Garut

Jelang 1 Abad NU, Kalangan Pesantren di Garut Getol Kampanyekan Fikih Politik 

Selasa, 27 Desember 2022 | 11:00 WIB

Jelang 1 Abad NU, Kalangan Pesantren di Garut Getol Kampanyekan Fikih Politik 

Jelang 1 abad NU, Kalangan Pesantren di Garut Getol Kampanyekan Fikih Politik 

Garut, NU Online Jabar
Kalangan pesantren Nahdlatul Ulama (NU) di kabupaten Garut, Jawa Barat, terus mengkampanyekan hadirnya fikih peradaban dan fikih siyasah (politik) bagi masyarakat umum, menjelang puncak peringatan 1 abad NU. Hal tersebut diungkapkan oleh sesepuh Pondok Pesantren Assa'adah Limbangan Garut KH. Rd. Amin Muhyiddin Maulani, dalam 'Halaqoh fikih Peradaban, Fikih Siyasah NU dan Negara Bangsa,' di Aula Ponpes Assa'adah, Senin (26/12).


“Fikih peradaban dan fikih siyasah bukan produk baru pesantren, tapi baru dikampanyekan saat ini,” tegasnya.


Menurutnya, kehadiran fiqih peradaban dan  siyasah harus menjadi pegangan umat islam terutama kalangan nahdiyin, dalam mempertahankan kedaulatan dan persatuan bangsa. “Ingat banyak sekali faham dari luar yang mengatasnamakan agama islam yang sengaja disebarkan untuk mengganti ideologi pancasila dan UUD 1945,” paparnya.


Kiai Amin menilai, hadirnya fikih peradaban dan fikih sisayah atau politik, memberikan banyak pegangan bagi masyarakat, pentingnya mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara berdasarkan UUD 1945 dan pancasila.


“Sudah bukan saatnya peradaban manusia saat ini dijejali oleh permusuhan atas nama agama, namun sebaliknya harus mengedepankan persaudaraan,” jelasnya.


Kiai yang juga selaku Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Garut itu juga mencontohkan, hadirnya fenomena semangat beragama dalam bentuk hijrah, yang menyampingkan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat sekitar.


“Hadirnya fikih peradaban justru lebih mengedepankan pentingnya toleransi dan moderat dalam menjalankan agama,” ujar dia.


Sementara itu, Pimpinan Pesantren luhur Alwasilah Garut KH Thonthowi Djauhari menambahkan, hadirnya fikih peradaban memberikan peluang kepada masyarakat, lebih aktif dalam memilih hukum syariah sesuai dengan aturan yang berlaku d sebuah wilayah atau negara.


"Agama justru melarang pemaksaan atas nama agama itu sendiri," kata dia mengingatkan.


Kiai Thontowi menyatakan, dalam prakteknya ada beberapa jalur yang bisa ditempuh masyarakat dalam penerapan syariah secara utuh yakni jalur formalisasi agama, kultural dan politik sebuah bangsa.


"Dari tiga formalisasi tadi yang cocok bagi bangsa Indonesia adalah jalur kultural dan politik, sementara formalisasi agama tidak cocok di tengah heterogen bangsa Indonesia," tuturnya.


Sementara bagi mereka yang tidak menerima hal itu, sambungnya, akhirnya muncul kelompok ekstrem agama yang mengklaim pendapat kelompoknya paling benar sendiri. “Mayoritas ijtihad dibangun di atas fondasi dilalah dzonniyyah atau sangkaan, sehingga tidak satupun dari madzhab yang berani mengklaim paling benar,” jelasnya.


Bahkan, tambah Kiai Thonthowi, para kelompok yang tidak sejalan dengan pemikiran atau ijtihad mereka, perlu dibasmi dengan jalan paksaan atau kekerasan. Ia menyebut, bahwa apabila ada kelompok yang tidak mau dibenarkan, mereka anggap kelompok tersebut dengan sebutan kafir.


Sebagai informasi, sebelumnya, dua pesantren NU di Garut yakni Pesantren Al-Musadaddiyah dan Pesantren Nurul Huda, Cibojong Cisurupan Garut yang dipimpin oleh salah seorang Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH M Nuh Addawami juga telah menggelar kegiatan Halaqah Fikih Peradaban.


Pewarta: Jayadi Supriadin
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi