Hijrah Nabi, Cinta Tanah Air dan Eko Sufisme: Refleksi Kemerdekaan RI ke 80
Jumat, 15 Agustus 2025 | 11:30 WIB
Oleh Arief A
Seorang pecinta sejati bukanlah yang mengharapkan imbalan dari yang dicintainya, atau menuntut sesuatu dari kekasihnya itu. Tapi, sejatinya pecinta adalah orang yang bermurah hati memberi pada kekasihNya, bukan malah memperoleh sesuatu darinya. (Ibnu At'hailah as Sakandary-kitab Hikam).
Saat kondisi tidak memungkinkan untuk menyampaikan ajaran Islam secara langsung, karena intimidasi musyrik Quraisy yang sudah melampaui batas kemanusiaan, maka Nabi Muhammad dan pengikut generasi awal memutuskan untuk melakukan hijrah.
Nabi melakukan hijrah bukan takut dan lari dari kenyataan. Mustahil hal itu dilakukan Beliau. Ada dua hal penting mengapa Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah. Hal yang pertama, Nabi yang memiliki sifat welas asih tidak tahan melihat penderitaan pengikutnya terutama anak kecil, wanita dan orang tua atas tekanan musyrik Quraisy.
Perihal tersebut kita bisa merujuk surat Al Taubah 128 sebagai berikut :
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin,"
Dari ayat tersebut, jelas Nabi dengan kelembutan dan sifat kasih sayangnya, tidak ingin pengikut beliau menderita secara lahir dan batin atas tekanan orang-orang Quraisy yang menentang ajaran Nabi
Hal kedua, yang menyebabkan Nabi Hijrah adalah menjalankan perintah Tuhan, untuk menjaga kesucian kota Mekah dari pertumpahan darah dan kerusakan.
Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan rahasia penamaan Mekah dengan tanah haram,
Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Dia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Mekah).
Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan hukum yang berlaku, sebagai konsekuensi Allah jadikan tanah ini sebagai kota haram. Beliau berkata :
Dia haram dengan kemuliaan yang Allah berikan, sampai hari kiamat. Tidak boleh dipatahkan ranting pohon-nya, tidak boleh diburu hewannya, tidak boleh diambil barang hilangnya, kecuali untuk diumumkan, dan tidak boleh dicabut rerumputan hijaunya. (HR. Bukhari 3189 & Muslim ).
Dalam hadits diatas, tersirat jelas bahwa kota Mekah, sebagai kota suci umat Islam harus dibangun diatas pondasi nilai-nilai kesucian dan kemanusiaan sehingga dilarang melakukan peperangan didalamnya dan dilarang memerangi penduduknya.
Sia-sialah apa yang dilakukan Nabi sebelumnya, ketika berhasil menggagalkan terjadinya pertempuran dan pertumpahan darah saat peristiwa pemindahan hajar Aswad, jika Nabi tidak melakukan hijrah yang berpotensi besar terjadinya pertumpahan darah dan kerusakan Mekah. Jadi saat itu, keputusan hijrah adalah sebuah keniscayaan.
Saat meninggalkan Mekah, bukan hanya jiwa manusia yang harus dilindungi, tetapi juga hewan dan tanaman. Dari penjelasan diatas bahwa menjaga jiwa manusia sejajar dengan menjaga lingkungan hidup agar terhindar dari kerusakan. Artinya menjaga jiwa manusia dan lingkungan hidup adalah sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, bagaikan satu hembusan nafas.
Itulah bentuk nyata yang dicontohkan Nabi untuk mencintai dan menjaga kota kelahirannya Mekah dengan menghindari terjadinya peperangan, walaupun dengan perasaan berat hati harus melakukan hijrah ke Yatsrib, yang kemudian dikenal dengan kota Madinah.
Apa yang dilakukan Nabi dalam mencintai tanah airnya, bukankah pemahaman sempit dengan rasa ingin memilikinya semata. Hal tersebut yang justru melahirkan sikap ingin menguasai dan monopoli.
