• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Guruku Orang Tionghoa

Guruku Orang Tionghoa
Ilustrasi Twitter @nu_online
Ilustrasi Twitter @nu_online

Oleh Samsudin Ak

Semenjak usia 5 tahun, pada tahun 1980, saya ikut pindah bersama orangtua ke Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Tepatnya kampung Cipedes Desa Ridogalih Kecamatan Cisolok .

Bapak saya bekerja pada seorang Bangsa China bernama Sambas Haryono Yugo. Untuk mengurus kebun cengkeh yang berjaya pada masa itu.

Selain dapat fasilitas rumah sebagai tempat tinggal, kami juga mendapatkan fasilitas akomodasi sandang pangan yang cukup berikut honor bulanan, walau tidak besar, tapi cukup untuk keluarga kami, ayah dan ibu juga 4 orang bersaudara.

Cukup lama Beliau mengasuh saya, dari mulai SD, SLTP, SLTA, S.1 dan S.2. Saya masih dalam bimbingannya hingga setelah Beliau meninggal saya dapat merasakan dua kali kuliah program doktoral bidang Filsafat Agama.

Kenapa dari mulai SD? Karena pada waktu saya kelas 4 SD, ayah saya meninggal dunia dan selanjutnya Beliaulah yang membimbing saya bersama ibu tercinta.

Pelajaran yang dapat dari Beliau banyak betul, diantaranya, pertama, toleransi beragama. Beliau beragama Khonghucu. Istrinya beragama Budha, putra putrinya Katolik dan pegawainya beragama Islam.

Kedua, pengobatan. Ketika salah seorang diantara kami ada yang sakit. Ia selalu hadir untuk mengobati. Dua cara pengobatan yang Beliau ajarkan.:

Satu dengan cara memberikan obat herbal dan Kedua dengan cara mistik atau holistik. Yang kedua Beliau suka menulis atau membuat tulisan doa atau wapaq dalam istilah kami pada kertas, lalu ditempelkannya pada yang sakit. menurut penuturan Koh Denny atau saya panggil Bang Deni seorang tabib yang tinggal di Bogor (beragama Khonghucu) bahwa Bapak angkat saya memiliki ilmu Hu. 

Ketika saya tanya pada Koh Denny mengenai apa itu Ilmu Hu, dia jawab bahwa ilmu Hu adalah ilmu tingkat tinggi yang sangat langka dimiliki oleh orang Khonghucu di Indonesia.

Ketiga, sedekah. Selain dari membiayai sekolah saya dan saudara, Beliau juga suka membawa berbagai macam pakaian (kemeja, celana, kaos, sepatu, sandal) dan makanan dalam jumlah banyak bahkan ratusan untuk dibagikan pada warga masyarakat di sekitar kami. Hal ini dilakukan hampir setiap tahun.

Keempat, keimanan. Saya masih ingat nasihat Beliau, ketika saya masih SLTP. Kata  Beliau, "kamu harus sekolah agama atau masantren, karena di masa depan orang yang jauh dari Tuhan akan susah hidupnya".

Ia menambahkan, "Kamu, Samsu, harus belajar semedi di waktu malam". Bahkan dia mengatakan bahwa di ajaran agama Islam itu tahajud setelah tahajud kamu harus semedi atau wirid. Namun dia menambahkan lagi, setelah wirid kamu harus semedi. Mungkin Beliau bingung cari padanan kata atau bahasa semedi dalam Islam.

Istilah semedi yang Beliau maksud, baru saya temukan ketika masuk ke wilayah tasawuf dalam Islam.

Begitulah kenangan Indah bersama Bapak Angkat dan sekaligus guru saya. Agama boleh beda, suku bangsa boleh beda, warna kulit dan status sosial boleh beda. Namun kemanusiaan dan kebajikan harus melampaui semuanya.

Manusia tidak akan salah selamanya karena bukan Iblis. Manusia pun tidak akan benar selamanya karena bukan malaikat. Manusia itu pasti pernah salah juga pernah benar. Adapun manusia yang paling baik adalah ketika ia sadar telah melakukan kesalahan segera bertaubat dan terus berbuat kebajikan. 

Maka bersyukurlah menjadi manusia karena diberi kemampuan untuk memilih.

Penulis adalalah pengasuh Pondok Pesantren Attamur Cibiru, Divisi Pendidikan Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Kota Bandung


Ngalogat Terbaru