• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 17 April 2024

Ngalogat

Indahnya Perbedaan dalam Keberagaman

Indahnya Perbedaan dalam Keberagaman
Dialog antaraagama di Pesantren At-Tamur
Dialog antaraagama di Pesantren At-Tamur

Oleh Moch Gani Asyauqi

Perbedaan adalah suatu keniscayaan yang ketika beriringan menjadi sebuah keindahan. Sering kali dalam kehidupan ini kita menemukan hal-hal yang berbeda, ada tinggi ada pendek, hitam dan putih, siang dan malam, laki-laki dan perempuan, dan perbedaan-perbedaan yang lainnya.

Pun dengan keagamaan, perbedaan tidak menjadi suatu hal yang menjadi tabu, bahkan dalam Islam sendiri mengajarkan bahwa perbedaan ini menjadi anugerah agar kita saling mengenal satu dengan yang lainnya, seperti firman Allah swt dalam surat al-Hujurat Ayat 13:

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا‌ ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ

 Artinya "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13) 

Perbedaan bangsa, suku, ras, agama, dan budaya membuat kita belajar bahwa kehidupan ini sangatlah luas, dan kita adalah satu dalam persoalan kemanusiaan. 

Penulis termotivasi dari sebuah acara diskusi lintas agama diadakan di Pondok Pesantren At-Tamur, Cibiru Kota Bandung, Ahad (30/5) yang dihadiri oleh tiga narasumber yakni Kiai Syamsu Pimpinan Pondok Pesantren at-Tamur, Kang Wawan Gunawan pendiri Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), dan Pak Ketut yang menjadi pembicara dari agama Hindu. 

Dialog menarik pun mengalir di antara tiga pembicara di atas. Karena sering kali, sekarang ini perbedaan seolah-olah menyebabkan pertentangan dan permusuhan. Namun, pada diskusi kali ini yang muncul adalah rasa kasih dan cinta antarumat beragama.

Dalam diskusi tersebut, Kiai Syamsu menyampaikan bahwa dialog antarumat beragama harus sering dilakukan agar bisa saling belajar dan memshami satu sama lain.

“Bukan untuk kemudian kita menjadi Hindu yang Islam ataupun Islam yang Hindu. Kita menemukan sebuah kebaikan dan keindahan ketika saling bertemu, karena penting bagi kita untuk terus menjaga ukhuwah basyariyah dan ukhuwah insaniyah,” ujarnya. 

Dari penyampaian Kiai Samsu, sangatlah menarik jika dialog antaragama bisa sering dilakukan. Melihat masyarakat Indonesia yang majemuk dengan keragaman suku, ras, budaya, dan agama bisa saling toleransi karena menghargai satu sama lain.

Bhineka Tunggal Ika yang menjadi falsafah bersama harus menjadi pijakan kuat dalam membangun ukhuwah insaniyah dan ukhuwah wathoniyah. Sebagaimana yang dikatakan KH. Hasyim Asy’ari, “Hubbul Wathon Minal Iman" bahwa mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman. 

Dialog ini pun berjalan sangat interaktif, pada kesempatan selanjutnya Kang Wawan Gunawan, ia mengatakan, keimanan antara Hindu dan Islam ada kesamaan meskipun memang berbeda dalam konsep keimanannya, seperti penafsiran mengenai Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian dipahami oleh Islam sebagai ketauhidan, begitupun yang ada pada agama Hindu dengan konsep dewanya.

Ia menjelaskan terminologi kata Dewa, secara bahasa berasal dari kata "Deva" atau "Devanagari" yang berarti makhluk suci atau kesucian, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang maha Esa), maka dalam hal ini ada kesamaan dalam memaknai Tuhan yang maha esa meskipun dengan konsep yang berbeda. 

Persoalan perbedaan agama menurutnya adalah suatu keindahan dan kebaikan, perbedaan ini memotivasi bersama untuk saling berlomba dalam kebaikan. 

Dalam Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 148, Allah swt berfirman: 

وَلِكُلٍّ وِّجۡهَةٌ هُوَ مُوَلِّيۡهَا ‌ۚ فَاسۡتَبِقُوا الۡخَيۡرٰتِؕ 

Artinya, "Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan". (QS, al-Baqarah: 148)

Maka perbedaan, haruslah kita maknai untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, dan puncak dari keagamaan adalah kebaikan itu sendiri, jangan sampai kita mengaku sebagai Muslim yang baik namun tidak bisa berbuat baik kepada siapapun, atau kita mengaku Kristen dan Hindu yang baik namun tidak bisa berbuat baik terhadap sesama manusia, maka puncak dari keagamaan sendiri adalah kebaikan dan rasa cinta. 

KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) pernah mengatakan "Tidak penting apa agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua manusia, maka orang tidak akan pernah bertanya apa agamamu".

Penyampaian selanjutnya disampaikan oleh Pak Ketut pembicara dari Hindu, beliau menyampaikan rasa kebahagiaannya bisa bertemu dan berdialog bersama, bahwa perbedaan menurutnya adalah suatu kekayaan ciptaan Tuhan yang perlu disyukuri. 

Ia mengatakan bahwa arti dari salam Hindu yakni "Om Swastiatu" yang berarti "semoga selamat dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dalam Islam sendiri berarti “Semoga keselamatan dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya terlimpah untukmu”, yang berarti bahwa puncak dari agama adalah pelayanan kepada makhluk lainnya atau saling memberikan kebaikan dan rasa cinta. 

Dari penuturan dialog di atas sangatlah menarik, bahwa kita belajar, bahwa keseriusan kita dalam menjalankan agama adalah sudah sejauh mana kita bisa berbuat baik kepada sesama manusia ataupun dengan makhluk lainnya, seperti apa yang dikatakan oleh Mahatma Ghandi The greatness of humanity is not in being human, but in being humane. Kebesaran kemanusiaan bukanlah dalam menjadi manusia, tetapi dalam menjadi sosok manusiawi. 

Penulis adalah Aktivis Muda NU kelahiran Bandung
 


Ngalogat Terbaru