Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Kata versus Makna

Selasa, 14 Mei 2024 | 08:22 WIB

Kata versus Makna

(Ilustrasi: NU Online).

Sosialisasi pengetahuan keagamaan dalam kurun waktu yang panjang di banyak komunitas muslim di sini pada umumnya dilakukan dengan mengutip kata-kata orang yang dianggap alim, pintar dalam keilmuan agama Islam, sambil mengutip dalil, dan dengan atribut pakaian bagai orang Arab. Ini bicara datar, apa adanya dalam realitas. 


Nah. Manakala aku mengutip ucapan tokoh bernama asing, misalnya Socrates, Plato, Epictetus, atau Goethe, selalu saja ada yang bertanya: siapa dia? Agamanya apa? Muslim atau bukan? Dan selalu akan ditanyakan: Mana dalilnya?


Aku bilang: Alangkah baiknya jika kita membaca dan memahami maknanya,isinya, jiwanya, esensinya. Bukan bertanya identitas primordialnya, bukan melihat bajunya atau tubuhnya. 


Imam al Ghazali menulis indah dalam bukunya : Al Tibr al Masbuk fi Nashihah al Muluk:


العاقل من نظر ارواح الاشياء وحقاءقها ولا يغتر بصورها . 


"Orang yang berakal adalah dia yang melihat ruh/jiwa pada segala hal dan tidak terperangkap oleh bentuk/tubuhnya".


Abdurrahman al Jami, seorang sufi, mistikus jenius mengatakan : 


خذ اللب والق القشر ان كنت من اولى الالباب


"Ambillah saripati, buanglah kulit, jika kau seorang bijakbestari".


Lalu aku bilang: 


"Tubuh itu hancur, jiwa itu abadi.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU