Ubudiyah KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Nabi Menyetujui Bid’ahnya Mu’adz bin Jabal Soal Shalat Berjamaah

Selasa, 28 Mei 2024 | 07:23 WIB

Nabi Menyetujui Bid’ahnya Mu’adz bin Jabal Soal Shalat Berjamaah

(Ilustrasi: NU Online).

Dahulu pada satu waktu makmum yang terlambat datang saat shalat berjamaah akan bertanya kepada Imam sudah berapa rakaat. Imam lalu memberi isyarat 1 atau 2 rakaat. Makmum yang terlambat ini shalat sendirian mengejar rakaat yang tertinggal, setelah itu baru gabung dengan jama’ah bersama-sama menyelesaikan sisa rakaat. 


Akhirnya suasana jadi kacau, karena yang terlambat itu seolah buru-buru mengejar ketertinggalan sebelum ikut gabung dengan jama’ah. Belum lagi kalau yang terlambat banyak orang di setiap rakaat. Shalat berjamaah jadi arena balapan mengejar ketertinggalan rakaat.


Mu’adz bin Jabal, sahabat Nabi yang terkenal cerdas, datang terlambat saat itu, dan Nabi telah shalat beberapa rakaat. Muadz tidak bertanya kepada Nabi selaku Imam shalat sudah rakaat ke berapa, melainkan Muadz langsung ikut shalat jamaah. Saat Rasulullah mengucap salam mengakhiri shalat, Mu’adz berdiri mengganti rakaat yang tertinggal sebelumnya.


إِنَّهُ قَدْ سَنَّ لَكُمْ مُعَاذٌ فَهَكَذَا فَاصْنَعُوا 


Lalu Rasulullah bersabda: “Mu’adz telah menyontohkan untuk kalian, seperti itulah hendaknya kalian melakukannya.”


Nah, ini kasus yang sangat menarik bagaimana praktek ibadah Mu’adz yang berbeda dari kebanyakan orang saat itu tidak dianggap bid’ah oleh Nabi. Bahkan Nabi memuji dan menetapkan aturan makmum masbuk (yang terlambat) seperti yang dilakukan oleh Mu’adz. Bid’ahnya Mu’adz disetujui dan kini menjadi bagian resmi dari tata cara shalat berjamaah.


Nabi Muhammad tidak anti dengan pendapat para Sahabatnya. Bahkan sesuatu yang baik yang dilakukan oleh para Sahabat bisa diterima dan diakomodir sebagai bagian dari Syari’at Islam.


Jadi, pupus sudah bayangan sosok Rasulullah yang seolah kaku & anti dengan hal-hal baru. Kenyataannya, Nabi bukan saja welas asih, tetapi sangat akomodatif menerima masukan yang baik.


Salah satu Imam mazhab terkenal bernama Abu Hanifah pernah berkata: “Seandainya  Rasulullah  berjumpa denganku, beliau akan mengambil banyak pendapatku. Bukankah agama itu ra’yu (opini) yang baik?”


Ah, andaikata saja kita bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan Rasulullah Saw gak akan dikit-dikit dicap bid’ah dan sesat. 


Makin kangen dengan Nabi.


KH Nadirsyah Hosen,  salah seorang Dosen Senior Monash Law School