• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Hikmah

Sabar dan Intropeksi Diri atas Perlakuan Buruk Istri

Sabar dan Intropeksi Diri atas Perlakuan Buruk Istri
Sabar dan Intropeksi Diri atas Perlakuan Buruk Istri
Sabar dan Intropeksi Diri atas Perlakuan Buruk Istri

Diriwayatkan ada seorang lelaki mendatangi Umar bin Khathab untuk mengadu tentang budi pekerti istrinya. Ia menunggu Umar di depan pintu rumahnya. Secara kebetulan, orang tersebut mendengar istri Umar sedang memarahinya, sementara Umar diam tidak menanggapi. Lalu orang itu pulang dan berkata dalam hatinya.


“Jika keadaan Amir Mukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan saya?” 


Tak lama kemudian Umar keluar dan melihatnya berpaling, lalu Umar memanggilnya: “Apa keperluanmu?”


Ia menjawab: “wahai Amirrul Mukminin, sebenarnya saya datang untuk mengadukan sikap dan perbuatan istriku kepada saya, namun saya mendengar hal yang sama pada istri tuan, akhirnya sayapun pulang dan berkata dalam hati: “jika keadaan Amirul Mukminin seperti ini, lalu bagaimana dengan saya?”


Umar berkata kepadanya: “wahai saudaraku! saya tetap sabar atas perbuatannya, karena itu memang kewajiban saya. Istri sayalah yang memasakan makanan saya, membuatkan roti untuk saya, mencucikan pakaian dan menyusui anak saya, sedangkann semua itu bukanlah kewajibannya. Di samping itu, hati saya merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram). Karena tulah saya tetap sabar atas perbuatannya itu.”


Orang itu pun berkata: “wahai Amirul Mukminin istri saya pun demikian.”


“Karena itu, bersabarlah wahai saudaraku. Ini hanya sebentar,” jawab Umar.     


Kisah di atas saya kutip dari Imam al-Dzahabi dalam kitabnya al-Kaba’ir, dan Imam al-Haitami dalam kitabnya al-Zawajir. Juga Syekh Nawawi al-Bantani mengisahkannya dalam kitabnya ‘Uqud al-Lujjayn, kitab masyhur yang dibaca oleh orang-orang pesantren. Kisah ini menceritakan kisah Umar bin Khathab saat dimarahi istrinya.


Kisah Umar tersebut menceritakan tentang rumah tangga yang dibangun di atas fondasi saling pengertian dan saling mengasihi sehingga tidak mudah digoyahkan. Sang khalifah sangat paham bahwa istrinya marah hanya sebentar, tidak lama, dan tak perlu ditanggapi secara berlebihan. Umar bin Khathab mengajarkan kepada kita bahwa saat istri kita marah mungkin Karena kecapaian mengurus rumah tangga; mulai dari memasak makanan, menyapu, mencuci, menyetrika pakaian, menyusui dan memandikan anak-anak dan sebagainya, sedangkan semua itu bukanlah tugas seorang istri. Karenanya menurut Umar bin Khathab, seorang suami harus sabar dan tetap sabar saat menghadapi istri marah-marah, ngomel, membentak dan melawan suami. Karena hal itu tidak akan akan lama, hanya sebentar. 


Sikap dan Akhlak Para Ulama


Imam Abdul Wahab bin Ahmad al- Sya'rani (w. 973 H) seorang ulama besar yang sangat populer di kalangan pesantren, seorang ahli hadits, fikih dan pakar di berbagai disiplin ilmu lainnya. Selain itu, ia dikenal sebagai sufi besar yang bergelar wali qutub di zamannya. Dalam kitabnya Tanbihul Mughtarin, sebuah kitab mengenai akhlak-akhlak para ulama salaf. Beliau menjelaskan bahwa sikap pembangkangan seorang istri adalah gambaran sikap hubungan seorang suami dengan sang penciptanya. Jika sang suami baik dengan Tuhannya, maka akan baik pula adab dan tatakrama sang istri kepada suaminya.


ومن اخلاقهم رضي الله تعالى عنهم صبرهم على أذى زوجاتهم و شهودهم أن كل ما بدا من زوجة أحدهم من المخالفات له صورة معاملته لربه. فلما خالف ربه كذلك خالفته زوجته. وهو قاعدة أكثرية لا كلية فخرج الأنبياء عليهم الصلاة و السلام من ذلك لعصمتهم


Artinya: “Termasuk akhlak para ulama salaf adalah mereka sabar atas perlakuan buruk istri mereka. Mereka meyakini bahwa setiap pembangkangan yang muncul dari istri mereka adalah gambaran hubungan mereka dengan Tuhan. Ketika mereka membangkang kepada Tuhan, maka istri mereka juga akan membangkang kepada mereka. Ini adalah kaidah yang sering berlaku (aktsariah), bukan kaidah yang universal (kulliyah), sehingga mengecualikan para Nabi dari kaidah tersebut, sebab para nabi terjaga dari perbuatan dosa.” 


Menurut Abdul Wahab bin Ahmad al-Sya'rani, seorang suami harus sabar atas sikap pembangkangan seorang istri kepada suaminya, karena hal itu adalah akhlak para ulama salaf. Bahkan seorang suami harus intropeksi diri, muhasabah, bahwa ketika istri membangkang kepada suaminya, ini bisa jadi disebabkan hubungan yang buruk dengan Tuhannya. Ketika para suami membangkang kepada Tuhan, maka istri mereka juga akan membangkang kepada mereka. Saat seorang suami tidak menunaikan kewajibannya kepada sang penciptanya, maka seorang istri akan melawan suaminya.   


Rasulullah saw pernah bertutur dan menasihati, bahwa seorang suami harus bersikap baik, menghormati, memuliakan, dan mengagungkan istrinya. 


 أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ


Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya.” (HR. Tirmidzi).


Teladan orang-orang yang sholeh menasihati kita dengan sangat jelas, bahwa sabar dan intropeksi diri seorang suami adalah sikap luhur dan adiluhung saat menghadapi istri marah-marah dan melawan kepada suaminya. Ini artinya  bahwa seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan sebaik-baiknya, baik lahir maupun batin, moril maupun materil. Itulah tata cara pergaulan suami istri yang diajarkan Rasulullah SAW.


Engkus Kusnandar M.Ag, Pimpinan Ponpes Ummul Barahin Jatisawit-Kasokandel, Dosen IAIN Cirebon, Ketua MWC NU Kasokandel, Pengurus Jatman & Pagar Nusa, dan Direktur Aswaja Center Majalengka


Hikmah Terbaru