulis, baik karya tulis itu akan dimuat di media cetak maupun online dalam hal ini, di media NU Online setidaknya aktivitas menulis bagi kaum muda NU sebagai jalan untuk merintis peradaban baru di bidang kepenulisan. 


Melalui aktivitas menulis dan menulis buku dapat dikatakan juga sebagai cara kaum muda NU berkhidmah kepada ilmu. 


NU harus berjuang membangun kapasitasnya untuk hadir secara lebih bermakna di tengah masyarakat, termasuk dengan berkarya (menulis).


Pada mulanya penulis mengenal NU (Nahdlatul Ulama) semasa masih nyantri di Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat, yang didirikan KH Achmad Sjaichu, dimana beliau pernah menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 1966-1971 dari Partai NU. 


"Nyantri di sana, kiai pendirinya orang NU!," begitu ketegasan dari salah satu paman saya, sewaktu ibu saya berdiskusi untuk meniatkan saya disekolahkan ke pesantren. Dimana di zaman itu, masih sangat jarang sekali ada teman sebaya yang masuk pesantren. 


Alhasil, istilah sebutan "anak pesantren" melekat pada diri saya hingga hari ini. Benar yang dikatakan guru saya di pondok saat itu, "tidak ada kata mantan santri, santri itu identitas abadi." Singkat kata, setelah bergulir dengan berbagai aktivitas sejak lulus mondok beberapa tahun silam. 


Pada suatu kesempatan saat bekerja, ada satu momen dimana saya mendapatkan kesempatan mendokumentasikan kegiatan DIKLATSAR ANSOR-BANSER di kawasan Jakarta, kemudian menjadikan foto-foto dan video dokumentasi itu menjadi slide video berdurasi pendek dengan backsound-nya "Mars Banser" dan "Ya Lal Wathon." 


Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam raksasa di Indonesia, NU tercatat telah menorehkan banyak kiprah bagi perkembangan dakwah Islam dan kemajuan bangsa. NU juga telah bersumbangsih melahirkan banyak tokoh berpengaruh yang turut berkhidmat demi kemajuan negara dan syiar agama. 


Sejak membuat video berdurasi pendek kegiatan Diklatsar Ansor-Banser, beberapa minggu kemudian saya tergugah menulis semacam naskah cerita pendek begitu, saya kasih judul: BANSER-MAN: "Man Of The Peace," yang suatu hari nanti bisa menjadi film pendek. 


BANSER-MAN yang bisa berubah selaiknya superhero seperti BATMAN, SUPERMAN, AVENGERS dan sosok superhero lainnya. Seorang ksatria asli orang Indonesia yang mengenakan kostum bermotif khas loreng BANSER, kemudian bertugas menjaga nilai-nilai kemanusiaan di sebuah pusat kota dengan bertuliskan di bagian dada : Khoirunnas anfa'uhum linnas. 


Sejak dari menulis cerita pendek (cerpen) itu, saya akhirnya menjadi ketagihan menulis dan menulis, sesekali menulis antologi bersama puisi, maupun cerita pendek dan novel. Sehingga kini aktif menulis di Media Center PWNU Jawa Barat, NU Online Jawa Barat. 
 

Hari ini, pesantren-pesantren telah menjadi pusat produksi karya intelektual (buku). Ada beberapa frasa yang mengandung kata intelektual di antaranya; Kecerdasan intelektual, Masa intelektual dan Aktor intelektual. Namun hari ini, intelektualitas seseorang bukan lagi menjadi "parameter kesuksesan" atas seseorang. 


Kini banyak sekali penulis yang lahir dari 'rahim' pondok pesantren. Sebagaimana perkembangan turats (kitab kuning) yang termasuk bagian dari literatur-literatur klasik yang selalu dikaji dan dipelajari oleh para santri di pesantren-pesantren. 


'Anak-anak pesantren' (santri) dan generasi muda penerus, hari ini memiliki semua potensi yang diperlukan untuk menjadi "titik sentral" bagi penguatan literasi digital. Para santri yang sejatinya adalah penggerak kebudayaan, harus menjadi garda terdepan dalam merawat tradisi literasi. 


Dengan kehadiran aplikasi berbasis digital seperti NU Online App yang mudah diunggah melalui handphone itulah, maka "para penulis yang santri dan santri yang penulis," bukan hanya saja lebih terbantu dalam menyerap berbagai kebutuhan konten informasi keislaman, tetapi juga dapat mendistribusikan dan menerbitkan karya tulisnya di media NU Online


Untuk diketahui, terkait dengan jenis tulisan, maka sebutan bagi penulis pun juga berbeda-beda: Cerpenis (penulis cerpen), novelis (penulis novel), penyair (penulis puisi), copywriter (penulis naskah iklan), script writer (penulis naskah siaran), news writer atau journalist (penulis berita), dan lain sebagainya. 


Apapun yang nanti rekan-rekan santri pilih dan geluti. Menulislah, karena menulis itu bisa menjadikanmu lebih optimis, romantis sekaligus humanis. Dengan menulis kita bisa menghibur, berbagi pengalaman, dan berbagi pengetahuan. 


Mereka (santri) itu ada yang menjadi jurnalis, profesional, berpengalaman, karya-karya dan portofolionya tersebar dimana-mana. Pekerjaan mereka memang menulis, meneliti, dan mengelola redaksi, bahkan ada pula sesekali waktu, kadang menjadi freelancer. Mencari data, observasi, survei, menganalisis, merancang, menulis program, menguji, dan membuat laporan ini dan itu, yang kesemua adalah aktivitas menulis. 


Sebagaimana bunyi ungkapan ini; "Siapa yang mengurus NU, saya anggap santriku, siapa yang menjadi santriku saya doa'kan husnul khotimah beserta keluarganya" (Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari)


Abdul Majid Ramdhani, Alumni Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok
 


Ngalogat Terbaru