Pemahaman sempit ini, akan menciptakan sikap, bahwa tanah air ini adalah sebuah properti yang bebas diperlakukan sesuai dengan keinginan pemiliknya.
Dalam konsep eko sufisme, mencintai alam dan tanah air, bukan dengan cara ingin memiliki, mengeksploitasi dan mengambil manfaatnya. Setelah kondisi alam ini terpuruk, lalu kita menelantarkannya. Habis manis sepah dibuang.
SIkap yang tepat, adalah membangun persenyawaan batin antara manusia dan alam, sebagai sebuah kesatuan ciptaanNya.
Persenyawaan dalam istilah ilmu kimia adalah terwujudnya sebuah zat kimia baru yang merupakan gabungan unsur-unsur kimia yang awalnya terpisah. Gabungan zat kimia ini tidak bisa dipisahkan dan menjadi sebuah kesatuan tunggal. Air terdiri dari unsur satu oksigen dan dua unsur hidrogen yang kemudian membentuk senyawa H2O.
Tidak bisa dikatakan air, atau H2O jika salah satu unsur oksigen ataupun hidrogen tersebut tidak ada. Artinya antara oksigen dan hidrogen membentuk sebuah chemistri yang masing-masing setara dalam peran untuk membentuk H20
Begitu juga, tidak bisa dikatakan mencintai tanah air, jika tidak ada chemistri ruhaniah antar manusia dan alam ini yang masing-masing memiliki peran untuk membentuk tanah air Indonesia.
Tidak bisa dikatakan mencintai tanah air, jika kita hanya bicara manusia, tetapi mengabaikan perlindungan lingkungan, seperti yang disampaikan Nabi Muhamad, saat akan hijrah dan menyampaikan keutamaan kota Mekah, seperti penjelasan sebelumnya.
Persenyawaan dalam makna harfiah adalah persatuan nyawa atau jiwa dari dua wujud yang seperti terlihat berbeda. Maka ketika ada salah satu wujud yang terluka maka wujud yang lain akan merasakan hal yang sama. Sebaliknya jika salah satu wujud terlihat sehat maka wujud yang lain akan serta merta menjadi sehat.
When we heal the earth, we heal ourselves”. Ketika kita menyembuhkan dan memulihkan bumi, maka sejatinya kita sedang menyembuhkan diri kita sendiri. Ya, karena sesungguhnya kita dan alam adalah dwitunggal atau kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Maka ketika ingin membangun bangsa ini agar tetap kuat, maka yang perlu dibangun adalah menciptakan lingkungan hidup yang sehat.
Dalam buku fikih ekologi karya Dr. Agus Hermanto M. H. I, ketika Nabi Adam yang sudah menikmati kenyamanan hidup di Surga, kemudian melakukan pelanggaran dengan memakan buah Khuldi yang dilarang oleh Tuhan.
Atas pelanggarannya tersebut, Nabi Adam kemudian diturunkan ke bumi yang sangat tidak nyaman dibandingkan kehidupan di surga.
Dengan memetik buah Khuldi, sesungguhnya Nabi Adam telah mengganggu ekologi surga, sehingga ia diturunkan ke dunia yang kering, panas dan tandus.
Pesan moral dari kisah Nabi Adam di atas, jika saja kita mengganggu tatanan alam sehingga merusak ekosistem dan mengganggu keseimbangan ekologi, maka bersiaplah kita akan menerima dampaknya yang mengganggu kenyamanan hidup kita.
Menyakiti Alam sesungguhnya kita lagi menyakiti diri sendiri. Begitu juga sebaliknya bahwa dengan memuliakan dan menyehatkan alam, sejatinya kita lagi memuliakan dan menyehatkan diri sendiri.
Cinta sejati bukan ingin memiliki dan mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, tetapi cinta sejati adalah memberi terhadap yang ia cintai, seperti yang di ungkapan oleh Ibnu Atho'ilah dalam awal tulisan.
Lebih dari itu cinta sejati adalah melindungi, hal ini disampaikan Rumi dalam sajaknya yang begitu indah sebagai berikut :
Cinta bagai perantara yang menaruh kasih,
datang memberi perlindungan pada kedua jiwa yang sesat ini."
