Dari Takbir hingga Shalat Ied, Berikut 7 Amalan Lengkap pada Hari Raya Idul Adha
Kamis, 5 Juni 2025 | 11:00 WIB
Idul Adha merupakan salah satu hari raya besar dalam Islam selain Idul Fitri. Hari raya ini diperingati setiap tahun sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya, Nabi Ismail, sebagai wujud ketaatan kepada Allah. Namun, atas kehendak Allah, Nabi Ismail digantikan dengan seekor domba. Sejak saat itu, umat Islam melaksanakan penyembelihan hewan ternak setiap tahunnya sebagai simbol ketaatan dan untuk mengenang peristiwa tersebut.
Baik Idul Fitri maupun Idul Adha hanya datang sekali dalam setahun, tetapi keduanya memiliki makna dan amalan sunnah yang berbeda. Idul Fitri biasanya identik dengan tradisi saling memaafkan, bersilaturahmi, dan mengunjungi keluarga serta kerabat. Sementara itu, Idul Adha lebih dikenal sebagai Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, karena bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji dan kurban.
Untuk menyambut Idul Adha, para ulama menganjurkan beberapa amalan sunnah agar umat Islam dapat meraih keutamaan pada hari besar ini. Berikut enam amalan sunnah yang dianjurkan pada hari Idul Adha:
1. Mengumandangkan Takbir
Disunnahkan mengumandangkan takbir sejak malam hari raya Idul Adha hingga hari tasyrik terakhir, yakni tanggal 13 Dzulhijjah. Takbir ini dapat dilantunkan di masjid, mushalla, maupun di rumah, sebagai bentuk pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah. Anjuran ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Raudlatut Thalibin, yang menekankan pentingnya menghidupkan malam-malam tersebut dengan gema takbir.
فَيُسْتَحَبُّ التَّكْبِيرُ الْمُرْسَلُ بِغُرُوبِ الشَّمْسِ فِي الْعِيدَيْنِ جَمِيعًا، وَيُسْتَحَبُّ اسْتِحْبَابًا مُتَأَكَّدًا، إِحْيَاءُ لَيْلَتَيِ الْعِيدِ بِالْعِبَادَةِ
"Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghiedupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah."
Baca Juga
Bacaan Niat dan Takbir Shalat Idul Adha
Sebagian ulama ahli fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.
2. Mandi
Mandi untuk shalat Ied dapat dilakukan sejak tengah malam sebelum waktu subuh, namun yang lebih utama adalah setelah subuh. Hal ini karena tujuan mandi adalah untuk membersihkan tubuh dari bau tiedak sedap dan menyegarkan badan, sehingga mandi mendekati waktu berangkat ke masjid adalah yang terbaik.
Jika mandi dilakukan setelah tengah malam, kemungkinan bau badan dan kelelahan bisa kembali lagi sebelum waktu shalat Ied tiba.
يُسَنُّ الْغُسْلُ لِلْعِيدَيْنِ، وَيَجُوزُ بَعْدَ الْفَجْرِ قَطْعًا، وَكَذَا قَبْلَهُ، ويختص بالنصف الثاني من الليل
"Disunnahkan mandi untuk shalat Ied, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, ata pertengahan malam."
Mandi sunnah dianjurkan untuk seluruh umat Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Anjuran ini berlaku bagi mereka yang akan menunaikan shalat Ied serta bagi perempuan yang sedang dalam kondisi uzur syar'i sehingga tiedak dapat melaksanakan shalat Ied.
3. Memakai Wewangian atau Parfum, memotong kuku dan rambut
Disarankan untuk menggunakan wewangian, memotong rambut, memotong kuku, serta menghilangkan bau yang tiedak sedap guna meraih keutamaan hari raya. Secara prinsip, aktivitas-aktivitas ini bisa dilakukan kapan saja asalkan situasinya memungkinkan, dan tiedak perlu menunggu datangnya hari raya. Contohnya, bisa dilakukan seminggu sekali menjelang pelaksanaan shalat Jumat. Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, terdapat penjelasan mengenai amalan sunnah ini.
