Ngalogat

Menghayati Air Zamzam: Catatan Ekologi Ibadah Haji

Selasa, 3 Juni 2025 | 08:14 WIB

Menghayati Air Zamzam: Catatan Ekologi Ibadah Haji

Ilustrasi/pwnujatim

Oleh Arief Agus
Suatu saat, atas perintah Tuhan, Nabi Ibrahim mengajak istri tercinta Siti Hajar dan anak semata wayang Nabi Ismail yang teramat dikasihi pergi ke suatu tempat. Mereka pergi ke daratan tandus, panas dan kering diantara dua bukit safa dan marwah. Sebuah guru pasir yang tanpa manusia dan peradaban. 

 

Setelah sekian lama tinggal disana, tiba-tiba Ibrahim mendapatkan kembali perintah Tuhan untuk meninggalkan istri dan anaknya. Pertanyaan demi pertanyaan lahir di benak siti Hajar, mengapa sang suami tega meninggalkannya dan Ismail yang masih bayi. 

 

Saat Ibrahim melangkahkan kaki, Siti Hajar coba mengejar dan menanyakan hal tersebut. Akan tetapi Ibrahim tak menoleh sedikitpun kepada sang Istri karena tidak tega dan tidak juga memberi jawaban. Hanya air mata yang terus mengalir.

 

Lalu  siti Hajar akhirnya bertanya : Apakah Allah memerintahkan hal ini kepada engkau? Ibrahim menjawab "ya". Jika memang demikian Allah tidak akan menyia-nyiakan kami, jawab Hajar. Setelah itu Hajar tidak bertanya lagi. 

 

Ibrahim terus berjalan sampai di daerah Tsaniah, yang sudah tidak tampak lagi terlihat oleh mata istrinya yang berkaca-kaca. Akhirnya, Siti Hajar hanya hidup berdua di tempat tandus itu, yang kita kenal saat ini dengan nama Mekah. 

 

Situ Hajar terus menyusui Ismail kecil dan tanpa terasa kurma dan air hampir habis, hingga Siti Hajar sudah tidak bisa menyusui lagi sang anak. Suara tangis Ismail mulai terdengar. 

 

Siti Hajar bimbang, Iba dan bingung. Kemana ia harus meminta tolong. Tak seorang pun yang bisa ia temui di padang yang teramat tandus itu. Lalu ia berlari kecil antara bukit safa dan marwah sambil berharap pertolongan Tuhan segera tiba. 

 

Pada putaran ke tujuh, tiba- tiba terdengar suara di dekat kaki Ismail yaitu gemercik suara air.  Kita kenal  saat ini dengan nama air zamzam. Air suci itu adalah sebuah harapan bagi Siti Hajar dan puteranya. 

 

Kisah siti Hajar tersebut, kemudian dijadikan rukun haji dan umroh yang kita kenal dengan nama sai dan tentunya sudah sering kita dengar.  Namun, dalam kesempatan ini ada hal penting yang jarang dijadikan pembahasan. 

 

Ketika Siti Hajar dan Ismail dalam keadaan kritis tak memiliki kuasa apa-apa dan hanya berharap kasih sayangNya, maka Allah menjawab harapan dan asa Siti Hajar dengan diberikannya air zamzam.  

 

Air adalah jawaban Tuhan untuk menjaga dan melanjutkan kehidupan Siti Hajar dan puteranya, sekaligus sumber daya kehidupan untuk membangun peradaban kota suci Mekah kelak. 

 

Setelah Ibrahim kembali ke kota Mekah menemui istri dan anaknya, dan sumber daya utama air telah didapatkan maka dimulailah pembangunan kota Mekah.  Diawali dengan mendirikan  Kabah yang dibangun bersama oleh Ibrahim dan Ismail yang sudah beranjak dewasa

 

Dalam kisah ini, point' utama yang ingin disampaikan adalah bagaimana air menjadi hal utama dalam upaya membangun masyarakat. Dan ketika dalam keadaan hidup yang kritis, saat manusia membutuhkan kasih sayangNya, air adalah sebuah jawaban, seperti yang diterima Siti Hajar kala itu.

 

Dari penggalan sejarah tersebut, begitu jelas bahwa membangun Kabah dijalankan setelah mendapatkan air sebagai sumber kehidupan. Artinya menemukan sumber air, menjaga dan melestarikannya lebih utama dan menjadi skala prioritas sebelum membangun yang lainnya. Pembangunan kota Mekah dimulai dengan fenomena munculnya air zamzam.

