• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 19 Mei 2024

Ngalogat

KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Kau Kembalikan Aku Pada Titik Bismillah

Kau Kembalikan Aku Pada Titik Bismillah
(Ilustrasi: NU Online Jabar).
(Ilustrasi: NU Online Jabar).

Ar-Rahmanir Rahim
Maliki Yaum al-Din
Iyyaka Na’budu
Wa Iyyaka Nasta’in


Sesungguhnya ilmu Tasawuf itu merupakan perwujudan dari ayat “al-Rahman al-Rahim” dalam ayat ketiga surat al-Fatihah. Sedangkan ilmu Syari’at itu perwujudan dari ayat “Maliki Yaum al-Din” dalam ayat keempat surat al-Fatihah. Itu sebabnya kajian ilmu Syariah berujung pada dosa dan pahala serta surga dan neraka, sementara Tasawuf lebih bicara aspek kasih sayang ilahi.


Dalam sejarah pergolakan umat, kedua kajian ini sering dipertentangkan. Banyak sudah sufi yang mendapat vonis sesat oleh para ahli hukum Islam.


Banyak pula yang begitu alergi mendengar kata Tasawuf. Oleh sejumlah ulama, Tasawuf bukan saja dianggap keluar dari pakem ilmu Syari’ah tetapi juga dianggap telah menjadi biang keladi kemunduran umat Islam.


Saya tentu tidak ingin mempertentangkan antara ilmu Syari’ah dan Tasawuf. Bagi saya, itu seperti membenturkan antara ayat “al-Rahman al-Rahim” dengan “Maliki Yaum al-Din”. Lha dua-duanya kan ayat Allah. Bagaimana kalau kita lanjutkan saja ke ayat berikutnya?


“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”.


Faqih dan Sufi itu harus melewati ayat ini. Kalau Allah itu hanyalah yang kita ibadahkan (iyyaka na’budu) maka kita membutuhkan Syari’ah saja. Segala macam aturan dan tata cara ritual peribadatan dikupas tuntas oleh ilmu Syariah.


Namun potongan ayat ini ada kelanjutannya: wa iyyaka nasta’in. Ini potongan ayat untuk para sufi: Allah-lah tempat kami memohon pertolongan. Dimensi mistis Islam muncul di sini.


Nah Karena ayat ke-5 surat al-Fatihah ini menggabungkan keduanya: aspek ritual dan mistis sekaligus, maka sebenarnya ilmu Syariah dan ilmu Tasawuf harus berjalan bersama melewati ayat kelima ini.


Para ulama Fiqh yang semata-mata mengandalkan ritual, akan mentok pada iyyaka na’budu. Sedangkan para ulama Tasawuf yang seolah melompati Syari’ah dan langsung masuk ke dalam ma’rifatullah dengan membaca iyyaka nasta’in, seolah melompati potongan ayat ini.


Ada jarak tak terkira antara iyyaka na’budu dan iyyaka nasta’in. Yang gagal melewatinya akan dipaksa kembali pada titik Bismillah. Tak bisa melanjutkan ayat berikutnya.


Maka sulit sekali melanjutkan untuk menyelesaikan pembacaan surat al-Fatihah, bagi yang tak memahami rahasia ini. Berulangkali kita dikembalikan pada titik Bismillah. Berulangkali kita diminta mengulangi pemahaman kita.


Itu sebabnya al-Fatihah disebut sebagai sab’ul matsani (tujuh ayat yang berulang) dalam QS al-Hijr ayat 87. Bukan sekadar ayatnya diulang bacaannya tapi pemahaman kita pun harus selalu diulang agar bisa menyelami rahasianya.


Kasih,

Dirimu adalah bagai Fatihah yang selalu ku ulang-ulang untuk menyebutkan rasa cintaku padamu. Allah selalu kembalikan cinta kita pada titik Bismillah


KH Nadirsyah Hosen,  salah seorang Dosen Senior Monash Law School


Ngalogat Terbaru