والسنة أن يتنظف بحلق الشعر وتقليم الظفر وقطع الرائحة لانه يوم عيد فسن فيه ما ذكرناه كيوم الجمعة والسنة أن يتطيب
"Disunnahkan pada hari raya Ied membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tiedak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian."
4. Memakai pakaian yang paling baik, bersih dan suci
Disarankan memakai pakaian yang baik, bersih, dan suci. Jika memungkinkan, disarankan untuk menggunakan pakaian putih dan memakai serban, seperti yang disebutkan oleh beberapa ulama. Ini khususnya direkomendasikan bagi kaum laki-laki yang akan mengikuti shalat Ied atau yang bertugas menjaga keamanan.
Bagi kaum perempuan, disarankan untuk menggunakan pakaian sederhana atau pakaian sehari-hari yang biasa digunakan. Adapun berdandan atau berpakaian berlebihan, serta penggunaan wangi-wangian yang berlebihan, dianggap makruh. Kitab Raudlatut Thalibin menjelaskan hal ini dengan detail.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَلْبَسَ أَحْسَنَ مَا يَجِدُهُ مِنَ الثِّيَابِ، وَأَفْضَلُهَا الْبِيضُ، وَيَتَعَمَّمُ. فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلَّا ثَوْبًا، اسْتُحِبَّ أَنْ يَغْسِلَهُ لِلْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ، وَيَسْتَوِي فِي اسْتِحْبَابِ جَمِيعِ مَا ذَكَرْنَاهُ، الْقَاعِدُ فِي بَيْتِهِ، وَالْخَارِجُ إِلَى الصَّلَاةِ، هَذَا حُكْمُ الرِّجَالِ. وَأَمَّا النِّسَاءُ، فَيُكْرَهُ لِذَوَاتِ الْجَمَالِ وَالْهَيْئَةِ الْحُضُورُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْعَجَائِزِ، وَيَتَنَظَّفْنَ بِالْمَاءِ، وَلَا يَتَطَيَّبْنَ، وَلَا يَلْبَسْنَ مَا يُشْهِرُهُنَّ مِنَ الثِّيَابِ، بَلْ يَخْرُجْنَ فِي بِذْلَتِهِنَّ.
"Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tiedaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Ied maupun yang tiedak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukupla ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian."
Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,
كَانَ يلبس في العيد برد حبرة
"Rasulullah SAW di hari raya Ied memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman)."
5. Jalan kaki menuju masjid
Saat menuju ke masjid atau tempat shalat Ied, disarankan untuk berjalan kaki karena ini lebih utama. Namun, bagi orang yang sudah lanjut usia atau tiedak mampu berjalan, mereka boleh menggunakan kendaraan. Berjalan kaki memungkinkan seseorang untuk bertegur sapa, mengucapkan salam, dan bermusafahah dengan sesama kaum muslimin. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Umar,
كَانَ يَخْرُجُ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا
"Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Ied dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Ied."
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Ied dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah hadir. Imam Nawawi dalam Kitabnya Raudlatut Thalibin menerangkan anjuran tersebut,
السُّنَّةُ لِقَاصِدِ الْعِيدِ الْمَشْيُ. فَإِنْ ضَعُفَ لِكِبَرٍ، أَوْ مَرَضٍ، فَلَهُ الرُّكُوبُ، وَيُسْتَحَبُّ لِلْقَوْمِ أَنْ يُبَكِّرُوا إِلَى صَلَاةِ الْعِيدِ إِذَا صَلَّوُا الصُّبْحَ، لِيَأْخُذُوا مَجَالِسَهُمْ وَيَنْتَظِرُوا الصَّلَاة
Bagi yang hendak melaksanakan shalat Ied disunahkan berangkat dengan berjalan kaki, sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tiedak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan. Disunnahkan juga berangkat lebih awal untuk shalat Ied setelah selesai mengerjakan shalat subuh, untuk mendapatkan shaf atau barisan depan sembari menunggu dilaksanakannya shalat.
