Petuah, Fatwa, dan Hikmah: Ketika Hati Turut Bicara
Jumat, 28 Maret 2025 | 14:32 WIB
NADIRSYAH HOSEN
Kolomnis
Dalam masyarakat kita, ada tradisi yang tak tertulis tapi selalu hidup: meminta petuah kepada yang tua. Di beranda rumah, di bawah langit senja, seorang anak muda bertanya lirih: “Bagaimana sebaiknya?” Lalu seorang tua menjawab pelan: “Kalau niatmu tulus, teruskan.” Tak ada dalil, tak ada kitab tebal. Tapi damai rasanya. Itulah petuah—hikmah yang lahir dari jam terbang kehidupan, bukan dari teks.
Akar kata petuah berasal dari fatwa. Tapi keduanya kini punya ruh berbeda. Fatwa lahir dari ilmu. Petuah lahir dari rasa. Fatwa butuh syarat, petuah butuh cinta. Dan masyarakat kita mengenal keduanya. Bahkan dalam Pancasila, kita tak memilih kata “hukum”, tapi hikmah kebijaksanaan. Karena bangsa ini percaya: hukum bisa memaksa, tapi hikmah bisa menyentuh.
Baca Juga
Mengapa Memaksa untuk THR?
Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Barang siapa memberikan fatwa tanpa dasar yang kuat, maka dosanya atas orang yang memberinya.” (HR. Abu Dawud)
Namun, di waktu lain, beliau juga bersabda:
“Mintalah fatwa kepada hatimu,” (HR. Ahmad).
Hati, tempat jatuh hati atau jatuh cinta, juga bisa menjadi tempat paling jernih memberi fatwa. Maka tak heran bila dalam tradisi kita, petuah orang tua sering lebih mengena dari pidato panjang. Karena mungkin, itu suara hati yang sudah kenyang diuji oleh suka dan duka.
Namun, hati pun bisa patah. Kita bilang “patah hati” karena hati, meski lembut, menanggung banyak beban. Ia memberi petuah, tapi juga merasakan luka. Dan itulah yang membuatnya bening dan jernih.
Maka dengarkanlah hati, bukan karena ia selalu benar, tapi karena ia memantulkan rasa dan menyuarakan asa. Kita menyebutnya “kata hati”. Dan hati terdalam yang penuh cahaya kita panggil dengan “hati nurani”.
Terkadang, petuah paling bijak tak datang dari mulut yang lantang, tapi dari hati yang pernah diremukkan waktu—lalu diam-diam disatukan kembali oleh cinta, hingga ia terasa lapang, seperti langit yang pasrah dipeluk oleh kasih sayangNya.
Hatimu adalah fatwaku.
KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Jelang HUT ke-79, Kodam III/Siliwangi Gelar Ziarah ke TMP Cikutra Bandung
4
Ketua Pergunu Jabar Minta Gubernur Dedi Mulyadi Perhatikan Rekomendasi KPAI
5
Ansor Kuningan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Gerakan Kader Tani
6
Berangkat ke Semarang, Sejumlah Tim Instruktur PCNU Kota Bekasi Ikuti Upgrading Nasional PD-PKPNU
Terkini
Lihat Semua