 

Memang benar hikmah kesabaran dan perjuangan Siti Hajar perlu di kisahkan dalam peristiwa Sai, akan tetapi selayaknya kisah tersebut bisa dilengkapi dan dikembangkan lebih jauh lagi, melalui paradigma lingkungan hidup dan pemeliharaan sumber daya alam  yang  berkelanjutan agar ruh ajaran Islam sebagai agama rahmat untuk seluruh alam ini tidak kehilangan relevansinya dalam menjawab tantangan zaman. 

 

Mari kita lanjutkan sejarah Air Zamzam ini. Pada zaman Abdul Muthalib kakek dari Nabi Muhamad, bahwa sumur zamzam pernah terkubur. 

 

Ada beberapa  hal yang menyebabkan hilangnya sumur zamzam. Pertama karena faktor geografis dan banjir. Selain itu, ada spekulasi lain yaitu sumur zamzam sengaja ditutup dan diratakan oleh kabilah Jurhum  yang terusir ke kota Yaman, karena Kabilah Jumhur ini sering melakukan kezaliman. 

 

Cukup lama sumur zamzam ini  tertutup yang mengakibatkan krisis air berkepanjangan di kota Mekah kala itu  Untuk memenuhi kebutuhan air beberapa kali dilakukan penggalian sumur baru, namun ternyata sulit ditemukan dan terpaksa harus mengambil dari negeri Yaman. 

 

Atas krisis air yang semakin hari semakin buruk, Abdul Muthalib berinisiatif mengumpulkan petinggi Quraisy untuk bermusyawarah. Abdul Muthalib, dipercaya untuk mengatasi hal yang sangat mendesak ini.

 

Suatu waktu  Abdul Muthalib, mendapat Ilham bahwa sumur zamzam terletak diantara dua berhala, yaitu Isaf dan Nailah. Berhala itu yang sangat disakralkan oleh penduduk Mekah saat itu.

 

Tak pelak hal ini, menjadi perdebatan dan polemik. Para petinggi Mekah keberatan jika berhala itu dibongkar, tetapi Abdul Muthalib sangat yakin sumur zamzam berada disana.

 

Akhirnya disepakati, Abdul Muthalib diperbolehkan mencari sumur zamzam dengan membongkar kedua berhala tersebut, tetapi dilakukan sendiri tanpa bantuan masyarakat disana. Kemudian Abdul Muthalib, melakukan penggalian dan hanya ditemani oleh puteranya Harits. Singkatnya sumur zamzam bisa ditemukan. 

 

Dengan kerja keras Abdul Muthalib untuk menyelamatkan penduduk Mekah,  akhirnya roda kehidupan penduduk Mekah berjalan kembali secara normal. 

 

Abdul Muthalib, telah menyelamatkan bukan hanya penduduk Mekah penganut agama Tauhid yang diwariskan Nabi Ibrahim, tetapi juga menyelamatkan kelompok penyembah berhala yang pada awalnya menentang pembongkaran berhala  Isaf dan Nailah, tempat dimana sumur zamzam ditemukan. Sejatinya, datuk sang Nabi ini, telah menyelamatkan kemanusiaan. 

 

Membicarakan air zam-zam, bukan sekedar membicarakan khasiatnya semata, tapi seyogyanya kisahkan juga perjuangan Abdul Muthalib, kakek Nabi yang berjuang menyelamatkan sumber air zamzam untuk menjaga kehidupan warga Mekah. Dalam hal ini Islam telah memiliki tokoh lingkungan penyelamat sumber daya alam, yaitu Abdul Muthalib, kakek sang Nabi. 

 

Dengan situasi sekarang ini, yang mana potensi krisis iklim begitu terasa, maka perhatian umat Islam terhadap hal ini perlu ditingkatkan dan perlu diangkat menjadi  jadi wacana prioritas.

 

Jika menurut Gus Dur di periode 80-90, perjuangan umat Islam Indonesia harus terintegrasi dengan agenda negara atau bangsa, maka saat ini perjuangan umat Islam harus menjadi bagian dari agenda perjuangan global 

 

Aksi iklim, yang didalamnya terdapat upaya penyelamatan air untuk kehidupan seluruh manusia, semestinya menjadi bagian perjuangan umat Islam. LIterasi tentang hal itu, dalam khazanah ilmu dan sejarah Islam sebenarnya sudah cukup banyak, baik yang secara langsung maupun dalam bentuk isyarat khusus yang perlu dibuat penafsiran lebih kekinian.

