Garut

Isi Kuliah Umum di Uniga, Iip D Yahya Sebut Media Harus Sajikan Informasi ‘Halal’ dan Tetap Diminati

Senin, 23 Juni 2025 | 12:14 WIB

Isi Kuliah Umum di Uniga, Iip D Yahya Sebut Media Harus Sajikan Informasi ‘Halal’ dan Tetap Diminati

Direktur Media Center PWNU Jawa Barat Iip D Yahya saat menjadi Narasumber Kuliah Umum di Fakultas Komunikasi dan Informasi (F-Kominfo) Universitas Garut (Uniga). (Foto: NU Online Jabar/F-Kominfo Uniga).

Garut, NU Online Jabar
Direktur Media Center PWNU Jawa Barat, Iip D Yahya menjadi narasumber pada kuliah umum di Fakultas Komunikasi dan Informasi (F-Kominfo), Universitas Garut, Sabtu (21/6/2025). Tema yang disajikan dalam kegiatan tersebut yakni Media sebagai Pembentuk Media Opini Publik: Peran, Tantangan, dan Dampak dalam Masyarakat Modern


Dalam kesempatan tersebut, Iip D Yahya menyebutkan bahwa peran media sangat penting terutama untuk memastikan informasi yang tersebar sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Menurutnya, untuk memaksimalkan informasi tersampaikan dengan baik, media harus dikelola oleh individu atau tim yang kompeten.


"Kunci utama media agar dapat selalu diakses publik, maka pengelolanya harus mampu istikamah dalam membuat konten yang ‘halal’ namun tetap diminati masyarakat," ucapnya. 


Pria yang akrab disapa Kang Iip tersebut menilai keistikamahan perlu dimiliki sebagai bagian pelayanan informasi kepada masyarakat. Keistikamahan pengelola media dalam mempublikasikan informasi atau artikel akan membuat produknya dapat dikenali oleh sistem informasi otomatis. "Jika pengelola media istikamah mempublikasikan tulisan, maka secara sistem media bersangkutan akan menggerakkan mesin algoritma dan akan meningkatkan perhatian publik ," imbuhnya. 


Kang Iip mencontohkan, terkait media sebagai opini publik bahwa realitas yang pernah terjadi pada media cetak yang pernah dikelola organisasi Nahdlatul Ulama yakni Swara Nahdlatoel Oelama. Ia menyebut stigma ortodoks, konservatif, dan kampungan pernah menimpa para kiai lingkungan NU dan pesantren, bahkan hingga sekarang. Padahal para kiai di awal pendirian jam’iyyah telah melakukan hal-hal yang modern, yakni dengan melakukan kajian ilmu kepesantrenan yang akademis dan mengembangkan budaya tulis menulis. 


Lebih lanjut pria yang merupakan salah seorang dosen praktisi di FISIP UNPAD itu menegaskan bukti kemodrenan NU itu diperlihatkan oleh sikap adaptifnya dalam menghadapi perkembangan media.


"Kehadiran NU Online pada 2003, telah menjadi media yang mampu mengimbangi, bahkan melebihi media Islam lainnya. Kehadiran media NU Online juga mampu mengcounter stigma-stigma negatif yang digulirkan oleh para kompetitor organisasi,"  tuturnya. 


Atas dasar konsentrasi dan mampu mengelola dengan baik media itulah, kata Kang Iip, NU Online menjadi website keislaman yang paling banyak diakses oleh publik. 


"Sejak 2016, NU Online dinobatkan sebagai media keislaman yang paling banyak diakses. Hal itu dapat diraih karena media ini tetap patuh pada etika jurnalistik dan pintar mengelola keinginan konsumen. Salah satu kiatnya adalah menyajikan ajaran-ajaran Islam yang ringan yang menjadi kebutuhan sehari-hari secara ringan," jelasnya. 


Independensi Media


Dalam kesempatan yang sama, Kang Iip juga mengungkapkan kebesaran media dapat dipengaruhi oleh independensi media itu sendiri. Dalam publikasi konten, pihak media selayaknya tetap berpedoman pada realita peristiwa di lapangan dan menghindari hoaks atau mengejar sensasi. Ia menyarankan agar para pengelola media tetap berpedoman pada keabsahan informasi yang dipublikasikannya.


"Tugas pengelola media harus mampu meyakinkan bahwa konten yang akan dipublikasikannya sudah sesuai dengan kenyataan dan tidak berbau hoaks. Setiap konten atau informasi juga harus sudah jelas kebenarannya. Sederhananya, seseorang harus pintar melakukan tabayun, cek kebenaran, sebelum sebuah konten dipublikasikan," jelasnya. 


Kang Iip mengutip QS al-Hujurat ayat 6: 


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ


Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS al-Hujurat [49]: 6).


"Bagi kita yang beragama Islam, ayat ini menjadi landasan untuk memastikan bahwa informasi yang kita bagikan jelas-jelas sudah benar keabsahannya," tandas Kang Iip.