• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Ibadah Sosial Lebih Luas dan Utama Daripada Ibadah Personal (1)

Ibadah Sosial Lebih Luas dan Utama Daripada Ibadah Personal (1)
Ibadah Sosial Lebih Luas dan Utama Daripada Ibadah Personal (1)
Ibadah Sosial Lebih Luas dan Utama Daripada Ibadah Personal (1)

Dalam sebuah pengajian kitab Nashaih Al Diniyyah, seorang santri bertanya tentang makna atau arti kata "Ibadah". Dia, makin sering mendengar kata ini disampaikan para muballigh. Lalu saya, katanya, melihat banyak orang berbondong-bondong, menuju masjid, umroh, haji, tahfiz Al Qur'an, ziarah kubur dan lain-lain. Lalu aku mencoba mengatakan :


Ibadah bermakna pengabdian manusia kepada Tuhan atau penghambaan diri kepada-Nya. Karena manusia (dan semesta) adalah ciptaan Dia.  


Dalam kehidupan sehari-hari, penyebutan kata ini sering lebih dimaknai sebagai pengabdian berdimensi personal, seperti salat, puasa, haji, membaca al-Qur’an, membaca Tahlil, Shalawatan, Istighatsah dan sejenisnya. Ibadah personal semacam ini biasa disebut sebagai Ibadah Mahdhah, pengabdian yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan atau “Hablun min Allah”. 


​​​​​​​Jadi katakanlah ibadah berdimensi personal atau individual yang hasilnya hanya untuk dirinya sendiri. Selain berdimensi personal, ada ibadah yang berdimensi sosial dan kemanusiaan atau “Hablun min al-Nas”. 


​​​​​​​Dalam teks-teks fiqh klasik kita dapat melihat bahwa bidang Ibadat (ibadah personal) merupakan satu bagian saja dari banyak bidang keagamaan lain seperti mu’amalat madaniyah (hubungan keperdataan), munakahat, (perkawinan, hukum keluarga), Jinayat (pidana), Qadha (peradilan) dan Imamah (politik). Dalam buku-buku hadits kita juga melihat bahwa bab ibadah personal sangat sedikit dibanding bab-bab yang lain. 


​​​​​​​Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari, sebuah kitab hadits paling populer, misalnya hanya mengupas persoalan ibadah dalam 4 (empat) jilid dari 20 (dua puluh) jilid yang menghimpun bab-bab lainnya. Demikian pula kitab-kitab lainnya. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya berbicara dan mengatur soal-soal ibadah personal/individual belaka, melainkan juga dan lebih dari itu adalah mengurusi kehidupan manusia dalam arti luas. Perhatian Islam terhadap persoalan-persoalan publik dalam banyak hal jauh lebih besar dan lebih luas daripada perhatiannya terhadap persoalan-persoalan personal yang sifatnya sekunder (sunnah, bukan fardhu/wajib). 


​​​​​​​Dalam sebuah kaedah fiqh disebutkan : 


العمل المتعدی افضل من العمل القاصر


“al-' Amal al Muta’addi afdhal min al-'Amal al-Qashir”.(Amal ibadah yang membawa effek lebih luas lebih utama daripada amal ibadah yang membawa efek terbatas). 


Imam Abu Hamid Al Ghazali mengungkapkannya dengan bahasa : “Ibadah yang memberi manfa’at yang menyebar lebih utama daripada ibadah yang membawa manfa’at yang terbatas”. (Imam al Ghazali, Bidayah al-Hidayah, h. 4).


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru