• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Ubudiyah

RAMADHAN

10 Amalan Sunnah Sempurnakan Puasa Ramadhan

10 Amalan Sunnah Sempurnakan Puasa Ramadhan
Amalan di Bulan Ramadhan (Ilustrasi: AM)
Amalan di Bulan Ramadhan (Ilustrasi: AM)

Bandung, NU Online Jabar
Bulan Ramadhan, sebuah periode yang diselimuti oleh berkah yang melimpah. Sebuah waktu yang menjadi panggung bagi kita untuk memperkuat ikatan spiritual dengan Allah Swt. Ini adalah bulan yang memacu kita untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan kesalehan kepada-Nya. Di dalamnya, setiap amal kebaikan akan mengalami peningkatan ganjarannya.


Rasulullah Saw bersabda: “Setiap kebaikan berlipat sepuluh turunannya hingga mencapai tujuh ratus kelipatan kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya.” (HR. Bukhari & Muslim). 


Bulan Ramadhan adalah waktu yang penuh berkah bagi umat Islam, di mana banyak sekali amalan yang dapat dilakukan untuk memperkaya pengalaman ibadah puasa. Dalam kitab "Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in" karya Syekh Muhammad ibn ‘Umar Nawawi al-Bantani, ditemukan daftar sepuluh amalan sunnah yang dapat dilakukan umat Muslim untuk memperindah ibadah puasa mereka di bulan Ramadhan. Kitab ini diterbitkan oleh Darul Fikr di Beirut, dalam Cetakan I, dan informasi tersebut terdapat di halaman 194.


Pertama, makan sahur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


   تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً 


Artinya, “Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR al-Bukhari).    


Kedua, menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib. Rasulullah Saw bersabda: 
 

لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَّرُوا السَّحُورَ وَعَجَّلُوا الْفِطْرَ  


Artinya, “Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka,” (HR Ahmad).


Saat pertama berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma. Jika tidak ada, hendaknya dengan air, berdasarkan sabda Rasulullah:


   إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا، فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمْرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدِ التَّمْرَ، فَعَلَى الْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ 


Artinya, “Jika salah seorang berpuasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak ada kurma, maka dengan air. Sebab, air itu menyucikan,” (HR Abu Dawud). 


Ketiga, membaca doa yang ma‘tsur sebelum atau setelah berbuka, antara lain dengan doa berikut:
 

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  


Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha penyayang di antara para penyayang.”   


Keempat, mandi besar dari junub, haid, atau nifas sebelum terbit fajar agar bisa menuanikan ibadah dalam keadaan suci, di samping khawatir masuk air ke mulut, telinga, anus, dan sebagainya jika mandi setelah fajar. Kendati tidak bersedia mandi seluruh tubuh sebelum fajar, hendaknya mencuci bagian-bagian tersebut (yang sekiranya rawan masuk air) disertai dengan niat mandi besar.     


Kelima, menahan lisan dari perkara-perkara yang tak berguna, apalagi perkara haram, seperti berbohong dan mengumpat. Sebab, semuanya akan menggugurkan pahala puasa.    

 
Keenam, menahan diri dari segala hal yang tak sejalan dengan hikmah puasa, meskipun itu tidak sampai membatalkan, seperti berlebihan dalam mengadakan makanan atau minuman, bersenang-senang dengan perkara-perkara yang sejalan dengan keinginan dan kepuasan nafsu, baik yang didengar (seperti musik), ditonton, disentuh, diraba, dicium, dan sebagainya. Sebab semua itu tak seiring dengan hikmah dari ibadah puasa.     


Ketujuh, memperbanyak sedekah, baik kepada keluarga, kaum kerabat, maupun tetangga. Berilah mereka makanan secukupnya. Kendati tidak ada, jangan sampai luput walau hanya seteguk air atau sebiji kurma, berdasarkan sabda Rasulullah saw: 

 
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ 


Artinya, “Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).  


Kedelapan, memperbanyak i'tikaf di masjid. Sebaiknya dilakukan sebulan penuh. Jika tidak, sepuluh malam terakhir diutamakan. Sebab, jika memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah saw. selalu menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang sebagai bentuk kesiapan menjalankan ibadah.    


Kesembilan, mengkhatamkan Al-Quran setidaknya sekali selama bulan Ramadan. Maksimalnya tentu sebanyak-banyaknya, seperti para ulama terdahulu. Bahkan, setiap bulan Ramadhan, Imam al-Syafi‘i mengkhatamkannya hingga 60 kali.    


Kesepuluh, istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadhan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.
 


Ubudiyah Terbaru