 

Dari Ali bin Muhammad, dari Waki, dari Hisyam, Shahibnya Dastawa'iy, dari Qatadah, dari Said bin Musayyab, dari Sa'ad bin Ubadah ia berkata, "Aku pernah bertanya, 'Ya Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?" Beliau menjawab, "Memberi minum air" (Hasan: at-Ta'liiq ar-Raghiib dan Shahih Abu Dawud, No. 1474

 

Ada seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya : Amal apa yang dapat mengantarkan ke Surga? Rasulullah balik bertanya, apakah anda tinggal di daerah yang banyak airnya?Lelaki tersebut menjawab "ya"..lalu Rasulullah bersabda, belilah timba baru, kemudian gunakan ember itu untuk memberi minum sampai pecah, pecahnya ember itu mengantarkan Anda ke Surga (HR ath- Thabrani)

 

Anas pernah bertanya pada Rasulullah, Wahai Rasul ibuku sudah meninggal dan dia tidak berwasiat. Apakah jika saya bersedekah untuknya akan bermanfaat? Rasulullah menjawab,, Ya bersedekahlah dengan air (HR ath- Thabrani). 

 

Jabir meriwayatkan, Rasulullah bersabda, "orang yang menggali sumur, kemudian diminum oleh semua mahluk hidup, seperti jin, manusia, burung, serta yang lainnya, pada hari kiamat nanti, Allah pasti menjadikanya pahala bagi sang penggali (HR Ibnu Hibban).

 

Tafsir dari beberapa hadits tersebut, tentunya bukan sekedar memberikan air minum yang sifatnya sesaat, tetapi juga bagaimana kita bisa menjaga sumber daya air dan melestarikannya agar shodaqoh air  bisa berjalan secara berkelanjutan dari satu generasi ke generasi.

 

Melestarikan sumber daya air, juga didalamnya adalah upaya agar sumber yang ada tidak tercemari oleh limbah dan sampah, selain menjaga keberadaannya. 

 

Mari sedikit mundur ke awal tulisan, begitu sulitnya siti Hajar untuk bisa mendapatkan air di tanah yang kering dan tandus , begitu juga bagaimana perjuangan Abdul Muthalib ketika menemukan kembali sumur zamzam. Adapun di Indonesia, sumber air yang relatif cukup banyak dengan keberadaan sungainya malah dicemari. 

 

Apabila umat islam tidak segera ikut aktif terlibat  dengan persoalan lingkungan diatas, maka Islam akan kehilangan spirit universalnya. Dan tidak menutup kemungkinan umat Islam hanya jadi objek penderita yang menjadi beban masyarakat global, karena tidak cepat tanggap memberikan kontribusi dan solusi yang memadai.

 

Dalam buku Uninhabitable Earth (Bumi Yang Tak Dapat Dihuni), Peter Gleick dari Pacific Institute, yang meneliti konflik akibat masalah air sejak 190O, telah terjadi 500 konflik. Dan konflik tersebut dominan terjadi di atas tahun 2010 semenjak pemanasan global dan perubahan iklim sudah mulai terasa dampaknya.

 

Menurut temuan Peter Gleick, ada perbedaan karakter dan sifat perang. Konflik zaman dahulu berlangsung antar negara. Namun sekarang ini, konflik terjadi antar kelompok di dalam negara, yang penyebabnya adalah konflik merebutkan air bersih. 

 

Di suriah antara rentang 2006-2011 akibat ke tidak-stabilan politik dan gagal panen karena kekurangan air  memicu perang saudara dan menghasilkan pengungsian besar-besaran.

 

Di Yaman, perang yang terjadi saat ini, bukan hanya krisis kemanusiaan akibat peperangan itu sendiri, tetapi juga terjadinya krisis air berkelanjutan. Menurut para komunitas air, bahwa perubahan iklim bagaikan hiu yang mematikan dan krisis sumber daya air adalah giginya

 

Informasi di atas, sebagai sebuah gambaran bagaimana dampak yang akan terjadi jika krisis air tidak di antisipasi dari sekarang, dimana akan adanya  konflik di tengah-tengah masyarakat, termasuk di dalam  komunitas masyarakat muslim sendiri, karena merebutkan sumber daya yang utama tersebut. 

 

Abdul Muthalib telah memberikan contoh kepada kita, bahwa ia telah menjadi inisiator dan aktor utama penyelamatan sumber daya air untuk menyelematkan kehidupan kota Mekah kala itu. Dan kita sebagai umat Islam sampai saat ini masih bisa menikmati dengan apa yang diwariskan olehnya. Lalu masih adakah sosok Abdul Muthalib di zaman ini? Inilah catatan ekologi haji yang sering kita lupakan.


Penulis adalah Ketua LPBINU Kota Bandung