• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Garut

Pesan Ceng Hilman untuk Kader Fatayat NU di Garut Kota, Perkuat Aswaja dan Nasionalisme

Pesan Ceng Hilman untuk Kader Fatayat NU di Garut Kota, Perkuat Aswaja dan Nasionalisme
Pesan Ceng Hilman untuk Kader Fatayat NU di Garut Kota, Perkuat Aswaja dan Nasionalisme
Pesan Ceng Hilman untuk Kader Fatayat NU di Garut Kota, Perkuat Aswaja dan Nasionalisme

Garut, NU Online Jabar
Ketua Lembaga Pendidikan (LP Ma'arif) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Garut KH Aceng Hilman Umar Bashori memberikan pembinaan terkait pentingnya penguatan nilai-nilai Islam ahlussunnah wal jamaah (aswaja) dan penguatan nasionalisme hubbul wathan minal iman kepada para kader fatayat dan muslimat di lingkungan Majelis Wakil Cabang (MWCNU) Kecamatan Garut Kota, Ahad (20/8/2023). 


Dalam kegiatan yang digelar di Gedung Assalam Jl Ahmad Yani Blok 331 Kp Sukaregang Pesantren Kelurahan Kota Kulon Garut Kota itu, pria yang akrab disapa Ceng Hilman tersebut mengatakan bahwa penguatan nilai-nilai aswaja dan nasionalisme hubbul wathan minal iman sangat penting dipahami oleh semua warga Nahdliyin tak terkecuali fatayat dan muslimat dengan harapan agar nilai perjuangan utama NU yakni penguatan aswaja dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat tetap terjaga dengan baik.


"NKRI sebagai wadah bersama hasil kesepakatan dari semua elemen bangsa termasuk didalamnya para ulama NU perlu mendapatkan penguatan," ucap Ceng Hilman saat dihubungi NU Online Jabar, Senin (21/8/2023). 


Menurut Ceng Hilman, pentingnya penguatan nilai aswaja dipahami oleh seluruh warga Nahdliyin yaitu untuk memastikan kebenaran nilai -nilai akidah Islam yang bersumber langsung dari Nabi SAW. Ia menilai, dewasa ini banyak orang yang mengklaim dirinya Islam namun sanad keilmuan dan sanad perjuangannya tidak sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.


"Memahami akidah Islam dari satu elemen saja tidak cukup. Banyak yang menganggap dirinya Islam namun dalam realitanya tidak selaras dengan akidah yang diajarkan Nabi ma ana 'alaihi wa ashhabih, seperti akidahnya para Khawarij, Syi'ah, Wahabi, Salafi, dan yang lainnya,"ucap pria yang juga sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Bisnis Syariah (STIEBS) NU Garut itu. 


Ia menilai bahwa keberadaan aswaja menjadi sangat penting sebagai penguat dari nilai-nilai keislaman. "Ma ana 'alaihi wa ashhabih, barang siapa yang mengikutiku dan mengikuti para sahabatku, seperti apa yang diucapkan Nabi SAW itu merupakan pengejawantahan dari sanad Nabi itu sendiri,"ucapnya. 


"Dalam kenyataannya, nilai-nilai aswaja tidak bisa berdiri sendiri sebagai satu nilai ajaran tanpa adanya penguatan dan pengorganisasian dalam membumikannya. Oleh karena itulah, untuk menjaga nilai-nilai keaswajaan agar tetap lestari, maka muncullah di Nusantara ini yaitu organisasi Nahdlatul Ulama sebagai pengokoh ahlussunnah wal jamaah," tambahnya. 


Namun seiring dengan perjalanan waktu, tambah Ceng Hilman, NU itu berjuang bukan hanya untuk mempertahankan ajaran aswaja yang diajarkan Nabi saja, tetapi berkepentingan juga dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan.


"Para ulama berkeinginan kuat dan selalu bergerak untuk terbebas dari penjajahan yang salah satunya yaitu dengan menguatkan nilai nasionalisme kepada para santri di pondok pesantren. Dengan nasionalisme itu maka munculah resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang difatwakan KH Hasyim Asy'ari dengan beranggapan bahwa NKRI merupakan suatu keputusan final dan upaya untuk memerdekakan bangsa Indonesia mutlak diperjuangkan dan diwujudkan,"tutur Ceng Hilman. 


Menurutnya, jargon hubbul wathan minal iman (mencintai negara merupakan sebagian dari pada keimanan) yang digagas oleh KH Hasyim Asy'ari menjadi pernyataan serius dari NU bahwa memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya bagi banga Indonesia merupakan hal yang final dan mesti diutamakan. 


"Dua hal yakni penguatan aswaja dan nasionalisme dipahamkan kepada warga diantaranya fatayat dan muslimat agar nilai-nilai aswaja dan nasionalisme dalam diri mereka semakin kuat,"terang Ceng Hilman.


Selain itu, ia berharap agar para kader NU termasuk fatayat dan muslimat mampu mengikuti perkembangan zaman seperti dengan adanya kecanggihan teknologi dan informasi. Ia menilai jika warga NU mampu mengikuti perkembangan zaman, maka kemudian akan mudah bertransformasi sehingga nantinya mampu memberikan nilai-nilai kebermanfaatan bagi masyarakat.


"NU mempunyai jargon al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah. al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih nya adalah aswaja dan NKRI. Semetara wal akhdzu bil jadidil ashlah nya adalah penguatan SDM, pendidikan, sosial, pendirian perguruan tinggi, maupun sekolah-sekolah berkualitas,"tutur Ceng Hilman. 


Pria yang juga sebagai pengasuh Ponpes Fauzan Sukaresmi Garut itu menjelaskan bahwa pemahaman tekait nasionalisme dan keaswajaan sejatinya merupakan sebagai penyokong kekuatan atas bangsa Indonesia. "Satu pemahaman yang harus dimiliki juga yaitu rasa persatuan atas dasar satu bangsa yang sama sehingga di mata hukum kedudukan kita adalah sama. Itulah yang diajarkan NU kepada masyarakat Indonesia," ucapnya. 


Ceng Hilman menegaskan bahwa pentingnya penguatan nilai-nilai aswaja dan nasionalisme dimaksudkan untuk mengcounter sebagain pihak yang mengusung jargon kembali kepada Al-Qur'an dan hadis dengan tanpa menghiraukan isi dan maknanya. Menurut Ceng Hilman, yang tahu terkait isi dan makna dari Al-Qur'an dan hadis adalah para ulama. "Makanya ketika kita bicara tentang Al-Qur'an dan hadis tanpa memiliki jalur-jalur sanad yang jelas dari sisi keilmuan maka yang akan didapat adalah tafsir yang bebas sehingga yang dihasilkan adalah  penyimpangan-penyimpangan akidah, bukan seharusnya menghasilkan penguatan nilai akidah yang sesungguhnya," tandasnya.


Pewarta: Rudi Sirojudin Abas


Garut Terbaru