• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

KOLOM TEH NENG

Islam di Kenya (1) Hangatnya Islam di Negeri Non-Muslim

Islam di Kenya (1)  Hangatnya Islam di Negeri Non-Muslim
Sebuah mesjid di Nyali di Mombasa, Kenya. (Foto: NYKL)
Sebuah mesjid di Nyali di Mombasa, Kenya. (Foto: NYKL)

“What do you think about Kenya?”


Seorang teman bernama Cecilia yang asli Kenya, bertanya pada saya, saat kami berada di dalam bus dalam perjalanan pulang dari hotel tempat kami berkegiatan di pinggiran pantai menuju bandara Mombasa untuk selanjutnya menaiki pesawat untuk kembali ke Nairobi, Kenya.


Perjalanan yang panjang kerap memberi kita kesempatan bercakap-cakap yang tidak bisa dilakukan saat mengikuti kegiatan. 


“Well, first of all, Kenya is an interesting country. Although Kenya is non-Muslim country but I can easily find the Islamic environment here. And that’s really great. I feel hommy.” Begitu kalimat pertama yang saya lontarkan saat merespon pertanyaan yang bisa dibilang pertanyaan umum dan sederhana tapi jawaban yang saya berikan sangat mendasar dan dalam. 


Sebagai pengelana yang pernah mengunjungi sejumlah negara non Muslim di Barat seperti di Australia dan negara-negara di Eropa, saya dapat dengan mudah merasakan kehidupan kaum Muslim di Kenya, negara asal dari Kakek Barack Obama, Presiden Amerika ke-44. 


Saat Cecilia, yang sudah pasti dari namanya adalah seorang non-Muslim, bertanya tentang pendapat saya soal Kenya, saya menjelaskan hal yang sangat mendasar dalam konteks relasi agama di Kenya. Saya menyebutkan bahwa meskipun Kenya merupakan negara non-Muslim dengan mayoritas penduduknya adalah Kristen sebanyak 85,5 %, dan Islam sebagai agama kedua sebanyak 11 %, diikuti agama lainnya, tetapi suasana kehidupan Muslim sangat mudah ditemukan di Kenya. Sebutlah salah satunya adalah mesjid. Tidak sulit menemukan mesjid di Kenya. Di ibukota Kenya, Nairobi, ada puluhan mesjid, dengan jumlah penduduk Muslim di ibukota itu sekitar 329.000 orang. Mesjid terbesar di Nairobi bernama Jamia Mosque, sebuah mesjid yang cukup luas berkapasitas 5000 orang, dengan arsitekturnya yang indah. Mesjid itu terletak di area pusat bisnis atau yang disebut the Central Business District (CBD) di kota Nairobi. Sebagai mesjid yang terletak di wilayah CBD, mesjid ini menjadi ikonik dengan karya arsitektur yang menawan. Mesjid ini menjadi pusat pertemuan berbagai komunitas Muslim di Nairobi. Tak hanya itu, mesjid ini pun menjadi pusat pertemuan para pemimpin Islam di kota itu dalam mendiskusikan berbagai urusan keumatan, termasuk masalah keagamaan hingga politik. Cerita tentang Jamia Mosque yang terbentang sejak 1902 hingga hari ini adalah kisah tentang penjalanan panjang Islam di Kenya dalam proses perjuangan identitas mereka.  


Di tempat-tempat umum seperti mall, kaum Muslim juga dapat dengan mudah menemukan tempat solat, seperti saat kami berkunjung ke sebuah mall di Nairobi bernama Westgate shopping mall yang penjagaannya terbilang ketat. Ada prayer room di lantai 2 mall tersebut. Selain itu, di hotel-hotel besar dan bandara, kita juga dapat menemukan penyemprot air di toilet yang sering kita cari untuk membersihkan diri setelah buang hajat. Di sini, namanya Arabic shower. 


Dengan penduduk lebih dari 53 juta, penganut muslim di sana mencapai lebih dari 10 juta, dengan populasi Muslim terbesar berada di kota-kota pantai di Kenya.


Kehidupan keagamaan di Kenya relatif baik, meski pemeriksaan saat memasuki negara itu terbilang ketat, termasuk di stasiun kereta dan bandara. Begitu juga, saat berada di tempat-tempat umum seperti mall dan hotel, tingkat keamanannya lumayan tinggi. Karena ibukota negara tersebut, pernah diguncang aksi terorisme, berupa serangan bom, yang menghantam beberapa tempat penting, seperti kantor pemerintah dan kantor perwakilan negara asing, termasuk di salah satu mall yang menewaskan ratusan orang. Hal itu menjadikan isu keamanan menjadi perhatian besar di negara tersebut, terlebih lagi Kenya berbatasan dengan sejumlah negara yang dianggap rawan dan menjadi asal para teroris. Sebutlah Somalia. Aktivitas foto-foto, yang jadi hobi orang Indonesia, sangat dibatasi saat berada di tempat-tempat umum. Entah berapa kali kami kena tegur petugas saat berfoto ria, seperti saat di lobi hotel, di mall, hingga di bandara.


Sebagaimana perkembangan Islam di banyak tempat yang dicapai melalui perdagangan dan pelabuhan menjadi tempat banyak perjumpaan, di Kenya pun Islam menyebar melalui kota-kota pantainya. Di beberapa kota pantai, muslim menjadi mayoritas di sana. Bagaimana kisahnya? (Bersambung).


Neneng Yanti Khozanatulahpan, pengurus PW Fatayat NU Jabar, staf pengajar ISBI Bandung.


Ngalogat Terbaru