6. Shalat Ied
Bacaan Niat Shalat Idul Adha
أُصَلِّيْ سُنَّةً لعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَـــالَى
Artinya: “Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”
Bacaan Takbir
Rakaat Pertama
Pada rakaat pertama shalat Idul Adha melakukan tujuh kali takbir dan dzikir. Takbir tersebut tidak termasuk dengan takbiratul ihram. Maka jika di tambah dengan takbiratul ihram jumlahnya jadi delapan kali takbir. Berikut bacaannya:
Takbir pertama takbiratul ihram dan doa Iftitah:
اللهُ اَكْبَرُ
اللهُ اَكْبَرُ كَبِرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَشِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا . اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْااَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ . لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَ لِكَ اُمِرْتُ وَاَنَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Allaahu akbar Kabiroo Walhamdulillaahi Katsiiraa, Wa Subhaanallaahi Bukratan Wa’ashiilaa, Innii Wajjahtu Wajhiya Lilladzii Fatharas Samaawaati Wal Ardha Haniifan Musliman Wamaa Anaa Minal Musyrikiin. Inna Shalaatii Wa Nusukii Wa Mahyaaya Wa Mamaatii Lillaahi Rabbil ‘Aalamiina. Laa Syariikalahu Wa Bidzaalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimiin.
Setelah itu dilanjut dengan melakukan Tujuh kali takbir dengan bacaan dzikir setiap jeda antara takbir.
اللهُ اَكْبَرُ . سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ ×7
Rakaat Kedua
Pada rakaat kedua melakukan sebanyak lima kali takbir
اللهُ اَكْبَرُ . سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ ×5
7. Disunnahkan Makan setelah shalat Ied
Untuk Hari Raya Idul Adha, disarankan untuk makan setelah menyelesaikan shalat Ied, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri di mana disarankan untuk makan sebelum melaksanakan shalat Ied. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, makanan yang biasa dikonsumsi setelah shalat Idul Adha adalah kurma dalam jumlah ganjil, seperti satu biji, tiga biji, atau lima biji, mengingat kurma merupakan makanan pokok orang Arab pada masa itu. Di Indonesia, meskipun nasi adalah makanan pokok, jika ada kurma maka disarankan untuk mengonsumsinya terlebih dahulu. Namun, jika kurma tiedak tersedia, nasi atau makanan pokok lain dari daerah setempat juga dapat digunakan sebagai pengganti.
عن بريدة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يخرج يوم الفطر حتى يطعم ويوم النحر لا يأكل حتي يرجع
"Diriwayatkan dari Sahabat Buraiedah RA, bahwa Nabi SAW tiedak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha sehingga beliau kembali ke rumah."
Diriwayatkan juga dari Sahabat Anas RA
انَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَخْرُجُ يوم الفطر حتى يأكل تمرات ويأكلهن وترا
Rasulullah SAW tiedak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
Dengan demikian, anjuran makan pada hari raya Idul Adha adalah setelah selesai melaksanakan shalat Ied, alanglah lebih baik jika ia makan kurma sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, akan tetapi jika tiedak mendapati kurma, bolehnya ia makan dengan yang lain, misalnya nasi bagi rakyat Indonesia, disesuaikan dengan makanan pokok daerah tertentu.
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 1446 H: Menghidupkan Jiwa dalam Keikhlasan dan Kepedulian pada Sesama di Hari Raya
2
Prediksi Posisi Timnas Indonesia Jika Kalah, Seri Maupun Menang Lawan China di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
3
Memahami Makna Hari Arafah, Hari Kedua Puncak Ibadah Haji
4
Menegakan Keadilan Anggaran Pendidikan di Jawa Barat
5
Khutbah Jumat Dzulhijjah: Makna Syukur dan Ketakwaan dalam Kurban
6
Memahami Makna Hari Tarwiyah, Hari Pertama Puncak Ibadah Haji
Terkini
Lihat Semua