(Jalaludin Rumi)
Nabi hijrah dari kota kelahiran pada hakitatnya, ingin memberi perlindungan kepada kota Mekah yang teramat dicintainya, agar tidak terjadi kehancuran. Hal ini sepadan dengan apa yang dikatakan Rumi, bahwa cinta sejati adalah menaruh kasih dan memberikan perlindungan kepada yang ia cintai.
Saat hijrah, dan ketika sudah keluar dari perbatasan kota Mekah, Nabi menoleh ke belakang dan berucap dengan linangan air mata.
Alangkah indahnya dirimu wahai Makkah dan alangkah cintanya diriku padamu. Seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, niscaya aku tidak akan menetap di selain tanahmu." (HR. Tirmidzi)
Dalam redaksi lain.
Demi Allah, (wahai kota Makkah), sesungguhnya engkau adalah negeri yang paling kucintai! Kalau bukan karena pendudukmu mengusirku, aku tidak akan meninggalkanmu (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Dari petistiwa tersebut, apa makna yang tersirat dan tersurat. Bahwa mencintai tanah air itu, tidak perlu dalil, tapi hal tersebut adalah fitrah manusia. Itu pula yg diekspresikan Nabi ketika beliau hijrah dari kota suci Mekah. Bayangkan, Nabi meninggalkan Mekah kala itu, kota tempat Beliau lahir, besar, merajut rumah tangga, menerima dan menyampaikan wahyu Tuhan dengan kesedihan yang mendalam dan linangan air mata
Coba sejenak saja kita amati, imajinasikan dan hayati..
Nabi begitu mencintai Mekah, negeri dan tanah air tempat kelahiranya, walaupun penduduk negeri Mekah senantiasa menyakiti dan menzaliminya. Tiada penderitaan melebihi sang Nabi terkait hal ini.
Tapi dengan segala yang Nabi alami, Beliau tidak menghardik negeri dan tanah kelahiranya.. Nabi begitu mencintainya, seperti redaksi hadits diatas.
Jangan tanyakan apa yang telah negeri ini berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah engkau berikan pada negeri ini, demikian menurut Jhon F. Kenedy
Al Musthofa sang Nabi agung, jauh sebelum ungkapan dari Kenedy itu viral, telah mencontohkannya , dengan memberikan segalanya untuk Mekah, kota kelahiran yang penduduknya dulu pernah mengusirnya.
Manusia suci datang ke satu tempat, bukan untuk mengambil sesuatu darinya, tetapi ia hadir dan mengalir untuk menyalurkan kasih sayangNya.
Inilah Nabi Muhamad Guru Alam Semesta. Penegak pondasi dan tongkak nilai Nasionalisme Religius.
Kita memang tidak bisa menjadi Nabi Muhamad yg bagai Matahari, sanggup merubah negeri Mekah dari kegelapan menjadi cahaya terang benderang, tapi kita bisa menjadi lilin-lilin kecil yg menyinari lingkungan kecil kita.
DIRGAHAYU RI KE 80. AKU CINTA PADAMU
Penulis adalah Ketua LPBINU Kota Bandung
Terpopuler
1
Diklatama II CBP-KPP IPNU-IPPNU Kota Bandung Cetak Kader Tangguh dan Berdedikasi
2
Khutbah Jumat Kemerdekaan: Belajar Mencintai Tanah Air dari Para Nabi dan Ulama
3
Fenomena Pengibaran Bendera One Piece: Ketika Ekspresi Seni Berbicara Tentang Nasionalisme Jelang HUT RI ke-80
4
LPBINU Jabar Terima Kunjungan Save the Children Indonesia dan Korea untuk Monitoring Program Adaptasi Iklim
5
MWCNU Cimanggis Bahas Keaswajaan dan Paham Menyimpang Bersama KH. Ma’ruf Khozin
6
Ketua IPPNU Jabar Ajak Kader di Cirebon Perkuat Peran dan Persatuan Organisasi
Terkini
Lihat Semua