Hikmah KOLOM BUYA HUSEIN

Beda Penceramah Versus Intelektual

Kamis, 5 Desember 2024 | 09:31 WIB

Beda Penceramah Versus Intelektual

Intelektual. (Ilustrasi: freepik.com).

Menyusul isu penjual es teh yang viral, mengguncang jagat raya itu, seseorang bertanya apa bedanya penceramah/da'i/muballigh dengan intelektual/ilmuwan/pemikir?. 


Aku menjawab: ini pertanyaan maha berat. Tapi aku coba mengira-ngira saja, sesuai dengan pengetahuanku. 


Penceramah 


Penceramah atau Muballigh itu bicaranya tegas, meyakinkan, memastikan atau menjamin keberhasilan sekaligus menggurui. Cara atau metodenya indoktrinasi/doktrin. Kadang diselingi humor, lucu dan bikin "ngakak". 


Kita sering mendengar, misalnya dia bilang : "jika saudara-saudara mengamalkan atau melakukan begini maka pasti akan begini". Misalnya lagi : "siapa yang mengamalkan bacaan ini sebanyak 41 x atau 100 x maka pasti berhasil, sukses".  Jika ditanya hukum suatu masalah, maka dia jawab: "masalah itu hukumnya pasti begini. Ini yang benar. Kalau ada pendapat yang lain itu salah, sesat, dengan suaranya yang keras dan seperti emosional. Isi ceramah/pidatonya itu lagi, itu lagi, mengulang-ulang, Belakangan umumnya bertema ibadah personal. 


Profesi  ini digemari oleh orang-orang awam, orang kebanyakan, kelas bawah, atau mereka yang hidupnya pragmatis dan praktis, tidak mau mikir. Tentu saja jumlah mereka besar atau mayoritas. Dan laris  manis. Dan honornya cukup aduhai. Tapi ingat ya?. Itu pada umumnya, tidak setiap. 


Intelektual


Sedangkan intelektual atau pemikir, bicaranya tidak memastikan. Kalau ditanya bagaimana hukum atau pendapat anda mengenai masalah ini?. Dia akan menjawab : "saya kira begini". Atau "ada banyak pendapat ". Atau "menurut ulama/profesor/ Anu  begini". Atau : jika kamu melakukan hal ini mudah-mudahan atau insya Allah berhasil. Atau menurutku pendapatku yang benar, tapi mungkin salah. Pendapat orang lain keliru, tapi mungkin benar. Silakan. Anda boleh berpendapat yang lain. 


Kata-kata dan pendapatnya tidak meyakinkan, tidak pasti, bisa membingungkan sebagian besar orang, tetapi membebaskan dan memberikan alternatif jalan, mencerdaskan dan membuat orang berpikir. Metodenya dialektika. 


Audiensnya pada umumnya terbatas, sedikit, umumnya kaum intelektual atau mereka yang senang berpikir atau katakanlah kaum kelas menengah ke atas yang cenderung rasional. Jumlah mereka tidak banyak, sedang-sedang saja atau malah sedikit sekali. Dan profesi ini tidak laku dan kalaupun ada honor, angkanya kecil, kadang sekedar transport. 


Mungkin demikian. Ya mungkin begitu. 


Wallahu A'lam bi al Shawab. 


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU