Ngalogat

Cerita Toleransi dan Pendidikan Anak dari Fatayat NU

Sabtu, 24 Juli 2021 | 16:14 WIB

Cerita Toleransi dan Pendidikan Anak dari Fatayat NU

Ilustrasi: NU Online

Oleh Sri Melynda

Di dalam aula lantai satu serambi masjid itu, kisah mengenai arti toleransi didengarkan dengan khidmat oleh dua perempuan. 

“Kita sebagai sosok seorang Muslim, harus menampilkan pribadi Muslim yang taat,” kata perempuan berkebaya merah, Ketua Fatayat Kuningan Teh Titin, saat menceritakan pengalamannya berkawan dengan orang lintas agama. 

Menurutnya, sepanjang pengalaman berkawan dengan orang non-Muslim, sedikit banyak peringatan dari orang terdekat untuk tidak terlalu dekat. Hal ini dikhawatirkan akan melemahkan iman. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi pemikirannya. Justru baginya, berkawan harus dilakukan dengan siapa saja tanpa memandang latar belakang keagamaan.

Hal inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa pertemuan ini dapat terjadi. Di awal Agustus nanti KOPRI Kuningan akan menyelenggarakan sebuah kegiatan dengan tema besar moderasi beragama. Dari pengalaman Teh Titin sebagai salah satu ketua banom NU dan aktif juga di Jaga Pelita (Jaringan Gerakan Perempuan Lintas Iman) diharapkan dapat memberikan semangat serta pemahaman mengenai arti toleransi kepada pemuda dan pemudi di kabupaten Kuningan.

“Dari mulai sekarang generasi muda harus mulai dikenalkan dan ditanamkan nilai-nilai moderasi beragama,” ujarnya. “Dengan memahami moderasi beragama kita bisa menghargai diri sendiri sebagai Muslim dan juga orang lain yang berbeda agama,” sambungnya. 

Kemudian ia bercerita mengenai pengalamannya menjalin perkawanan dengan Lajnah Ima’illah (komunitas  perempuan Ahmadiyah), Kristen, Katolik dan lainnya yang sama-sama tergabung dalam Jaga  Pelita.

Di sela dia bercerita, saya membuka grup Kontributor NU Online Jabar. Salah seorang redaktur mengatakan kepada penghuni grup yang memberikan perintah untuk mewawancarai Muslimat atau Fatayat untuk menulis pada momentum Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2021. 

Kebetulan sekali keberadaan saat itu saya sedang bersama Ketua Fatayat. Jadi saya bertanya langsung kepadanya. Menurutnya, dalam urusan mendidik anak, mereka diarahkan untuk mengetahui keilmuan agama yang baik. Karena itulah Teh Titin menitipkan anaknya ke sekolah MTs yang berbasis pesantren. Secara kebetulan, niatnya itu sesuai dengan permintaan anaknya sendiri yang saat ini mengingjak kelas dua. 

Pembelajaran saat itu masih dilakukan secara tatap muka. Walaupun ketika ujian dilakukan secara daring karena diberlakukannya PPKM.
 
Lebih lanjut ia mengatakan, anggota kepengurusan Fatayat saat ini pun didominasi oleh guru-guru PAUD dan juga Taman Kanak-kanak. Saat itu Bu Titin menyambungkan kepada salah satu pengurus Fatayat yaitu Bu Dedah. 

Melalui sambungan telepon Bu Dedah menuturkan bahwa hari ini hak pendidikan anak-anak di masa pandemi tidak berjalan dengan baik. Banyak anak didik yang terpaksa tidak sekolah terlebih dahulu karena keterbatasan media atau alat untuk mengakses pendidikan, di antaranya tak sedikit orang tua yang tidak memiliki handphone ataupun paket kuota. 

Oleh karena itu, Bu Dedah berharap, ke depan, hak anak untuk memperoleh pendidikan terutama PAUD dapat lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Penulis adalah KOPRI PMII Kabupaten Kuningan